Rumah Mbah Linda Rusak Diterjang Longsor, 5 Hari Belum Tersentuh Bantuan

Dia sudah berpisah dengan suaminya. Sementara anaknya berdomisili di tempat lain.
Mbah Linda (54), warga RT 6, Dusun Banjarharjo 2, Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Jumat (22/3) terlihat mengais barang atau perabot yang tersisa setelah rumahnya tertimbun tanah longsor yang terjadi pada Minggu malam ( 17/3). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Bantul, (Tagar 22/3/2019) - Mbah Linda (50), warga RT 6, Dusun Banjarharjo 2, Muntuk, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, tinggal di rumah seorang diri. Dia sudah berpisah dengan suaminya. Sementara anaknya berdomisili di tempat lain.

Mbah Linda tidak takut meski tinggal sendirian di rumahnya meski lokasinya terpencil. Rumahnya di kelilingi sungai dan persawahan, di Lembah Pasoan Nglingseng, Kab Bantul, Yogyakarta.

Namun, pada Minggu (17/3) malam, nenek berusia 54 tahun ini benar-benar takut. Hujan deras, gemuruh angin, dan banjir besar menerjang rumahnya yang berukuran 35 meter persegi itu. Rumahnya rusak parah, rata dengan tanah. Hanya menyisakan tembok kamar mandi yang masih berdiri.

Sampai Jumat (22/3), rumahnya masih terbengkalai. Belum ada yang berubah, reruntuhan rumah Mbah Linda masih sama seperti sesaat setelah longsor menerjang. Belum ada bantuan dari pemerintah meski kejadian yang menimpa rumahnya sudah lima hari berlalu.

Mbah Linda terlihat mengais-ngais barang dan perabot yang masih tertimbun material rumah dan lumpur bercampur tanah. "Mencari sesuatu yang kira-kira masih bisa dimanfaatkan," kata Mbah Linda di sela-sela kesibukannya mengais barang di antara timbunan rumahnya, Jumat (22/3).

Saat kejadian, Mbah Linda tidak sempat menyelamatkan perabot. Hanya dokomen identitas yang dibawanya, KTP dan Kartu Keluarga (KK). "Semua perabot tertimbun. Saya hanya mengenakan pakaian yang saya pakai ini," ujarnya.

Mbah Linda menceritakan, beberapa menit sebelum kejadian, tepatnya Minggu (17/3) sore, debit air sungai yang berada di depan rumahnya mulai meluap. Dia berinisiatif mengambil cangkul. "Saya mencangkul membuat bendungan agar air tidak masuk rumah," kata dia.

Namun, usaha yang dilakukan nenek yang setiap harinya bertani dan menganyam bambu ini tidak membuahkan hasil. Debit air sungai terus membesar. Ditambah hujan yang terus mengguyur. Air akhirnya masuk rumahnya.

Anak Mbah Linda datang menjemput dan memaksanya meninggalkan rumah. "Mbok, ora usah gawa apa-apa, ndak ora iso metu. Ayo cepet metu mbok (Bu, tidak usah bawa apa-apa. Nanti malah tidak keluar rumah. Ayo cepat keluar Bu)," ujar Mbah Linda meniru perkataan anaknya.

Malam itu Mbah Linda bermalam di rumah anaknya yang berjarak sekitar 300 meter. Sampai larut malam Mbah Linda tidak bisa tidur, teringat rumahnya. "Malam itu saya mendengar suara gemuruh. Saya menduga ada longsor," ujarnya.

Mbah Linda pagi-pagi menengok rumahnya. Ternyata benar. Punggung Bukit Lampeng yang berada di atas rumahnya longsor.  "Saya benar-benar kaget, rumah saya sudah hancur tertimpa tanah longsor," katanya.

Punggung bukit yang longsor itu sepanjang 300 meter dan setinggi 50 meter. Beruntung Mbah Linda sudah mengungsi di rumah anaknya. Namun hanya KK dan KK yang dibawanya. "Semua barang, uang, perabot semua tertimbun tanah," sambungnya.

Mbah Linda menempati rumah yang tertimbun longsor itu sudah puluhan tahun lalu. Dia membangunnya bersama keluarga di atas tanah warisan orang tua. Setelah berpisah dengan suami,  Mbah Linda tinggal seorang diri.

Dia mengaku tidak keberatan direlokasi. Pasalnya dengan melihat kondisi ini,  rumahnya dipastikan tidak bisa dibangun kembali di lokasi yang sama. Dia sendiri juga kawatir suatu saat bukit yang ada di atas rumahnya kembali longsor. "Saya berharap pemerintah cepat membantu. Kemarin hanya ada dari PLN yang mencabut kabel listrik," kata dia.

Giyarto, warga Banjarharjo mengatakan, di lokasi yang sama pernah terjadi longsor, tepatnya saat badai Cempaka 2017 lalu. "Tanah longsor mengarah ke arah barat daya. Saat itu, rumah Mbah Linda terhindar dari material longsor," kata dia.

Pascalongsor badai Cempaka, pada retakan tanah sudah dipasang early warning sistem (EWS). Sehingga pada saat terjadi longsor pada Minggu (17/3) malam, warga pun tidak menyangka bakal terjadi longsor. Justru kali ini longsor yang terjadi pada titik yang sebelumnya tidak diprediksi longsor.

Giyarto mengakui, warga belum dapat melakukan pembersihan karena kondisi tanah masih labil. "Kami khawatir akan terjadi longsor susulan. Yang penting Mbah Linda aman dulu, ini tanahnya masih bisa bergerak," jelasnya.

Baca juga: 

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.