Sri Mulyani Ungkap Penyebab Terjadinya Krisis Moneter 1997-1998

Saat kriris ini menyebar, terjadi penurunan nilai mata uang, bursa saham dan nilai aset di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang.
Menkeu Sri Mulyani Indrawati (Foto: setkab.go.id/Dokumentasi Humas Setkab)

Jakarta - Krisis finasial Asia atau kriris  moneter pernah menerpa hampir seluruh negara Asia Timur pada Juli 1997-1998 dan menimbulkan kepanikan bahkan ekonomi dunia akan runtuh akibat penularan keuangan. Krisis keuangan terjadi akibat kebijakan makro ekonomi yang diambil oleh negara-negara ASEAN keliru.

Saat krisis ini menyebar, nilai mata uang di sebagian besar Asia Tenggara dan Jepang ikut turun, bursa saham dan nilai aset lainnya jatuh, dan utang swastanya naik drastis.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, bagaimana kondisi krisis moneter bisa terjadi.

Pada saat itu negara-negara ASEAN relatif maju dan selama beberapa dekade menunjukkan ekonomi yang bagus pertumbuhannya, karena negara-negara di bagian itu industrialisasi berorientasi ekspornya cukup kompetitif.

"Sehingga dia selalu bisa mendapatkan devisa dari ekspornya. Namun waktu itu sebagian dari sisi fundamental ekonomi sudah cukup kompetitif namun makro kebijakan itu ditopang terutama dari sisi moneter adalah kebijakan nilai tukar yang fix. Atau nilai tukar tetap sehingga dolar terus menerus tetap," kata Sri Mulyani dalam acara peluncuran Buku 25 Tahun Kontan : Melintasi 3 Krisis Multidimensi," yang berlangsung Minggu, 24 Oktober 2021. 

Wanita yang akrab disapa Ani itu melanjutkan, krisis moneter di trigger karena fenomena current account deficit (CAD) di negara-negara Asia Timur termasuk Korea Selatan. Ini terjadi karena hal itu berhubungan dengan capital account langsung.

"Jadi capital flow nya bebas tetapi nilai tukarnya fix dan kemudian terjadilah CAD. Di mana CAD itu mencapai level yang disebut biasanya 3 persen sebagai trigger dianggap negara itu mungkin tidak sustainable," jelasnya.

Sustainable itu sendiri dilihat dari sisi apakah kebijakan diambil negara-negara konsisten. Sehingga kemudian munculnya fenomena yang mendapatkan keuntungan besar dari nilai tukar yang dia ambil dari negara yang nilai tukarnya tidak sustainable. Sehingga nilai tukarnya rugi tidak bisa dipertahankan, akibat CAD semakin mengalami penurunan.

"Hal itulah yang membuat nilai tukarnya mengalami koreksi yang koreksinya mendalam, trigger-nya terjadi dominonya efek. Jadi kalau kita lihat krisis pertama adalah krisis yang ditrigger oleh neraca pembayaran karena rezim nilai tukar yang fix," ungkapnya.

Seiring dengan perubahan kondisi ini, terjadi domino efek kepada perusahaan-perusahaan dan perbankan di negara-negara luar termasuk Indonesia. Sebab, jika perusahaan atau perbankan meminjam dalam bentuk dolar di luar negeri karena nilai tukarnya murah, begitu nilai tukarnya dikoreksi dari Rp2.500 menjadi Rp5.000, menjadi Rp7.500, menjadi Rp10.000 bahkan jadi Rp17.000 maka akan berdampak kepada kondisi keuangan

"Kalau utang kita berlipat ganda walaupun tadi utangnya sama tetapi nilai tukar berubah maka penerimaan ada yang dalam bentuk rupiah menjadi tidak bisa mampu untuk membayarnya kembali," jelas dia.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu melihat krisis pertama terjadi pada saat itu karena nilai tukar yang fix. Semua perusahaan bank dan korporasi besar sebelumnya mereka pinjam, maka terkena lebih dulu.

"Maka krisis pertama itu ditandai dengan tidak hanya di sektor riil tetapi sektor perbankan. Negara itu sistem keuangan yang pasti terkena secara langsung makanya yang terjadi adalah krisis moneter disebutnya Jadi ini krisis pertama penyebabnya sangat spesifik," katanya.  []


Baca Juga:



#Asuransi






Berita terkait
Menkeu Sri Mulyani Akui Birokrasi RI Sangat Kolot
Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara harus beradaptasi dengan tekonologi baik sektor internal maupun internal.
Sambut PON XX, Sri Mulyani Beberkan Anggaran Sejak 2018
Pekan Olahraga Nasional (PON) XX telah resmi dibuka di Stadion Lukas Enembe, Jayapura. Menkeu Sri Mulyani beberkan anggaran sejak tahun 2018.
Takjub! Harta Kekayaan Sri Mulyani Mencapai Rp 53 Miliar
Berdasarkan dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periode 2020 harta kekayaan Sri Mulyani naik. Berikut rinciannya.