Sindrom Burnout Ancam Siswa di Tengah Pandemi

Sindrom burnout, menjadi ancaman bagi anak atau siswa di tengah pandemi Covid-19. Memaksa siswa untuk melakukan pembelajaran jarak jauh.
Siswa di Dusun Borno Desa Siporkas Kabupaten Simalungun saat belajar daring di atas pohon jengkol. (Foto: Tagar/Jonatan Nainggolan)

Medan - Sindrom burnout, menjadi ancaman bagi anak atau siswa di tengah pandemi Covid-19. Sebab pandemi ini memaksa anak atau siswa untuk melakukan pembelajaran jarak jauh.

Burnout merupakan kondisi di mana anak mengalami stres dan kelelahan, baik fisik maupun emosional karena beban belajar yang berlebihan.

Karenanya, Pemerintah Kota Medan diminta lebih aktif mengantisipasi ancaman sindrom burnout ketika anak mengikuti program pembelajaran jarak jauh.

"Salah satu tanda anak mengalami burnout, terlihat dari penurunan tampilan akademik bahkan gejala psikosomatis. Mereka tidak selalu ikut belajar dengan baik sekalipun memiliki akses,” jelas Psikolog Anak, Christina Hasibuan di Medan, Sabtu, 19 September 2020.

Christina mengatakan, tantangan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, tidak sekadar soal sarana belajar online seperti, ketersediaan laptop, handphone android dan kuota internet, tetapi juga soal metode, materi, dan pendampingan belajar.

Hasil survei Yayasan Gugah Nurani Indonesia (GNI) menemukan, tidak semua anak yang memiliki android dan kuota internet, aktif belajar setiap hari.

Dari 125 siswa yang memiliki handphone android dan kuota internet, hanya 29,60 persen yang setiap hari mengikuti pembelajaran.

Sedangkan sisanya 70,40 persen pernah absen beberapa kali. Survei GNI melibatkan 227 respoden yang berada di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang, Sumut.

Responden ini merupakan siswa yang mendapatkan sponsor dari GNI dari tingkat SD, SMP dan SMA.

Baca juga: Pemerintah Kucurkan Rp 12,1 Triliun untuk Pendidikan

Founder Lembaga Betshalam ini menambahkan, Pemko Medan perlu membangun sistem pendukung agar anak tidak absen dari pembelajaran jarak jauh.

"Dalam membangun sistem pendukung itu, pemko harus memperhatikan empat faktor penting, yaitu kurikulum, peran orang tua, interaksi guru siswa, dan konseling sebaya," ujarnya.

Kurikulum merupakan titik kritikal. Sekalipun Kemdikbud sudah tegas menyatakan, bahwa pembelajaran selama pandemi tidak menuntaskan kurikulum. 

Pandemi ini merupakan situasi darurat, sehingga dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk menghadapinya

Akan tetapi masih banyak guru yang kesulitan menterjemahkan kebijakan ini.

Tidak semua guru mampu memilih kompetensi dasar esensial untuk diajarkan kepada siswanya sendiri.

Ini yang membuat guru masih menggunakan buku teks kurikulum 2013 sebagai satu-satunya sumber belajar.

"Padahal selama pembelajaran jarak jauh, pembelajaran diharapkan bermakna, menyenangkan dan kontekstual agar siswa memiliki kecakapan hidup," ungkap master psikologi dari Universitas Padjajaran Bandung ini.

Baca juga: Nadiem Harus Terbitkan Kurikulum Pembelajaran Jarak Jauh

Lebih lanjut Christina mengatakan, adanya kepastian kurikulum yang tidak membebani siswa, dapat mengurangi beban belajar.

Saat ini Kemdikbud sudah meluncurkan kurikulum khusus yang fokus kepada kompetensi esensial, akan tetapi dalam pemanfaatannya tergantung kebijakan daerah.

"Sebaiknya penggunaan kurikulum diatur oleh Pemko Medan untuk mencegah kesenjangan mutu antar sekolah. Tidak semua sekolah punya sumber daya yang mumpuni, untuk menterjemahkan kurikulum ke dalam pembelajaran di masa pandemi," terangnya.

Selain itu, orang tua berperan signifikan saat berlangsungnya pembelajaran jarak jauh. Guru perlu membangun keaktifan komunikasi dengan orang tua.

"Transfer informasi dari guru kepada orang tua dapat menjadi jembatan penghubung yang sangat efektif, karena orang tua sangat mengenal karakteristik anaknya," katanya.

Baca juga: Mendikbud: Pembelajaran Jarak Jauh Bisa Permanen

Kemudian, Christina menekankan bahwa interaksi guru dan siswa tidak sebatas pada pemberian materi dan tugas-tugas.

Keterampilan konseling guru sangat diperlukan untuk mengidentifikasi siswa-siswi yang menunjukkan kesulitan belajar yang berlebihan, atau bahkan konflik dengan orang tua dan significant person lainnya.

Kualitas komunikasi guru berdampak luas pada capaian pembelajaran jarak jauh.

"Sebaiknya Pemko Medan memberikan pelatihan kepada guru, agar mampu melakukan asesmen atau identifikasi terhadap kebutuhan belajar anak. Pelatihan ini juga akan memperkuat kemampuan guru dalam melakukan konseling," jelasnya.

Sekali lagi, Christina menyarakan Pemko Medan membuat program konseling teman sebaya (peer counseling).

Konseling ini bisa membantu siswa menyalurkan kebutuhan emosinya. Ini dibutuhkan karena siswa cenderung silang curhat dengan teman sebayanya.

"Pandemi ini merupakan situasi darurat, sehingga dibutuhkan pendekatan yang berbeda untuk menghadapinya," tutupnya. []

Berita terkait
Upaya Kemenko PMK Turunkan Kesenjangan Pendidikan
Kemenko PMK berupaya meningkatkan komitmen dalam penurunan kesenjangan Indeks Pembangunan Pemuda (IPP) domain pendidikan antarprovinsi.
Deretan Paket Kuota Telkomsel untuk Pendidikan
Telkomsel mendukung program pembelajaran jarak jauh (PJJ) agar masyarakat khususnya guru dan pelajar bisa nyaman.
Nadiem Makarim Tak Tahu Kondisi Pendidikan Indonesia
Irma Suryani Chaniago menyebut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim tak pernah terjun langsung ke lapangan.