Sujiwo Tejo, Menjadikan Kata Sebagai Bunyi Musik

Tanpa harus tahu arti, bahasa dan kata juga bekerja secara estetis dalam batin manusia. - Sudjiwo Tejo
Sudjiwo Tejo. (Foto: Instagram/Sudjiwo Tejo)

Jakarta, (Tagar 21/1/2019) - Agus Hadi Sudjiwo, seorang dalang wayang kulit kelahiran Jember, 31 Agustus, 55 tahun lalu ini lebih dikenal dengan panggilan Sudjiwo Tejo. Nama ini merupakan sebuah nama panggung yang ia bentuk sebagai penghormatan kepada ayahnya yang juga seorang dalang wayang kulit, Sutedjo.

Selain aktif di dunia pewayangan, tak banyak orang tahu kalau ayah dari Rembulan Randu Dahlia, Kennya Rizky Rinonce dan Jagad ini juga merupakan seorang pemusik andal. Selain menguasai saksofon dan gitar, seniman nyeleneh ini amat pandai menggubah dan menyanyikan lagu.

Album musik perdananya dirilis pada tahun 1998, bertajuk Pada Suatu Ketika. Untuk album ini, ia menggandeng banyak sekali maestro musik dalam proses kreatif dan produksi. Salah satunya adalah gitaris beraliran jazz Tohpati yang mengisi gitar pada nomor Anyam-anyaman Nyaman dan Goro-goro.

Album tersebut mendapat apresiasi luar biasa dari kalangan pecinta dan pengamat musik. Klip Video dari single berjudul sama dari album tersebut bahkan sempat mendapat penghargaan dari MTV Asia.

"Video klip lagu Pada Suatu Ketika digarap oleh Riri Riza dan Mira Lesmana, dan langsung dinyatakan sebagai klip terbaik di Indonesia saat itu, setahun kemudian masuk kategori Most Wanted juga di MTV," kenang Sudjiwo di website pribadinya.

Sampai pengujung tahun 2017, setidaknya Mbah Jiwo, panggilan akrabnya, sudah merilis 6 album penuh, dan beberapa single seperti Jancuk, Semacam Riang, dan Sugih Tanpo Bondo. 

Ia juga tercatat pernah menggelar konser tunggal bertajuk Mahacinta Rahwana pada tahun 2013 di Taman Ismail Marzuki. 

Konser tunggal tersebut digelar selama dua hari berturut-turut, dan melibatkan banyak musisi dari berbagai kalangan usia dan aliran musik seperti Bintang Indiarto, Glenn Fredly, Anji, Sruti Respati dan Putri Ayu.

Musikalitas Sudjiwo Tejo termasuk yang memberi dampak cukup baik dalam pelestarian musik etnik lokal Indonesia. Dalam album-album musiknya, Mbah Tejo selalu memadukan unsur khas indonesia, seperti bunyi-bunyian alat musik Jawa, Sumatera, bahasa Jawa, memasukkan unsur keroncong, cengkok Madura.

Selain ciri khas unsur etnik lokal, Sudjiwo Tejo juga menyebut dirinya sendiri sebagai pemusik kata. Oleh karenanya, banyak dalam lagu-lagunya, ia selalu lebih terdengar meracau ketimbang menyanyi. Namun anehnya, rangkaian kata yang seolah tak beraturan tersebut justru mencipta nada-nada dan syair-syair yang menggetarkan.

"Bahasa tidak sebatas soal arti, arti dalam bahasa dan kata hanya bekerja di dalam logika dan imajinasi manusia. Selain itu, bahasa dan kata sesungguhnya adalah bunyi, musikal. Dengan begitu, tanpa harus tahu arti, bahasa dan kata juga bekerja secara estetis dalam batin manusia," demikian penjelasan Sudjiwo Tejo dalam akun Twitternya. []

Berita terkait
WS Rendra Bakal Hidup Kembali Lewat Panembahan Reso
Sejumlah seniman dan pelaku seni berusaha menghidupkan lagi semangat WS Rendra melalui pementasan ulang teater Panembahan Reso.
Slamet Rahardjo, Main Teater Seperti Pulang Kampung
Slamet akan tampil dalam pementasan Teater Koma berlakon Goro-Goro: Mahabarata 2 arahan sutradara Nano Riantiarno.
Teater Koma Pentaskan Lakon JJ Sampah-Sampah Kota
Teater Koma kembali dengan produksi terbarunya berjudul J.J Sampah-Sampah Kota pada 8-17 November 2019.
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara