Sepi Wisatawan, Perajin Bali Berjuang Pasarkan Secara Online

Sepinya pembeli akibat imbas pandemi Covid-19 membuat perajin di Bali harus berjuang untuk memasarkan produk secara online.
Seorang tukang ukir pintu di desa Kedisan, Bali, Indonesia. (Foto: Nivell Rayda|CNA).

Denpasar - Sudah berminggu-minggu, gerai seni dan furnitur kecil, Safira Klau Gallery di daerah Kerobokan, Bali terlihat sepi. Kawasan ini dulunya ramai dengan turis dan desainer interior dari seluruh dunia yang ingin merenovasi apartemen.

Sejak pandemi, kawasan itu menyerupai kota hantu dengan sangat sedikit mobil yang melewati jalan kecil yang berkelok-kelok, apalagi mampir untuk berbelanja. Pemilik sebuah galeri kerajinan tangan, Vincen Klau mengatakan tahun lalu dia bisa menghasilkan pendapatan kotor antara Rp 40 juta rupiah dan Rp 70 juta  sebulan dengan menjual kursi, meja makan, dekorasi dinding dan patung kecil - diukir dengan gaya pedesaan dan abstrak seni kayu Indonesia Timur.

Klien utama saya adalah orang-orang yang sedang membangun atau merenovasi vila mereka. Sekarang, semua proyek pembangunan dan renovasi terhenti.

Baca Juga: Pariwisata Bali Belum Penuhi Kriteria Dibuka Kembali 

"Sekarang, ini lebih tenang dari bulan-bulan tenang saya," kata Vincen Klau kepada Channel News AsiaMinggu, 20 September 2020. 

Menurut Vincen, dalam kondisi pandemi ini, ia masih merasa beruntung dengan meraih pendapatan Rp 15 juta per bulan. Jumlah tersebut dia akui tidak cukup untuk membayar sewa toko dan rumahnya, gaji karyawannya serta berbagai tagihan.

Perajin BaliVincen Klau di depan bengkel dan galerinya di Kerobokan, Balia. (Foto: Amilia Rosa|CNA).

Barang-barang seni tampak tergeletak di dalam gerai karena belum laku terjual selama berbulan-bulan. Barang-barang yang sudah ditutupi debu tergeletak hampir memenuhi gerai bahkan hingga ke area parkir.

Vincen mengatakan sejumlah barang yang tersebut seharusnya untuk pembeli dari Jawa. Namun mendadak ia membatalkan pesanannya.

“Klien utama saya adalah orang-orang yang sedang membangun atau merenovasi vila mereka. Sekarang, semua proyek pembangunan dan renovasi terhenti, ”ujarnya.

Di seberang kawasan Kerobokan banyak gerai yang sudah tutup sementara lantaran tidak tidak mampu membayar tagihan. Vincen khawatir gerainya akan mengalami nasib yang sama jika terus-terusan tidak ada pembeli.

Tidak ingin tokonya bangkrut, Vincen - pria pendek berotot berusia lima puluhan mencoba pemasaran secara online. Namun karena belum memiliki alamat email, ia baru mulai mulai memamerkan produknya melalui Instagram pada akhir Juni.

Namun karena kurang piawai dengan  dunia media sosial, akunnya hanya menarik lima pengikut per pertengahan September. Akun tersebut nyaris tidak ada postingan terbaru, saat ia membuka Instagram pada 24 Juni.

Selain itu, sebagian besar foto diambil secara amatir, yang menggambarkan sekelompok potongan acak tanpa titik fokus yang jelas. Hampir semua postingan tidak memiliki caption dan ketika ada, caption hanya bertuliskan "topeng" atau "patung Timor".

Vincen mengaku tidak paham cara kerja media sosial. Alhasil, belum banyak calon konsumen penasaran yang menyukai atau meninggalkan komentar di postingan Instagram miliknya, apalagi yang menyatakan minat untuk membeli.

Pemilik galeri bukanlah satu-satunya yang harus berjuang dalam memasarkan secara online. Sepinya turis yang datang ke Bali membuat barang dagangan mereka di galeri tak terjual.

Anak saya memahami teknologi. Namun, mereka tidak punya waktu untuk membantu karena anak perempuan saya sudah bekerja.

Pulau Bali yang ekonominya banyak tergantung pada sektor pariwisata sangat terpukul dengan adanya pandemi. Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah kunjungan wisatawan pada paruh pertama tahun ini anjlok hingga 59%.

Saat pandemi mulai melanda Indonesia pada Maret lalu, jumlah wisatawan baru yang datang ke Bali berkurang hingga hampir nol. Pelonggaran pembatasan sedikit membantu. Namun jumlah kedatangan pada Juli hanya 11% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Dengan pemerintah pusat menangguhkan kebijakan bebas visa dan visa kedatangan untuk pelancong internasional, bisnis kerajinan yang melayani terutama untuk orang asing terkena dampak terburuk.

Banyak perajin di Bali yang enggan berjualan secara karena kurangnya pemahaman soal teknologi informasi dan media sosial. “Saya tidak mengerti teknologi,” kata Made Ariani.

Selama 15 tahun terakhir, Made telah menjual kotak kayu dan suvenir di Pasar Seni Sukawati - setengah jam perjalanan dari Denpasar.

“Anak saya memahami teknologi. Namun, mereka tidak punya waktu untuk membantu karena anak perempuan saya sudah bekerja. Sementara adiknya masih terlalu kecil, ”katanya.

Ariani mengatakan, klien utamanya adalah toko suvenir di kawasan wisata seperti Kuta dan Denpasar. Sebelum pandemi, mereka bisa memesan hingga 500 suvenir dalam satu transaksi.

Perajin BaliWayan Cedit, di galeri kecilnya di Pasar Seni Sukawati di Bali. (Foto: Amilia Rosa|CNA).

“Tapi semuanya sudah tutup,” katanya, seraya menambahkan bahwa ia sekarang bergantung pada sangat sedikit pelanggan dan penduduk lokal yang datang ke pasar seni.

Hal yang sama juga dialami Wayan Cedit, 37 tahun. Menurutnya, ia tidak terlalu tertarik untuk menjual kerajinan kayunya secara online. “Saya tidak memiliki Wi-Fi,” katanya kepada CNA sambil tertawa.

Kata Wayan lagi, "Menjual secara online terlalu rumit. Bahkan teman saya yang jualan online bilang itu rumit. ”

Di antara kekhawatirannya adalah berurusan dengan pelanggan online yang cerewet. “Kami menjual barang buatan tangan. Kami tidak dapat membuat dua produk yang persis sama. Pelanggan akan kecewa jika mendapatkan produk yang berbeda dari gambar. Mereka menginginkan uang mereka kembali. Dan itu terjadi pada teman-teman saya, ”katanya.

Menurutnya, menjual secara online terlalu sulit. Ini tidak seperti berurusan dengan orang sungguhan. Pelanggan dapat melihat dan merasakan produk secara langsung. "Anda tidak dapat melakukannya secara online," tutur Wayan.

Dari 68.000 usaha kecil dan menengah (UKM) yang terdaftar di Bali, hanya segelintir yang memiliki akun media sosial. "Persentasenya sangat kecil," kata Kepala Dinas Koperasi, Kecil dan Menengah Bali, Wayan Mardiana kepada CNA.

Menurutnya, pemerintah Bali telah melatih sejumlah UKM yang menjual makanan dan minuman secara online, dengan bantuan perusahaan transportasi online, GoJek dan Grab. Namun, belum dapat melakukan hal yang sama untuk UKM kerajinan tangan.

Baca Juga: Pariwisata Bali Sudah Dirindukan Wisman

“Berbeda dengan makanan, pasar mereka adalah wisatawan domestik dan mancanegara, bukan lokal Bali,” ujar Wayan Mardiana. []

Berita terkait
Mensos Harap Bansos Gairahkan Pariwisata Pulau Bali
Mensos Juliari berharap, berbagai bantuan sosial yang dikucurkan pemerintah, efektif menggairahkan kembali industri wisata di Pulau Bali.
Apakah Pariwisata Bali Siap Terima Wisatawan Asing
Di tengah pandemi virus corona baru yang masih menggeliat di dunia pariwisata Bali dikabarkan akan membuka diri untuk wisatawan asing
Youtuber Tina Bule Bantu Dongkrak Pariwisata Bali
Pemerintah Provinsi Bali menggandeng youtuber, Tina Bule untuk mempromosikan sektor pariwisata yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura