Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam rapat kerja (raker) bersama DPR RI, Senin, 5 Oktober 2020 menegaskan, pemerintah harus menjaga keseimbangan antara kesehatan dan ekonomi di masa pandemi karena keduanya berimplikasi terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Ini merupakan sesuatu yang harus kita jaga keseimbangan antara kesehatan dengan menjaga ekonomi dan mengembalikan kesejahteraan rakyat,” kata wanita yang akrab disapa Ani ini.
Menurut Sri Mulyani, menyeimbangkan aspek ekonomi dan kesehatan memang tugas yang sangat sulit tetapi dapat dicapai jika seluruh elemen bangsa memiliki kepedulian untuk bekerja sama. “Masalah Covid-19 tidak merupakan masalah keuangan tapi masalah kesehatan. Ini adalah masalah yang berhubungan dengan kepedulian kepada kita semua,” sambung Menkeu.
Menkeu melanjutkan, untuk sektor ekonomi, sudah mulai terlihat adanya tren pembalikan pada kuartal III setelah pada kuartal-kuartal sebelumnya terjadi tekanan cukup dalam. Sri Mulyani memprediksi, kuartal III masih akan berada di zona negatif namun lebih baik dibanding pertumbuhan kuartal II yang terkontraksi hingga 5,32 persen.
“Pertumbuhan kuartal I di 3 persen, kuartal II minus 5,3 persen, dan kuartal III kita prediksi mungkin masih akan negatif meskipun jauh lebih baik dari pada kuartal II,” katanya Menkeu.
Ini merupakan sesuatu yang harus kita jaga keseimbangan antara kesehatan dengan menjaga ekonomi dan mengembalikan kesejahteraan rakya.
Pemulihan di bidang ekonomi maupun kesehatan membutuhkan stimulus fiskal yang sangat besar hingga menyebabkan defisit APBN tahun ini diperkirakan sebesar 6,34 persen. “Dalam konteks ini kita akan mengatakan bahwa seluruh dunia yang mengalami shock yang luar biasa kemudian mereka menggunakan fiskal sebagai countercyclical dan itu menyebabkan defisit yang cukup besar,” kata Menkeu.
- Baca Juga : Gagal Tagih Pajak, Sri Mulyani hanya Dimanfaatkan Jokowi
- Baca Juga : Resesi: Sri Mulyani Bilang Begini, Rizal Ramli Bilang Begitu
Stimulus fiskal tersebut, juga dilakukan oleh berbagai negara termasuk Inggris, Spanyol, Perancis, dan Jerman yang mencapai 10 persen dari PDB sehingga membuat kontraksi ekonomi mencapai dua digit.[]