Sri Handayani, Pekerja yang Peduli Buruh Indonesia

Peringatan Hari Buruh selalu bergema tahun ke tahun. Sebagai pekerja, penting baginya untuk turun merayakannya.
Tuntutan para buruh di hari buruh internasional. (Foto: Tagar/Gemilang Isromi Nuari)

Jakarta - Peringatan Hari Buruh atau May Day selalu bergema tahun ke tahun. Mereka masih menyuarakan tuntutan buruh yang dirasa belum terpenuhi. Salah satu peserta yang turut memperingatinya adalah Sri Handayani. Sebagai pekerja, penting baginya untuk turun merayakan Hari Buruh.

"Dulu kita bekerja 20 jam, kita tadi tidak dihitung lembur, sehingga buruh memperjuangkan untuk bekerja layak. Itu delapan jam untuk bekerja, delapan jam untuk sosialisasi dengan keluarga dan tetangga, dan delapan jam untuk istirahat," tuturnya kepada Tagar di Tennis Indoor Senayan, Jakarta, pada Rabu 1 Mei 2019.

Sri Handayani, sudah bekerja selama 22 tahun di perusahaan otomotif. Namun, merasa gaji dan tunjangannya belum cukup membuat keluarganya sejahtera. Bagaimana tidak, katanya tiap kenaikan gaji selalu diiringi kenaikan harga kebutuhan pokok. Akibatnya Sri merasa kebingungan untuk mencari biaya pendidikan bagi tiga orang anaknya.

Saya bekerja mulai tahun 1997 sampai 2019 berarti 22 tahun ya, tapi setiap kenaikan gaji diimbangi dengan kenaikan harga sembako jadi ini gimana cara menyekolahkan anak. 

"Kami yang punya anak tiga itu akan kesusahan untuk menyekolahkan anak anak," sambungnya.

Menurutnya, memperingati Hari Buruh turut menyuarakan suaranya untuk mencabut PP 78/ 2015 agar menaikan Kebutuhan Hidup Layak (KHL), menurunkan tarif dasar listrik, maupun harga sembako yang selama ini memberatkan buruh.

"Turunkan tarif dasar listrik karena dalam kepemimpinan Jokowi kita naik listrik sampai enam bahkan sampai delapan kali. Sembako naik terus, kenapa kalau gaji naik sembako naik jadi sama saja, kita daya belinya itu akan berkurang," urai dia.

Di samping  yang dirangkum dalam Sepuluh Tuntutan Rakyat (Sepultura) Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Sri mengeluhkan aturan buruh wanita di perusahaan. Selama ini, hak cuti bagi wanita yang mengalami sakit menstruasi dipertanyakannya.

"Jadi buruh sendiri selama ini, kita merasa di perusahaan untuk perempuan sendiri masih banyak perempuan mengambil haid itu dipersulit," beber Sri 

Kebijakan yang disorot Ketua Pimpinan Pusat Federasi Serikat Metal Indonesia (FSPMI) Jakarta ini dikatakannya banyak dialami karyawan kontrak. Sri berharap cuti haid diperoleh buruh wanita maksimal dua hari ketika menstruasi dialami. Permintaannya, lanjut dia, telah sesuai dengan Undang-undang ketenagakerjaan.

"Terutama karyawan kontrak, kehadiran harus menyertakan surat dokter. Cuti haid sendiri, kita menginginkan untuk perempuan dalam hari pertama dan kedua secara otomatis mendapatkan cuti haid, karena karena telah diatur dalam pasal Undang-undang ketenagakerjaan," tandasnya.

Baca juga:

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.