Susi Sebut Program Asuransi Adalah ‘Affirmative Policy’

Susi sebut program asuransi adalah ‘affirmative policy’ untuk pembudidaya ikan kecil agar mereka mampu berdaya dan melangsungkan kegiatan usahanya.
MENTERI KELAUTAN BERIKAN MOTIVASI: Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti memberikan pemaparan saat diskusi publik, di Jogja Expo Centre, Bantul, DI Yogyakarta, Jumat (15/12). Dalam acara yang menjadi rangkaian Lustrum XII SMA N 1 Yogyakarta itu Susi Pudjiastuti menceritakan kenangannya semasa sekolah di SMA N 1 Yogyakarta serta berpesan kepada generasi muda agar lebih menyiapkan masa depan sedini mungkin menyusul tantangan ke depan akan semakin berat. (Foto: Ant/Andreas Fitri Atmoko)

Jakarta, (Tagar 16/12/2017) – Program asuransi perikanan bagi pembudidaya ikan berskala kecil merupakan "affirmative policy" atau kebijakan tegas untuk membantu pengusaha kecil sektor perikanan nasional.

"Program asuransi ini merupakan bentuk 'affirmative policy' untuk pembudidaya ikan kecil agar mereka mampu berdaya dan melangsungkan kegiatan usahanya," kata Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KKP) Susi Pudjiastuti dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (16/12).

Susi mengatakan, asuransi tidak hanya dibutuhkan untuk melindungi pemangku kepentingan sektor perikanan tetapi juga untuk melindungi uang negara dari kemungkinan "force majeure" dan "fraud".

Menteri Kelautan dan Perikanan ini memaparkan, KKP mendorong program-program yang secara langsung menyentuh masyarakat, dan sebagian besar pelaku usaha budidaya merupakan pembudidaya ikan berskala kecil.

Oleh karena itu, ujar dia, negara harus hadir memberikan jaminan perlindungan bagi mereka untuk dapat bangkit saat menghadapi kegagalan produksi.

Sementara itu, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Riswinandi mengungkapkan bahwa pada akhir Oktober 2017, premi asuransi nelayan telah mencapai Rp 77,57 miliar yang melindungi sekitar 464.000 jiwa nelayan, meningkat bila dibandingkan tahun 2012 dengan premi senilai Rp 71,59 miliar untuk 401.000 jiwa nelayan.

Riswinandi mengapresiasi usaha KKP telah mengembangkan asuransi tidak hanya untuk nelayan, tetapi juga untuk pembudidaya kecil yang memiliki tantangan dan kesulitan lebih tinggi.

Ia memaparkan, karena risiko budidaya udang juga cukup sulit diidentifikasi antara lain karena berada di bawah air, hal itu dinilai cukup menjadi tantangan karena ada perpaduan antara ilmu aktuaria dan ilmu teknik.

Sebagaimana diketahui, pemerintah pada tahun ini memberikan bantuan premi asuransi bagi setidaknya 2.004 pembudidaya ikan kecil yang tersebar di 12 provinsi.

Sebelumnya, Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto memaparkan, asuransi itu akan memberikan jaminan perlindungan atas risiko serangan wabah penyakit ikan dan/atau bencana alam yang dialami oleh pembudidaya skala kecil.

Slamet menambahkan, program asuransi ini merupakan bentuk implementasi dari amanat UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Tambak Garam dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2016 tentang Jaminan Perlindungan atas Risiko kepada Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Sebagai gambaran bentuk bantuan program ini adalah pembayaran premi asuransi perikanan senilai Rp 450.000 per hektare per tahun dengan manfaat pertanggungan Rp 15.000.000 per ha. Sedangkan untuk memenuhi nilai tersebut, KKP mengalokasikan anggaran senilai Rp 1,48 miliar pada 2017 ini.

KKP menetapkan kriteria calon penerima premi asuransi ini, antara lain memiliki kartu pembudidaya ikan (aquacard), serta diutamakan program Sehatkan dan sudah tersertifikasi Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB).

Kemudian, calon penerima juga merupakan pembudidaya ikan kecil dengan pengelolaan lahan kurang dari 5 hektar dengan menggunakan teknologi sederhana. (ant/yps)

Berita terkait