Sultan HB X Mendambakan Tiap Kampus Memiliki Pusat Studi Jawa

Museum saat ini dinilai sebagai tempat tumpukan buku-buku lusuh dan berdebu
Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan HB X saat membuka acara Simposium Internasional bertajuk "Kajian Naskah-Naskah Jawa” dalam rangka memperingati 30 tahun Sri Sultan HB X bertakhta di Yogyakarta, Selasa (5/3). (Foto : Tagar/Ridwan Anshori)

Yogyakarta, (Tagar 5/3/2019) - Peristiwa Geger Sepehi 19-20 Juni 1812 di Keraton Yogyakarta atas penyerangan Inggris, membuat banyak naskah kuno milik Keraton raib. Sebagian masih tersimpan di British Library Inggris. Sebagian dikembalikan ke Keraton Yogyakarta, namun dalam bentuk digital.

Menurut sejarawan Prof. Djoko Suryo, pada saat peristiwa itu, lebih dari 7.000 naskah yang dibawa ke Inggris. Peristiwa itu terjadi saat pemerintahan Sultan HB II. Dokumen penting Kasultanan Yogyakarta nyaris tiada.

Dia mengatakan, naskah kuno adalah darah kehidupan sejarah yang dianggap sebagai representasi dari berbagai sumber lokal yang paling otoritatif. Naskah kuno juga otentik dalam memberikan informasi dan tafsir sejarah pada masa tertentu.

Menurut dia, naskah kuno merupakan warisan budaya bangsa, yang kandungan isinya mencerminkan beragam pemikiran, pengetahuan, adat-istiadat dan perilaku masyarakat masa lalu.

Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY Sri Sultan HB X mengatakan, dari ribuan naskah kuno milik Keraton Yogyakarta itu, sebagian sudah ditemukan. Sebagian sudah dikembalikan, termasuk British Library yang bersedia  mengembalikan 75 naskah kuno dalam bentuk digital serta 21 mikrofilm pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Baca juga: 207 Tahun Disimpan Inggris, Naskah Kuno Keraton Yogyakarta Dipamerkan

Sultan HB mengungkapkan, ditemukannya naskah kuno membuktikan, sejak lama bangsa Indonesia memiliki budaya literasi yang kini dikaji melalui pendekatan filologi. Keraton Yogyakarta sudah menjalani tahap-tahap ini melalui kerjasama dengan berbagai pihak.

"Saya membayangkan, setiap universitas memiliki Fakultas Ilmu Budaya atau Pusat Studi Jawa, khususnya di bidang studi filologi dan sastra Jawa, arkeolog dan antropolog. Saya yakin manuskrip yang tersimpan di Kawedanan Widya Budaya dan Museum Sanabudaya bisa lebih cepat dipahami maknanya untuk kepentingan masa kini," kata Sri Sultan HB X saat membuka Simposium Internasional bertajuk Kajian Naskah-Naskah Jawdi Yogyakarta, Selasa (5/3).

Sultan HB X mengungkapkan, naskah-naskah kuno identik dengan museum. Sejak memasuki sekolah, anak-anak sudah familiar dengan kata 'museum'. Namun, keakraban dengan kosakata itu tidak berbanding lurus dengan minat kunjungannya, apalagi mengkaji lebih dalam.

Raja yang sudah  bertakhta selama 30 tahun ini mengungkapkan, museum terkesan sebagai tempat tumpukan buku-buku lusuh dan berdebu. "Kaum milenial lebih memilih bercengkerama di mall atau kafe," imbuhnya.

Padahal museum memiliki multi fungsi. Museum sebagai pusat dokumentasi dan penelitian ilmiah, penyaluran ilmu, penikmatan seni, perkenalan budaya, obyek wisata, media pendidikan Iptek dan seni, suaka alam dan budaya, cermin sejarah, serta sarana bertaqwa kepada Tuhan.

Namun, kata dia, pentingnya fungsi museum, tidak akan terwujud jika tidak terdukung oleh pembaharuan penampilannya. Perlu strategi mediasi dan sosialisasi dengan menyesuaikan karakteristik pengunjung. Misalnya, pameran tematik untuk daya tarik museum sebagai destinasi wisata edukasi.

Selain itu, perlu menggelar berbagai kegiatan menarik, seperti pentas seni, seminar, konferensi sampai pertunjukan musik remaja yang berpusat di museum. "Agenda kegiatan ini harus sinambung sepanjang tahun, tidak hanya temporer dan musiman," tegasnya.

Sultan berpendapat, budaya Jawa penuh aroma romantis, mistis, dan filosofis. Tidak ada habisnya orang membicarakan budaya Jawa, terutama aspek-aspek falsafah hidup Jawa. "Budaya Jawa sarat falsafah hidup melalui karya susastra yang memuat ilmu pengetahuan, kawruh, ajaran, piwulang, dan petuah berharga dan pitutur luhur," ujarnya.

Menurut Sultan, budaya Jawa kandungan maknanya tidak kalah mutunya dengan filsafat yang bersumber dari Yunani atau Tiongkok kuno.Sadar atau tidak, banyak hal dalam filosofi Jawa yang masih memiliki denyut aktualitas. Tak semua falsafah hidup Jawa usang, tetapi jika direaktualisasi akan semakin ada kejelasan maknanya yang kontekstual.

Sultan HB X menegaskan, digitalisasi naskah-naskah Jawa adalah keniscayaan, agar terbaca dan dikenal oleh generasi milenial. "Sebab, bangsa yang tidak mengenal budaya dan sejarahnya sendiri adalah bangsa yang tanpa jiwa," ungkapnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.