Terjerat Korupsi, Wali Kota Malang Siap Disidang

Terjerat korupsi, Wali Kota Malang siap disidang. "Hari ini, Kamis (24/5) dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka MA ke penuntutan atau tahap dua," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
Anggota DPRD Kota Malang Abdul Rahman. (Foto: Ant/Rivan Awal Lingga)

Jakarta, (Tagar 24/5/2018) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka Wali Kota nonaktif Malang, Moch Anton (MA) dari penyidik ke penuntut umum atau tahap kedua.

"Hari ini, Kamis (24/5) dilakukan pelimpahan barang bukti dan tersangka MA ke penuntutan atau tahap dua," ungkap Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada awak media, Kamis (24/5).

Adapun persidangan kasus suap terkait pembahasan Anggaran Pendapatan Biaya Daerah Perubahan (APBD-P) Pemerintah Kota Malang tahun 2015 atas tersangka Anton rencananya akan digelar di Surabaya.

“Untuk kepentingan persidangan maka Anton akan dititipkan penahanannya di Lapas Klas I Surabaya,” papar Febri.

Lebih lanjut, menurut Febri, sampai hari ini sekurangnya 59 saksi telah diperiksa untuk Anton. Sedangkan Anton sekurangnya telah tiga kali diperiksa sebagai tersangka pada 22 Maret, 27 Maret dan 21 Mei 2018.

"Unsur saksi antara lain, Anggota DPRD Kota Malang, Wakil Wali Kota Malang, Kepala Bappeda Kota Malang Tahun 2015, Kasubag Perencanaan dan Keuangan Dinas PU Perumahan dan Pengawasan Bangunan Kota Malang pada tahun 2015, Kepala Bidang Perumahan dan Tata Ruang Dinas Pekerjaan Umum Kota Malang tahun 2015, dan PNS lainnya di lingkungan Pemkot Malang," jelasnya.

Dalam kasus ini, KPK secara resmi menetapkan Wali Kota Malang Moch Anton sebagai tersangka dalam perkara dugaan suap terkait Pembahasan APBD-P Kota Malang tahun anggaran 2015.

Tidak hanya Anton, KPK turut menetapkan 18 pejabat di Pemerintahan Kota (Pemkot) Malang sebagai tersangka.

Adapun ke 19 tersangka tersebut yakni:

1. Wali Kota Malang periode 2013-2018, Moch Anton.

2. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Suprapto.

3. Wakil Ketua DPRD Malang periode 2014-2019, HM. Zainudin.

4. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Sahrowi.

5. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Salamet.

6. Wakil Ketua DPRD Malang periode 2014-2019, Wiwik Hendri Astuti.

7. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Mohan Katelu.

8. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Sulik Lestyowati.

9. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Abdul Hakim.

10. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Bambang Sumarto.

11. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Imam Fauzi.

12. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Syaiful Rusdi.

13. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Tri Yudiani.

14. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Heri Pudji Utami.

15. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Hery Subianto.

16. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Ya'qud Ananda Budban.

17. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Rahayu Sugiarti.

18. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, Sukuo.

19. Anggota DPRD Malang periode 2014-2019, H Abdul Rahman.

“Diduga unsur Pimpinan dan Anggota DPRD menerima pembagian fee dari total fee yang diterima oleh tersangka MAW (Ketua DPRD Kota Malang periode 2014-2019), sebesar Rp 700 juta dari tersangka JES (Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan),” papar Basaria dalam konferensi persnya kala itu.

Lebih lanjut, Basaria menyampaikan, Rp 600 juta dari yang diterima Moch Arief Wicaksono (MAW) tersebut kemudian didistribusikan pada sejumlah Anggota DPRD Kota Malang.

Diketahui, kasus ini merupakan pengembangan dari penyidikan KPK sebelumnya. Dalam perkara sebelumnya, KPK telah menjerat mantan Ketua DPRD Kota Malang, Moch Arief Wicaksono.

Arief disangkakan menerima Rp 700 juta dari Jarot Edy Sulistiyono selaku Kadis Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Pemerintah Kota Malang pada 2015.

Atas perbuatannya, Anton disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara untuk 18 anggota DPRD disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (sas)

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.