Jakarta – Presiden China, Xi Jinping, dan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, membahas mengenai isu Taiwan dalam pembicaraan video pada pekan lalu, mendorong kemungkinan bahwa Beijing hendak menukar tanggapan atas permintaan Presiden Biden agar rekannya, Presiden Xi, menahan dukungan material untuk upaya perang Rusia di Ukraina.
Subjek tersebut muncul dalam ringkasan publik pembicaraan yang dirilis oleh kedua belah pihak. Dalam laporan itu, Amerika menyebut Taiwan sebanyak satu kali, sedangkan China menyebutkannya sebanyak empat kali.
China mengklaim Taiwan yang memiliki pemerintahannya sendiri sebagai bagian dari wilayahnya sejak perang saudara pada 1940-an, ketika Nasionalis Chiang Kai-shek kalah dari Komunis Mao Zedong dan mengalihkan pemerintahan mereka di Taipei. Beijing belum menjatuhkan ancaman kekuatan, jika diperlukan, untuk menyatukan kedua negara tersebut.
Sejak pertengahan 2020, China telah menerbangkan pesawat militer di atas bagian zona identifikasi pertahanan udara Taiwan hampir setiap hari. Angkatan Laut China juga wara wiri di perairan dunia, terutama di Asia dan di selat barat Taiwan.
Biden mengatakan pemerintah Amerika "tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan'" atau berniat mencari konflik dengan China, menurut ringkasan pernyataan Xi dari Kementerian Luar Negeri. "Saya menanggapi pernyataan ini dengan sangat serius," kata Xi.
Biden mengatakan kebijakan Amerika tentang Taiwan tidak berubah dan bahwa Amerika “terus menentang setiap perubahan sepihak terhadap status quo,” menurut pernyataan Gedung Putih.
Pernyataan itu mengulangi kebijakan Amerika yang saat ini tetap mendukung pemerintahan sendiri Taiwan tanpa mendeklarasikan kemerdekaan formal dari China. Kebijakan itu mencegah China secara sepihak memaksakan tujuannya menyatukan kedua negara itu (ka/rs)/voaindonesia.com/VOA. []
Awal Konflik Antara Taiwan dan China
Takut Dicuri China Taiwan Tingkatkan Perlindungan Teknologi Cip
Presiden Taiwan: Jangan Percaya Komunis
Bagaimana Nasib Taiwan yang Juga Hadapi Ancaman Invasi China?