Sepinya Air Terjun Giriwangi Cilacap dan Cerita Sosok Hitam

Curug atau air terjun Giriwangi di Cilacap sempat populer beberapa tahun lalu, namun perlahan pamornya meredup. Ini cerita warga soal penunggunya.
Aliran salah satu sungai kecil yang ada di sekitar air terjun Giriwangi, Cilacap, Jawa Tengah. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Cilacap – Sunyi. Begitu kesan pertama yang muncul saat tiba di air terjun atau curug Giriwangi, yang juga dikenal sebagai Curug Cipari, salah satu obyek wisata yang sempat populer di Cilacap, Jawa Tengah. Hanya rimbun pepohonan dan suara gemericik air terjun berpadu dengan cuit kicau burung serta suara jangkrik.

Suasana jalur setapak untuk menuju ke Curug Giriwangi tak jauh berbeda dengan kondisi di area air terjun. Dari lokasi parkir sepeda motor, pengunjung harus berjalan sejauh kurang lebih 500 meter. Hanya desir angin dan suara serangga liar yang terdengar di sepanjang perjalanan.

Sejak memasuki gerbang bertuliskan Curug Giriwangi, kesan tak terawat sudah terlihat jelas. Kondisinya rusak, dengan tulisan berwarna biru pada bagian atas gerbang yang sudah tidak jelas terbaca.

Sepanjang jalan setapak itu hanya ada beberapa rumah warga. Itu pun terletak tidak jauh dari gerbang menuju air terjun. Semakin ke dalam suasana semakin sunyi tanpa ada pemukiman.

Licin dan Berbahaya

Jalur jalan menuju ke Curug Giriwangi sebetulnya tidak susah. Pengunjung bisa menapaki jalan setapak berundak atau bertangga-tangga. Tapi rutenya berkelok-kelok, menanjak, dan sesekali menurun, mengikuti alur permukaan tanah.

Pengunjung juga harus berhati-hati saat menapak karena jalanan cukup licin dan tertutup sampah dedaunan yang cukup tebal.

Suara gemercik air baru terdengar saat tiba di tengah hutan dan bertemu aliran sungai kecil. Aliran airnya tidak deras. Pengunjung dapat dengan mudah menyeberanginya. Sungai tersebut sekaligus pertanda bahwa perjalanan sudah hampir mencapai tujuan. Curug Giriwangi sudah hampir terlihat.

Saat tiba di area air terjun, kondisi tak terawat dan kesan seram semakin nyata. Jalan menuju air terjun rusak dan terlihat reruntuhan bangunan di kawasan itu. Bangunan itu dulunya difungsikan sebagai warung. Undakan di area air terjun juga tampak rusak dan tampak rawan untuk dipijak. Siapa pun yang menginjaknya berpotensi terpeleset ke dalam jurang.

Menurut Jemingan, pengelola objek wisata Curug dan Pemandian Air Panas Cipari, tempat air terjun itu berada, kerusakan di area air terjun itu disebabkan oleh longsor yang menimpa desa saat terjadi hujan lebat pada 16 November 2020 lalu.

Cerita Curug Giriwangi Cilacap (2)Gerbang dan jalan setapak menuju kawasan air terjun Giriwangi, Cilacap, Jawa Tengah. Pengunjung harus berjalan sejauh 500 meter melintasi hutan. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Pada tahun 2010-an curug yang berada satu lokasi dengan pemandian air panas ini masih menjadi tujuan utama wisatawan yang ramai didatangi pengunjung. Menurut Jemingan, dulu pengunjung bisa datang sejak pagi hingga menjelang matahari terbenam.

Dulu wisatawan memang andalannya kalau datang pasti ke curug. Pemandian ini seolah hanya seperti tempat parkir saja

Namun, seiring berjalannya waktu, justru pemandian air panaslah yang menjadi tujuan wisatawan. Penyebabnya adalah pengelolaan yang semakin baik dari Pemda Cilacap terhadap objek wisata ini.

Hal tersebut berbanding terbalik dengan Curug Giriwangi yang berada dalam satu pengelolaan. Keadaan curug tersebut semakin lama semakin terbengkalai. Terlebih semakin hari debit air yang jatuh dari air terjun semakin berkurang. Hal itu yang diindikasi menjadi penyebab utama penurunan minat pengunjung Curug Cipari.

Kondisi itu diperparah dengan adanya kisah-kisah mistis di area air terjun dan adanya beberapa kecelakaan yang menewaskan pengunjung. Meskipun Jemingan menyebutkan, bahwa itu bukan menjadi pertimbangan utama sepinya pengunjung. Namun, rumor tentang angkernya curug dan berbahayanya medan ke air terjun telah akrab di telinga masyarakat.

Terlepas dari segala rumor yang beredar dan kondisi yang tidak terawat, pemandangan di, Curug Giriwangi sangat indah. Wisata tersebut sangat cocok dengan sesorang yang mencari ketenangan dekat dengan alam. Tidak ada suara bising kendaraan yang biasa menjadi polusi suara warga perkotaan.

Suasana asri hutan bambu dan pepohonan rindang di sekitar air terjun membuat siapa saja yang datang kesana betah untuk berlama–lama bermain disekitar air terjun. Ditambah lagi dengan banyaknya sungai–sungai kecil yang airnya masih jernih dan jauh dari jamahan manusia.

Upaya untuk menumbuhkan kembali minat wisatawan agar mau berkunjung ke curug ini terus dilakukan. Jemingan menyebut, dinas pariwisata masih memantau kondisi air terjun tersebut. Masalah utama debit air yang semakin kecil terus menjadi pembahasan dari Jemingan dan Pemerintah Daerah Kabupataen Cilacap.

“Sebenarnya masih dipikirkan untuk dikelola lagi, karena (curug) masih ada kaitannya dengan pemda sih, masih kerjasama. Namun, masih dipikirkan lagi bagaimana solusi menambah debit air yang berkurang,” jelas Jemingan, Rabu, 25 November 2020.

Pria yang dulunya menjabat sebagai sekretaris desa ini menyebut, debit air berkurang akibat pembendungan air yang ada di Desa Mekarsari dan sekitarnya. Warga membendung air dari pegunungan tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup. Tidak heran, jika kemarau panjang tiba, air di curug bahkan tidak mengalir sama sekali.

Jemingan mengaku dirinya sempat memberi solusi kepada dinas pariwisata setempat untuk membuat pompa, yang nantinya digunakan untuk menaikkan air ke tebing air terjun tersebut. Namun hal itu belum terealisasi, karena diperlukan biaya yang tidak sedikit untuk realisasinya.

“Dari saya, yang penting sudah mengajukan. Masalah tindakannya itu tinggal urusan pemerintah. Kan memang semua itu bertahap,” ucap dia.

Pengunjung Jatuh dari Air Terjun

Rumor tentang adanya sosok astral penunggu di area air terjun dikaitkan dengan kejadian jatuhnya pengunjung dari atas air terjun. Setidaknya peristiwa jatuhnya pengunjung sudah dua kali terjadi, dan keduanya meninggal dunia.

Cerita Curug Giriwangi CIlacap (3)Suasana di kawasan air terjun Giriwangi, Cilacap, Jawa Tengah, Rabu, 25 November 2020. Sebagian warga sekitar meyakini adanya sosok penunggu di area air terjun. (Foto: Tagar/Mia Setya Ningsih)

Mutmainah, warga asli Desa Cisumur yang berusia sekitar 70 tahunan, mengatakan pernah terjadi dua kasus pengunjung jatuh dari tebing air terjun. Kasus pertama terjadi sekitar tahun 2000-an, saat rombongan pemuda berkunjung ke tempat itu.

Mereka diduga penasaran dengan apa yang ada di atas air terjun, sehingga mereka naik ke atas tebing. Sesampainya di atas, mereka asyik berswafoto sehingga tidak memperhatikan lingkungan sekitar. Akibat tidak berhati-hati, satu dari mereka terjatuh dari atas air terjun dan meninggal akibat terbentur bebatuan.

Bocah kesenengen foto, mundur-mundur. Langsung tiba. (Anak itu terlalu senang berfoto, mundur-mundur. Langsung jatuh).

Mutmainah pun menasehati agar para pegunjung menjaga adab dan normanya ketika berkunjung ke tempat itu maupun ke tempat lain yang baru didatangi. Seseorang harus memiliki etika ketika mengunjungi tempat yang asing, tidak boleh seenaknya sendiri.

Mulane dadi wong sing peka, aja seenake dewek nang tempate wong. (Makanya jadi orang itu harus peka, jangan seenaknya sendiri di tempat orang lain),” ujarnya dengan bahasa Jawa “ngapak”.

Kasus lain terjadi pada seorang siswa SMP yang sedang berlibur bersama teman-temannya. Menurut warga lain, Adi Setiawan, 23 tahun, saat itu ada seorang anak dari Kecamatan Gandrung, Cilacap jatuh akibat terpeleset tebing yang coba dipanjatnya.

Dekke (dia) manjat tebing, ndilalah (tetapi) kepleset, terus kebentur watu (terbentur batu), sidane mati (jadinya meninggal),” ucap Adi. Saat itu, kata Adi, dia belum sekolah dan peristiwa tersebut terjadi di hari Minggu.

Siti Makrifah, seorang pedagang di objek wisata Air Panas Cipari menyebut, kejadian kecelakaan di objek wisata sebenarnya cukup dimaklumi. Dia meyakini penunggu di sana, terkadang mengecoh pengunjung untuk melakukan hal-hal yang bisa mencelakai diri mereka sendiri.

“Penunggunya mungkin ngajak teman. Pasti biasanya begitu, dengan kecelakaan tersebut mereka ajak manusia,” kata dia menduga-duga.

Terlebih, dia mendapatkan banyak cerita dari pengunjung yang mengaku melihat penampakan di sekitar air terjun. Sosok itu berupa makhluk hitam besar di hutan sekitar air terjun. Meskipun Siti belum pernah mengalami, namun ia percaya pada keberadaan penunggu air terjun tersebut.

“Percaya, warga sini percaya ada penunggu di sana. Tetapi asal tidak mengganggu pastilah mereka tidak akan ganggu kita juga,” ujar Siti. []

(Mia Setya Ningsih)

Berita terkait
Pedagang Sosis Pedas di Bekasi Beromzet Jutaan Rupiah
Pedagang sosis pedas lezat (Sopel) di Bekasi bisa meraup omzet hingga jutaan rupiah setiap pekan. Uniknya, para pedagang berkumpul di satu gang.
Cerita Pengayuh Becak di Tangerang Ingin Jadi Ojek Online
Sejumlah pengayuh becak di Tangerang menceritakan suka duka mereka dalam bertahan hidup, termasuk di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Nyali Berbalut Asa Pemanjat Pohon Kelapa di Cilacap
Seorang pemetik kelapa di Cilacap, Jawa Tengah, Sudarno mengisahkan pengalaman memanjat pohon setinggi puluhan meter. Ada asa dan nyali di sana.