SKB 3 Menteri Larang Atribut Khas Agama di Sekolah Negeri

Pegiat HAM apresiasi keputusan pemerintah Indonesia larang sekolah mewajibkan siswa pakai atribut kekhususan agama
Ilustrasi: Kelompok HAM mengapresiasi kebijakan pemerintah untuk memberikan pilihan bagi murid dan tenaga pendidikan mengenai atribut kekhususan agama (Foto: abc.net.au/Indonesian - Reuters/Beawiharta)

Jakarta – Aktivis di Indonesia memuji keputusan pemerintah untuk melarang sekolah negeri mewajibkan siswa memakai atribut kekhususan agama. Hal ini dilakukan pemerintah setelah ada laporan siswa non-Muslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Bart, dipaksa memakai hijab.

Pada tanggal 3 Februari 2021 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, resmi menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri.

SKB tersebut salah satunya mengatur tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Bagi Peserta Didik, yang terdiri dari enam keputusan utama.

Salah satu keputusannya adalah bagaimana "peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara: Seragam dan atribut tanpa kekhususan agama [atau] seragam dan atribut dengan kekhususan agama".

SMK Negeri 2 PadangProses belajar mengajar di SMK Negeri 2 Padang, Sumbar. (Foto: Tagar/smk2padang.sch.id)

Keputusan ini merupakan wujud konkret komitmen pemerintah dalam menegakkan “Bhinneka Tunggal Ika”, membangun karakter toleransi di masyarakat dan menindak tegas praktik-praktik pada sektor pendidikan yang melanggar semangat kebangsaan tersebut.

Poin lainnya menyatakan jika "Pemda dan sekolah tidak boleh mewajibkan ataupun melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama".

Namun, kebijakan ini tidak berlaku di Aceh, "sesuai kekhususan Aceh berdasarkan ketentuan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh".

Menurut pernyataan Mendikbud Nadiem, keputusan ini berlaku untuk sekolah negeri di jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia.

"Kunci utama atau esensi dari SKB ini para murid dan guru dan tenaga kependidikan adalah yang berhak memilih. Menggunakan atribut keagamaan adalah keputusan individu, murid, guru dan orangtua bukan sekolah negeri," tegas Nadiem. Ia juga menekankan pelanggar keputusan ini dapat dikenakan sanksi.

1. Apa yang Memicu SKB 3 Menteri Ini?

Penandatanganan SKB 3 dilakukan beberapa pekan setelah berita yang melaporkan SMK N 2 Padang memaksa siswi non-Muslimnya untuk mengenakan hijab, yang kemudian menyebar di media sosial.

Dalam akun Facebook-nya, orangtua siswi yang bernama Elianu Hia tersebut menceritakan bagaimana ia dipanggil oleh pihak sekolah karena menolak aturan seragam sekolah itu.

Anaknya, Jeni Cahyani Hia, merupakan salah satu dari 46 siswa non-Muslim di sekolah itu, menurut laporan Tirto.

Tidak ada kesepakatan yang tercapai di antara pihak sekolah dan siswi, Elianu diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang menyatakan kesediaannya untuk melanjutkan perkara sambil menunggu keputusan pihak berwenang.

Menurut laporan CNN Rabu, 3 Februari 2021, Komnas HAM Sumatra Barat telah menawarkan mediasi untuk menyelesaikan kasus tersebut dan menunggu persetujuan dari kedua belah pihak.

Menteri Agama Indonesia, Yaqut Cholil Qoumas, mengatakan kasus yang terjadi di Sumatra Barat hanyalah "puncak gunung es" dari masalah yang sudah ada di Indonesia. "Jadi tidak ada dasar, tidak ada alasan kita bisa berlaku semena-mena kepada orang lain atas nama kebebasan beragama," jelasnya dalam konferensi pers hari Rabu lalu.

2. Bagaimana Tanggapan Kelompok HAM Mengenai SKB Tersebut?

Beka Ulung Hapsara, komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), menyatakan menyambut baik penandatanganan SKB 3 Menteri, seperti yang dikutip dari Tempo, 4 Februari 2021.

"Ini merupakan respon atas peristiwa di Padang dan langkah awal revisi terhadap kebijakan-kebijakan pemaksaan seragam di daerah lain. Komnas HAM mengapresiasi kebijakan SKB 3 Menteri tersebut," katanya.

Dalam pernyataan terpisah, ia mengatakan keputusan ini menghormati pilihan warga untuk mengekspresikan kepercayaan mereka.

"Tempat pendidikan adalah ruang untuk mengembangkan jiwa yang mandiri untuk dibebaskan dari diskriminasi, di mana kehormatan dibina," ujarnya.

Namun, menurutnya, banyak persoalan yang lebih besar yang harus menjadi perhatian, termasuk kurikulum yang mendorong peserta didik dan pendidik dalam menghormati keragaman dan kesetaraan sebagai prinsip dasar.

pelanggar skbIlustrasi: Pelanggar SKB 3 Menteri yang mengatur atribut kekhususan agama dapat dikenakan sanksi (Foto: abc.net.au/Indonesian - Reuters/Iggoy el Fitra)

"Lingkungan pendidikan juga harus 'dibenteng' oleh kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang diskriminatif atau berdasar pada mayoritarianisme/favoritisme," tuturnya pada Tempo.

Andreas Harsono, peneliti di Human Rights Watch mengatakan sekolah-sekolah di 20 provinsi Indonesia masih mewajibkan penggunaan atribut kekhususan agama, sehingga melihat keputusan ini sebagai langkah positif.

"Banyak sekolah negeri mewajibkan anak dan guru perempuan untuk mengenakan hijab, yang seringkali mendorong 'bullying', intimidasi, tekanan sosial, dan dalam beberapa kasus, pengunduran diri yang terpaksa," ungkapnya (Reuters dan sumber lain)/Natasya Salim/ abc.net.au/Indonesian.

Berita terkait
Wajib Jilbab bagi Siswi di Padang Warisan Wali Kota 2004 - 2014
Pemakaian jilbab diwajibkan bagi siswi muslimah di Kota Padang, Sumatera Barat, ternyata merupakan warisan Wali Kota Padang Fauzi Bahar.
Paksa Siswi Pakai Jilbab di Padang, Nadiem: Bentuk Intoleransi!
Mendikbud Nadiem Makarim menyebut aturan siswi diwajibkan memakai jilbab di SMK Negeri 2 Padang merupakan bentuk intoleransi.
Ternyata Ada 46 Siswi Dipaksa Berjilbab di SMKN 2 Padang
Dinas Pendidikan Sumatera Barat membentuk tim untuk melakukan investigasi terkait kasus dugaan pemaksaan siswi non-muslim memakai jilbab.
0
Jokowi Dorong Negara G7 untuk Investasi Sektor Energi Bersih di Indonesia
Presiden Jokowi ajak negara-negara G7 untuk berkontribusi memanfaatkan peluang investasi di sektor energi bersih di Indonesia