Teknologi dan Keluarga Picu Masalah Sosial di Yogyakarta

Kepala DP3AP2 DIY, Arida Oetam menyebutkan fungsi keluarga dan teknologi memicu permasalah sosial di Yogyakarta.
Kunjungan peserta The 3rd Internasional Summer Course on Advocacy Skills in Mental Health System Development from Research to Policy 2019 ke Kantor Pemerintah Daerah DIY di Komplek Kepatihan, Yogyakarta, Jumat 12 Juli 2019. (Foto: Tagar/Ratih Keswara)

Yogyakarta - Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Arida Oetami, mengungkapkan tidak maksimalnya fungsi keluarga memicu permasalah sosial di Yogyakarta.

Perkembangan teknologi menjadi penyebab lain lahirnya permasalahan sosial di Yogyakarta. Menurut Arida, teknologi dapat mengubah nilai-nilai yang dianut masyarakat dalam tatanan sosial, misalnya nilai budaya yang telah diyakini turun temurun.

"Permasalahan sosial yang terjadi di DIY, selain banyak disebabkan kurang berfungsinya keluarga, juga disebabkan oleh perkembangan teknologi. Perkembangan Teknologi inilah yang memicu perubahan nilai, baik nilai lokal maupun nilai sosial, yaitu nilai-nilai keluarga dan kebudayaan DIY," kata dia di Ruang Rapat Unit IX Komplek Kepatihan, Yogyakarta, Jumat 12 Juli 2019.

Namun, Arida yakin permasalahan sosial yang ada dapat dikikis lewat program pembangunan ketahanan keluarga dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, bersinergi dengan institusi pendidikan, dan organisasi masyarakat.

"Program goal-nya yaitu terciptanya keluarga tangguh di DIY yang mampu menjadi pilar kehidupan masyarakat yang berkarakter, berbudaya, maju, mandiri dan sejahtera, menyongsong peradaban baru," ujar dia.

KeluargaIlustrasi keluarga. (Foto: Pixabay)

Diakui Arida, dalam upaya mewujudkan program ketahanan keluarga secara berkelanjutan, masih ditemui sejumlah masalah, di antaranya hilangnya kesakralan pernikahan, pernikahan dini, serta penyalahgunaan teknologi informasi.

Mengacu pada permasalahan itu, Arida mengatakan pihaknya telah menyusun kebijakan yang bakal menjadikan isu ketahanan keluarga menjadi perhatian di Organisasi Perangkat Daerah (OPD), institusi pendidikan, dan lembaga masyarakat di DIY. Dia berharap hal itu mampu mampu memberikan pemahaman utuh pada masyarakat tentang pentingnya ketangguhan keluarga.

"Untuk mengintegrasi setiap program ketahanan keluarga ke seluruh OPD dan stake holder, dilakukan pula pendekatan secara makro dan mikro, termasuk sistem dan insfrastruktur," kata dia.

Pernyataan Arida ini tertuang saat menyambut kunjungan peserta The 3rd Internasional Summer Course on Advocacy Skills in Mental Health System Development from Research to Policy 2019.

Di kesempatan sama, rombongan Summer Course, Diana Setiawati mengatakan, kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan akan kemampuan advokasi dalam mendukung pengembangan sistem kesehatan mental. Ditambahkannya sebagai komitmen Fakultas Psikologi UGM melalui Pusat Kesehatan Mental Masyarakat, andil terhadap permasalahan yang ada.

"Kegiatan ini juga sekaligus untuk mempromosikan kesejahteraan dan mencegah penyakit mental dengan meningkatkan literasi kesehatan mental masyarakat dengan memulainya dari upaya penguatan kesejahteraan keluarga," ujar Diana. 

Baca juga: 

Berita terkait
0
Elon Musk Sebut Pabrik Mobil Baru Tesla Rugi Miliaran Dolar
Pabrik mobil baru Tesla di Texas dan Berlin alami "kerugian miliaran dolar" di saat dua pabrik kesulitan untuk meningkatkan jumlah produksi