Slamet Jumiarto, Ditolak Berdomisili Karena Non-Muslim?

Slamet Jumiarto merupakan pelukis ber-KTP Kota Yogyakarta.
Slamet Jumiarto. (Foto: Capture video Facebook)

Yogyakarta, (Tagar 2/4/2019) - Slamet Jumiarto, pelukis ber-KTP Kota Yogyakarta itu tak tahu apa yang mesti dilakukan. Lewat  swavideo dia mencurahkan kesedihannya setelah ditolak tinggal di Dusun Karet RT 08, Kecamatan Pleret, Kabupaten Bantul. Alasannya simple, karena non-Muslim. 

Dalam video berdurasi 04.50 menit itu, Slamet mengatakan, penolakan dari warga dilatarbelakangi karena non-muslim, berbeda dari warga mayoritas yang ada di lingkungan itu. Penolakan disampaikan warga melalui Ketua Dusun dan RT setempat.

Slamet mengatakan, selama ini belum punya rumah sendiri meski sudah beranak istri. Selama ini hanya mengontrak rumah. Dan pada Sabtu (29/3) lalu, bersama istri dan anaknya mengontrak rumah di Dusun Karet RT 08 Pleret Bantul. Dia menyewa rumah milik Suroyo, seharga Rp 4 juta untuk satu tahun. "Hari Minggu (30/3) saya izin Ketua RT membawa berkas Kartu Keluarga dan KTP serta surat nikah," kata dia.

Namun, kata dia, Ketua Dukuh dan Ketua RT melarangnya bertempat tinggal di Dusun Karet. Di dusun tersebut ada aturan tertulis bagi warga pendatang yang tinggal harus beragama Islam. "Alasannya, karena saya non-Muslim," akunya.

Dalam aturan tertulis di dukuh tersebut antara lain, selain pendatang harus beragam Islam, juga ada aturan lain. Seperti wajib mengikuti adat yang berlaku seperti upacara adat, gotong royong, menjaga kebersihan dan keamanan. Selain itu, warga pendatang dikenai iuran Rp 1 juta untuk kas kampung atau RT setempat.

Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Nomor 03/POKGIAT/Krt/Plt/X/2015. Aturan tersebut merupakan kesepakatan warga setempat.

Baca juga: Rumah Mbah Linda Rusak Diterjang Longsor, 5 Hari Belum Tersentuh Bantuan

Slamet mengaku sudah dipertemukan dengan kepala desa, kepala dukuh dan ketua kampung. Namun warga tetap menolak. Ada aturan yang sudah dibuat RT, salah satunya isinya warga non-muslim tidak boleh tinggal di Dusun Karet.

Pertemuan dilanjut Senin (1/4) bersama kepala desa, kepala dukuh dan ketua kampung yang disaksikan Kapolres Bantul dan Kapolsek Pleret. Sesepuh kampung sebenarnya mengizinkan, namun warga tetap menolak.

Menurut dia, penolakannya diperhalus karena hanya mengizinkan tinggal di Dusun Karet hanya enam bulan. Sedangkan uang sewa kontrakan sudah dibayar lunas satu tahun. "Ketua kampungnya mewakili warga   mengizinkan saya hanya mengontrak enam bulan saja. Pemilik rumah mengembalikan sisa uang sewa 6 bulannya kepada saya," ungkapnya.

Di bagian lain, Ketua Dusun Karet Iswanto mengakui ada aturan tertulis tentang warga pendatang yang bertempat tinggal di Dusun Karet. Aturan tersebut merupakan kesepakatan warga sejak 2015 lalu. Aturan tersebut berlaku di pedukuhan saja, Kelurahan tidak mengetahui aturan tertulis tersebut.

"Namum karena sudah menjadi kesepakatan warga, kita sepakat menjalani aturan tersebut," kata dia.

Menurut dia, terkait permasalahan Slamet Jumiarto, sudah berakhir damai. Yang bersangkutan menerima keputusan seperti yang tertuang dalam aturan tertulis. "Pak Slamet menerima. Uang kontrakannya yang sudah dibayar dikembalikan oleh pemilik rumah," jelasnya.

Iswanto mengatakan, akan ada revisi seputar aturan tertulis tersebut. Tentunya dengan melibatkan warga setempat. "Aturan akan direvisi karena ada kata-kata yang kurang tepat," kata dia.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Bantul, Yasmuri mengatakan, larangan bagi non-muslim untuk tinggal tersebut merupakan kesepakatan Pokgiat  dengan berbagai pertimbangan. "Belum tentu pertimbangan aturan itu karena intoleransi," kata dia.

Namun, kata dia, jika aturan itu kemudian menghilangkan hak warga negara yang lain maka harus ada perbaikan atau revisi. "Terlebih lagi jika aturan tersebut bertentangan dengan aturan di atasnya," ungkapnya.

Yasmuri menyontohkan, ada alasan warga yang melarang non-muslim tinggal karena dikhawatirkan akan memelihara anjing. Maka aturannya, seharusnya tetap memperbolehkan warga non-muslim tinggal dengan catatan tidak memelihara anjing. Karena ada beberapa kampung yang tidak bisa menerima keberadaan anjing.

"Kami sangat menghargai langkah dan sikap Pak Slamet untuk bersedia pindah. Termasuk hasil mediasi yang menyebutkan bahwa aturan itu akan direvisi. Jangan kemudian asal dicap intoleran, karena harus didalami lagi termasuk latar belakang aturan itu," paparnya.

Menurut Yasmuri, selama ini, kehidupan beragama di Kecamatan Pleret sangat baik. Tidak kemudian memvonis warga Karet itu intoleran. Apalagi warga juga sudah bersedia merevisi aturan itu dengan difasilitasi pemerintah. "Saya juga siap membantu mencarikan alternatif tempat kontrak yang lain jika dibutuhkan," ujarnya.

Baca juga: Tempat Pembuangan di Yogyakarta Penuh, Darurat Sampah Hanya Teratasi Sementara

Berita terkait
0
LaNyalla Minta Pemerintah Serius Berantas Pungli
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, meminta pemerintah serius memberantas pungutan liar (pungli). Simak ulasannya berikut ini.