Sosok Tanpa Wajah Menemaniku di Leko Lappang Gowa

Qi, seorang gadis berusia 24 tahun pernah mengalami kejadian mistis saat mendaki Leko Lappang, Kabupaten Gowa. Dia menemui sosok tak berwajah.
Qi dan kawan-kawan sewaktu di puncak Leko Lappang, Kabupaten Gowa. (Foto: Tagar/Dok Qi)

Gowa – Qi, gadis berusia 24 tahun itu duduk di atas tanah. Malam cukup gelap meski baru memasuki sepertiga pertamanya. Sekitar pukul 20.00 Wita saat itu. Gerimis pun perlahan menetes dari langit.

Gadis asal Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar) itu duduk di tempat itu karena dia kehilangan jejak rekan-rekannya sesama pendaki di Leko Lappang, Kabupaten Gowa.

Sekitar dua meter dari tempatnya duduk. Matanya samar-sama menangkap sesuatu yang bergerak.

Sesuatu yang menyerupai bentuk dari dirinya. Duduk dengan gaya dan pose yang sama tepat di depannya. Qi menggosok-gosok mata untuk memastikan pandangannya. Semakin dipelototi semaki jelas, ada mahluk itu di hadapannya. Tapi, makhluk itu berwajah rata.

Yang sepintas kulihat itu hanya ada kulit, tanpa wajah tapi bentuk dan posisinya seperti meniruku. 

"Saya menengok ke kanan dia juga, saya menengadah ke langit dia juga, mau bilang ilusi tapi kurasa waktu itu saya sadar, saking sadarnya saya takut. Mau teriak tapi takutnya mahluk itu juga teriak, saya tidak menahan diri cukup lama waktu itu," kata Qi mengisahkan pengalaman mistisnya.

Tak Butuh Alasan Mendaki

Sewaktu kuliah di Kota Makassar, Qi tergabung dalam salah satu organisasi pencinta alam di kampus tempatnya kuliah.

Kata Qi, tak ada alasan khusus mengapa ia suka mendaki. Sejak bersekolah di sekolah dasar ia memang menyenangi aktivitas outdoor atau bermain di alam bersama kawanannya. Ia merasa begitu bahagia saat bisa berdiri di ketinggian, bernaung di bawah langit.

Atau berlindung di bawah pepohonan yang setinggi 20 meter. Tak peduli seberapa jauh ia harus berjalan dan seberapa tinggi ia harus mendaki. Berada di antara balutan hijau gunung serta biru langit adalah kesenangan yang tak tertakar baginya.

Cerita Sosok tak Berwajah (2)Qi, salah satu pendaki wanita di Sulsel yang pernah mengalami kejadian mistis di pegunungan. (Foto: Tagar/Dok Qi)

Namun, bukan sekadar dingin malam yang menusuk tulang. Lelahnya tubuh karena pendakian. Atau jauhnya sumber air saat berada di puncak yang dia pernah rasakan. Dia juga mengalami kejadian yang lain, yang melibatkan para penghuni alam gaib.

Mereka yang juga turut menjadi bagian dari penghuni hutan-hutan dan gunung. Sehingga tak heran jika kadang ia turut 'menyambut' pengunjung dengan berbagai cara.

Waktu itu di akhir tahun 2013, Qi mengikuti salah satu jenjang pendidikan dalam organisasinya, yakni pendidikan lanjutan di bidang gunung hutan.

Waktu itu hujan sedang deras-derasnya, hutan menjadi semakin lembap dan selalu basah. Sepi dan kabut semakin seram terasa.

Qi dan rombongan mendaki salah satu gunung yang memang tidak terlalu tinggi, tetapi cukup jauh masuk ke hutan. Beberapa belas kilometer dari kampung terakhir. Orang menyebut tempat tersebut dengan nama Leko' Lappang.

Sebagian orang mengenal spot mendaki ini dengan sensasi misterinya. Bahkan ada yang mengatakan jika Leko' Lappang adalah sebuah perkampungan gaib yang banyak dihuni jin jahil.

Saat perjalanan menuju puncak Leko' Lappang, Qi terpisah dari rombongan. Rombongannya yang seangkatan berjalan jauh di depan. Sedang dua orang senior berjalan jauh di belakang. Entah berapa meter jarak antar mereka, yang pasti Qi tengah berada di hutan belantara, sendiri.

Bingung, sepi, sendiri dan panik mulai menyerangnya. Sebisa mungkin ia menghibur diri. Hari semakin gelap. Tak satupun rombongan ditemuinya. Ia terus berjalan, semakin jauh semakin menanjak dan semakin tenggelam dalam gulita hutan. Buruknya lagi, ia berjalan sendiri tanpa bekal. Ranselnya ia titip pada rombongan terakhir karena fisiknya yang melemah sejak siang. Lapar juga mulai mengancam.

Gelap melipat bayangannya yang samar-samar terpantul di jalur dan pepohonan. Beruntung malam itu bulan sesekali tersenyum dan menyinarinya. Qi harus menyatukan kepingan semangat yang berserakan. Sebelum ketakutan merajai dirinya. Ia harus menang, bukan melawan alam tapi dirinya sendiri.

Pegal yang terasa di betis dan ngilu di persendiannya sedikit terobati. Seiring tanah landai yang tak lebih dari 3x3 meter persegi terhampar di depannya. Matanya yang sipit semakin dipicingkan untuk memastikan apa yang ia saksikan. Tanah landai dan sebatang kayu dari pohon yang tumbang. Ia bersyukur dan dengan sisa-sisa tenaganya menyeret kaki menuju sisi pohon tumbang tersebut. Nyaman sekali duduk dan beristirahat di sana.

"Untuk sementara ketakutanku hilang, saya duduk sambil menunggu rombongan yang akan lewat tapi sepertinya sia-sia, di sana hanya ada saya sendiri," kata Qi

Setelah duduk beberapa lama dan tak ada tanda-tanda kehidupan atau langkah susulan, ia berniat melanjutkan perjalanan. Namun sekali lagi ia diberi tantangan. Di sekitara itu hanyalah punggungan gunung terjal.

Dua Jalur

Jika ingin melanjutkan pendakian ada dua altermatif jalur yang masing-masing memiliki stringline atau penanda. Qi tak ingin berlama-lama diam lalu menunggu dirinya menggigil di sana. Ia memutuskan untuk jalan di jalur kanan. Meski tak tahu kemana arah itu membawanya.

Qi berjalan dan terus berjalan mengikuti jalur tadi, jalan sempit dan tanpa penerangan. Ia berjalan sampai perlahan stringline itu menghilang. Tak ada lagi tali penanda terikat di ranting ataupun jejak lain di sana. Juga semak belukar terlihat sulit dilalui. Bagaimana mungkin ada yang lewat di jalur tersebut.

Ilustrasi HutanIlustrasi hutan. (Foto: Tagar/Fitriani Aulia Rizka)

Qi kemudian berbalik arah. Kembali berjalan menuju tanah landai tadi. Pikirnya, ia mungkin salah jalur dan mesti berjalan di jalur yang lain.

Setengah jam lamanya ia kemudian sampai di lokasi yang ia maksud. Masih sepi, tak ada tanda-tanda ada orang atau rombongan yang berlalu lalang. Perlahan gerimis turun. Ia melirik arloji di lengannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 20.00 Wita.

Cukup lama ia berada di sana. Qi yang berjalan terpisah sejak sore. Memasuki magrib ia menemukan pos dengan tanah landai itu. Tak disangka, hingga dua jam setelahnya ia masih berputar di sekitar sana. Tak ada waktu untuk berbingung-bingung, pikir Qi. Hujan mulan turun, dingin semakin menyelimuti. Qi masuk ke jalur kiri di hadapannya.

Langkahnya semakin pelan, namun ia tak mungkin berhenti dan menyerah di sana. Putus asa bukan sifat Qi. Ia menelusuri jalur gelap itu seperti tanpa ujung. Entah sampai mana, tapi ia takkan berhenti berjalan. Baru saja ia memberi semangat pada diri dan batinnya, namun terhenti ketika jalur terputus jurang di depan. Qi berjalan mundur perlahan. Ingin berlari, ia tak lagi kuat.

Sudut mata Qi sedikit basah. Entah karena kantuk yang tertahan, atau lelah yang tak terukur lagi. Atau mungkin karena ketakutan yang mulai menggerogoti. Langkah Qi yang gontai berayun di bawah pucuk-pucuk pepohonan. Sesekali ia tersandung kayu dan bebatuan. 

Tangan kanannya siap menyeka jika ada aliran air mengalir ke pipi. Tangan kiri berayun menjadi pengimbang berat tubuh. Sampai ia lega setelah melihat tanah landai tujuannya kembali.

"Kukira malam itu saya benar-benar akan berakhir. Bahkan ketika kembali ke titik yang tadi, ternyata belum ada sama sekali rombongan yang nampak. Ingin teriak, suaraku tercekat. Malam itu saya kembali mendekat batang pohon tumbang. Duduk menunduk dan memeluk lutut, saya mulai takut," kata perempuan yang menyenangi musik Hip Hop, Slow Rock dan R&B ini.

Air hujan yang sedari tadi membasahi perlahan berkurang. Ia mendongakkan kepala. Hampa, yang dilihatnya adalah langit gelap, tanpa bintang dan siluet pucuk pepohonan yang menyeramkan. Angin bergemuruh, dedaunan berbisik. Sayup-sayup terdengar seperti suara tawa, menertawai ketakutan dan kesendirian Qi. Dalam gelap itulah dia melihat sosok tanpa wajah tadi.

Bukan 5 atau 10 menit. Qi merasa ketakutan di posisi itu, tetapi hingga nyaris setengah jam. Ia mematung, meminimalisir gerakan tubuhnya. Karena sesekali mencuri pandang ke arah mahluk di hadapannya. Mahluk yang mengikuti setiap gerakannya. Sampai lama kelamaan, Qi merasa semakin tak nyaman. Mahluk itu perlahan bergerak keluar dari bawah daun rimbun yang gelap. Semakin dekat, semakin dekat dan semakin nyata.

"Saya menutup mata, takut dan seseorang memanggilku, menyebut namaku, saya tidak berani membuka mata sampai kemudian saya kenal suara itu adalah kakak senior yang sejak tadi kutunggu, saya lega, saya selamat," ujar Qi.

Bukan hanya kakak senior dari rombongan terakhir. Teman-temanku yang jalan di rombongan depan menyembul dari jalur pendakian yang ada di hadapanku. Jalur yang aneh, berjam-jam sebelumnya terdapat dua, kiri dan kanan. Kini hanya ada satu.

"Saya bingung, saya nangis, kenapa tadi saya melihat dua jalur dan sekarang ternyata cuma ada satu, kenapa tadi ada mahluk itu dan sekarang dia hilang, apa yang sebenarnya saya alami," katanya

Qi dituntun teman-temanya melanjutkan perjalanan menuju lokasi kemah. Yang ternyata berjarak sangat dekat dari lokasinya tadi. Tak butuh waktu 10 menit. Sangat ramai, tenda-tenda dan api unggun menjadi pemandangan damai malam itu. Tapi Qi masih terisak.

"Saya tak berani mengatakan semua yang kualami saat itu, dan sepertinya teman-teman mengerti saya mengalami syok. Saya diam dan tak pernah ingin mengungkapnya pada siapapun, bersyukur pengalaman itu tidak membuatku trauma saya masih menikmati pendakian sampai saat ini," kata Qi mengakhiri ceritanya.[]

Berita terkait
Ahli Racik Tembakau di Dataran Tinggi Kabupaten Agam
Petani dan perkebunan tembakau di Kecamatan Palembayan, Kecamatan Agam, Sumatera Barat, dinilai memiliki potensi agrowisata.
Transaksi Unik Subuh di Onan Tarutung Tapanuli Utara
Ada cara unik dalam transaksi jual beli kain tenun ulos khas Batak, di Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara, yakni dilakukan pada dini hari.
Marsel Pergi Membawa Asa Pulang Tinggal Jenazah
Niat ingin memperbaiki ekonomi keluarga di kampung, Marsel nekat merantau ke Makassar, namun nahas dia pulang tinggal nama.
0
Melihat Epiknya Momen Malam HUT DKI Jakarta Lewat Lensa Galaxy S22 Series 5G
Selain hadir ke kegiatan-kegiatan yang termasuk ke dalam agenda perayaan HUT DKI Jakarta, kamu juga bisa merayakannya dengan jalan-jalan.