Sekolah Minggu Sama Seperti Sholat, Apakah Nunggu 15 Orang Baru Terlaksana?

Masa untuk urusan ibadah harus menunggu izin dari Kementerian Agama dan harus 15 orang?
Sekolah Minggu HKBP Siantar Kota, Pematangsiantar. (Foto: Tiofanny Napitupulu)

Ambon, 27/10 (Antara) - Ketua Komisi D DPRD Maluku, Saadyah Uluputy mengatakan urusan sekolah minggu yang merupakan suatu rangkaian peribadatan di gereja sebenarnya sama dengan sholat bagi umat Islam di masjid sehingga tidak memerlukan izin Kementerian Agama.

"Makanya DPRD bersepakat dengan Persekutuan Gereja Wilayah Maluku dan seluruh pimpinan gereja bahwa sekolah minggu dan katekisasi tidak perlu dimasukan dalam RUU Pesantren dan Pendidikan Agama," kata Saadyah di Ambon, Sabtu (27/10), mengutip Antara.

Menurut dia, RUU ini jangan dilihat sebatas dua pasal saja yakni pasal 69 dan 70, tetapi keseluruh pasal yang ada di dalamnya bahwa ada sebuah alasan filosofi yang lahir dalam rangka menyusun RUU ini dalam suatu penataan sekolah-sekolah pesantren yang mungkin selama ini juga berkontribusi besar untuk pendidikan karakter bangsa.

Baca Juga: Kontroversi RUU Pesantren Atur Sekolah Minggu, Apa Tanggapan Pimpinan HKBP?

Hanya saja yang diakui masih ada kurikulum yang bersifat tradisional keagamaan secara ansih dan belum masuk muatan lokal atau pun ilmu pengetahuan dan teknologi.

Terkait dengan dua pasal ini, Saadyah mengatakan DPRD Maluku sepakat menolak urusan sekolah minggu dan katekisasi masuk dalam suatu nomenklatur sekolah non formal, karena ternyata sekolah minggu itu urusan ibadah jadi sama dengan sholat berjamaah.

"Masa untuk urusan ibadah yang dirangkaikan dengan ibadah minggu harus menunggu izin terlebih dahulu dari Kementerian Agama dan pesertanya harus 15 orang?" ujar Saadyah.

"Seharusnya tidak boleh seperti itu karena bila RUU yang pada akhirnya ditetapkan sebagai Undang-Undang seperti itu maka secara tidak langsung sedang mengebiri ajaran-ajaran agama,: tambahnya.

Karena sesuai yang disampaikan beberapa pimpinan umat gereja bahwa satu dua orang saja sudah harus beribadah, dan itu sama juga di ajaran Muslim kalau untuk urusan ibadah begitu datang waktu sholat lalu tidak harus menunggu sampai 15 orang baru minta izin Kemenag baru ibadahnya dilaksanakan.

Cuma ada beberapa miss persepsi bahwa urusan sekolah minggu ini masuk dalam urusan non formal, meski di sisi lainnya dia termasuk formal tetapi hanya dalam urusan agama.

Sehingga PGI bersama DPRD juga berkeberatan dan menolak, jangan sampai dia dimasukan dalam landasan operasionalnya, karena dia juga masuk pasal serta batang tubuh dari suatu UU yang diatur, dan ini tidak boleh.

"Makanya akan ada pertemuan lanjutan antara DPRD dengan menghadirkan MUI dan beberapa ormas seperti Muhammadiyah, NU, dan lainnya agar kita bicara dalam bingkai ke-Indonesia-an satu semangat keberagaman, jadi jangan sampai kita reaktif karena urusan dua pasal ini seakan-akan yang berbicara hanya dari sisi PGI saja," kata Saadyah.

Sehingga pendapat dari berbagai elemen ini bisa memboboti isi dari RUU tersebut menjadi suatu regulasi yang purna dan komprehensif dari seluruh masukan masyarakat yang adat istiadat dan keberagaman yang ada di Indonesia. []

Berita terkait
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.