TAGAR.id, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Toriq Hidayat berpendapat pemerintah telah melakukan blunder dengan menyuntikkan dana ke Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) pada November lalu.
Lewat Perpres 93 tahun 2021, PT KAI kereta api menjadi lead sponsor. Dengan demikian, kesepakatan yang awalnya proyek ini murni business to business (b2b) dan tak ada dana APBN sepeser pun, menjadi batal.
Strategi lainnya supaya dana APBN tidak digunakan, sebaiknya pemerintah mencari investor lain untuk proyek ini.
“Tidak heran jika pihak China menjadi besar kepala dan berani untuk meminta penambahan dana ke pihak Indonesia kembali. Fraksi PKS sudah mengingatkan untuk tidak tergesa-gesa menyuntikkan dana. Akibatnya saat ini diperkirakan cashflow KCIC itu hanya akan bertahan sampai September tahun ini,” papar Toriq dalam keterangan persnya belum lama ini.
- Baca Juga: Rp 3,2 Triliun Subsidi Pemerintah untuk Kereta Api Tahun 2022
- Baca Juga: Jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung Ditargetkan Selesai 2022
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini sependapat dengan Direktur Utama PT KAI bahwa masalah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ini bermula dari kontraktor. Kemudian pada 2019 proyek ini terhambat karena pembebasan tanah.
“Saya berpendapat investor China juga berpikir hal yang sama. Terjadi molornya jadwal dan overrun cost diakibatkan oleh kontraktor yang tidak cakap dan mafia tanah. Tidak heran jika China meminta pemerintah Indonesia menanggung biaya pembengkakannya,” jelas Toriq.
Dalam kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih di bawah target, harusnya pemerintah lebih waspada. Toriq meminta pemerintah harus lebih cerdas dalam menempatkan anggaran belanjanya. Jangan lagi dana APBN digunakan untuk proyek ini.
- Baca Juga: Jalur KA Maros-Barru di Sulawesi Selatan Ditargetkan Beroperasi Oktober 2022
- Baca Juga: KA Bogor-Sukabumi Beroperasi Kembali Akhir Pekan Pertama April 2022
“China yang berstatus ekonomi terbesar kedua yang hanya mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi tahun ini 3,3 persen. Bukan berarti mereka dalam kondisi sulit. Buktinya Pemerintah China menambah anggaran pertahanan menjadi USD230,16 miliar atau setara Rp3.315,24 triliun. Lebih besar dari total keseluruhan anggaran kita,” jelasnya.
Toriq berharap pemerintah menolak permintaan pihak China. Sebaliknya, risiko pembengkakan biaya proyek KCJB harus ditanggung oleh mereka.
“Strategi lainnya supaya dana APBN tidak digunakan, sebaiknya pemerintah mencari investor lain untuk proyek ini,” pungkas Toriq. []