Jakarta - Konflik Papua yang terjadi dalam beberapa pekan di Indonesia tengah menjadi sorotan. Berbagai pihak turun tangan untuk menyelesaikan konflik yang berawal dari dugaan rasialisme di Surabaya, tak terkecuali Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Konflik Papua bukan pertama kali terjadi di Indonesia, karena pernah juga terjadi di era Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.
Dua presiden itu memang dikenal dekat dengan masyarakat Papua. Namun, apakah cara Gus dan Jokowi sama dalam menangani konflik Papua?
Presiden Joko Widodo Presiden Joko Widodo (kedua kanan) mengundang para pemenang Festival Gapura Cinta Negeri asal Kabupaten Nduga dan Kepulauan Yapen Papua di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa, 3 September 2019. (Foto: Antara/Puspa Perwitasari)
Sentuhan Jokowi
Jokowi mengaku heran kenapa konflik Papua bisa berkepanjangan. Padahal, selama menjadi presiden ia melakukan pendekatan melalui dialog dan kesejahteraan.
"Selama 5 tahun, sudah 12 kali saya ke Papua," ucap Jokowi di Istana Merdeka, Selasa, 3 September 2019.
Akhirnya untuk mengatasi konflik, Jokowi tidak bertindak gegabah. Ia memilih untuk mengirimkan jajaran pemerintahan seperti Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Tito Karnavian, Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sebelum bertolak ke sana.
Diplomasi Makan Siang
Selain mengirim jajaran pemerintahan, Jokowi memilih untuk menyelesaikan konflik Papua dengan tenang. Salah satunya, makan siang dengan para pemenang Festival Gapura Cinta Negeri yang berasal dari Kepulauan Yapen dan kabupaten Nduga, Papua.
"Saya undang untuk makan siang di Istana dan saya juga ingin mendengarkan masukan-masukan mengenai situasi yang ada di Papua, dan bersyukur Papua sudah kembali normal kondusif dan tadi dari Nduga juga menyampaikan sudah aman kondusif," ujar Jokowi dalam video blog (vlog) yang diunggah di Youtube Presiden Joko Widodo seperti dilansir Tagar pada Selasa, 4 September 2019.
Jokowi pun menitipkan pesan pada salah satu tamu dari Kabupaten Nduga. "Ada pesan agar anak-anak sekolah SD, SMP Wamena kembali ke Nduga," kata Kepala Desa Distrik Mbua kabupaten Nduga Tekius Heluka di Istana Merdeka, Selasa, 3 September 2019 seperti dilansir dari Antara.
Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid saat berkunjung ke Papua. (Foto: nu.or.id)
Sentuhan Gus Dur
Pada 1998, Papua pernah mengalami konflik. Kala itu, isu bendera Bintang Kejora dan pergantian nama Papua berembus dengan kencang.
Gus Dur yang baru dilantik menjadi presiden ke-empat kala itu, melakukan tindakan dengan mengunjungi Papua alias Irian Jaya. Tepat pada 30 Desember, Gus Dur menggelar pertemuan dengan pemimpin agama, politik, Lembaga Swadaya Masyarakat, kaum muda, dan rakyat Papua di mediasi oleh Forum Rekonsiliasi Rakyat Irian Jaya (FORERI).
Seusai pertemuan, Gus Dur setuju mengembalikan nama provinsi yang selama Orde Baru bernama Irian Jaya menjadi Papua. Alasannya, arti kata Irian dalam bahasa Arab telanjang.
Gus Dur juga memberikan izin pengibaran bendera Bintang Kejora di sana, dengan syarat tempat pengibaran diketahui pemerintah dan dikibarkan di bawah bendera Merah Putih .
Saat konflik Papua terjadi lagi, berbagai pihak mengusulkan cara yang dilakukan oleh Gus Dur. Bahkan, ada yang meminta untuk mengutus keluarga Gus Dur menyambangi Papua yang juga disebut sebagai Bumi Cendrawasih. []