Jakarta - Tiga hari setelah kepulangan Rizieq Shihab dari Saudi Arabia, belum ada tanda-tanda yang mengarah pada penegakkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor PM.03.01/Menkes/338/2020 untuk mengkarantina pentolan Front Pembela Islam (FPI) tersebut.
Di mana dalam Permenkes tersebut berbunyi tentang Penanganan Kepulangan Warga Negara Indonesia (WNI) dan Kedatangan Warga Negara Asing (WNA) dari Luar Negeri di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (Soetta) dan Bandar Udara Juanda.
Harusnya ditegakkan Permenkes tersebut. Aturan itu dibuat untuk dilaksanakan. Bukan untuk dilanggar
Aturan tersebut mengatur bagi setiap WNI dan WNA yang baru tiba dari luar negeri harus menjalani karantina atau isolasi 14 hari di rumah atau tempat yang telah ditentukan oleh pemerintah.
Menyorot hal tersebut, pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan bahwa Pemerintah Pusat harus tegas terhadap segala aturan yang berlaku. Terlepas siapapun individunya, dalam hal ini Rizieq Shihab.
"Harusnya jika kita konsisten menegakkan aturan, siapapun terkena aturan," ujar Ujang kepada Tagar, Jumat 13 November 2020.
Seharusnya, lanjut Ujang, Aturan Permenkes menjadi acuan bagi Pemerintah, khususnya tim Satuan Gugus (Satgas) penanganan Covid-19 yang menjadi garda terdepan dalam meretas virus Corona.
"Harusnya ditegakkan Permenkes tersebut. Aturan itu dibuat untuk dilaksanakan. Bukan untuk dilanggar," kata Ujang.
Ujang menuturkan, sedikitnya ada dua kemungkinan yang menjadi faktor jika Rizieq Shihab memang dibiarkan untuk tidak dikarantina selama 14 hari sesuai Permenkes yang berlaku oleh Pemerintah maupun Satgas.
"Mungkin Satgas dan pemerintah tak berani mengingatkan HRS. Atau bisa juga membiarkan," tutur Ujang.
Direktur Indonesia Political Review (IPR) ini juga menyarankan agar Doni Monardo cs bersikap sesuai tugas yang diembannya. Tujuannya, kata Ujang, tak lain untuk melawan Covid-19 di dalam negeri.
"Idealnya, Satgas menyurati HRS untuk melakukan karantina mandiri. Demi menegakkan aturan dan demi mencegah penularan Covid-19," ucap Ujang.
Sementara, Direktur Kajian Politik Nasional (KPN) Adib Miftahul berpandangan bahwa kembalinya Rizieq Shihab ke Indonesia justru cukup membuat konstelasi politik kembali memanas. Pasalnya, kata dia, kelompok FPI mempunyai magnet politik tersendiri.
Sehingga hal itu seolah membuat Satgas Covid-19 menjadi takut dan kembali berpikir untuk kembali bersikap menegakkan Permenkes yang berlaku.
"Gak berani ya. Karena sekarang itu ketika kelompok organisasi dengan kepentingan dan magnet yang begitu tinggi, maka peraturan itu bisa di nomor dua atau tiga," kata Adib.
Menurut Adib, Pertentangan antara FPI dan Pemerintah yang ada selama ini hanya dipertentangkan oleh oknum yang sengaja mencari keuntungan dari Pro-Kontra HRS dengan Pemerintah.
- Baca juga: Rizieq Teriak Revolusi Berdarah, FH: Merasa Benar Sendiri
- Baca juga: Cak Nun: Pimpinan FPI Rizieq Tidak Cocok Dipanggil Habib
"Kepentingan-kepentingan FPI yang selaras dengan Negara/Pemerintah menurut saya harus diakomodir. Yang penting selaras," kata Adib.[]