Sejarah PT Pos Indonesia Sejak Berdiri

Berdiri sejak masa kolonial Belanda di Nusantara, PT Pos masih eksis hingga kini, bersaing dengan perusahaan-perusahaan pos swasta di Tanah Air.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa bersiap menjadi saksi sidang kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama dengan terdakwa Haris Hasanuddin dan Muafaq Wirahadi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/7/2019). (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Jakarta - PT Pos Indonesia merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang perhatian bergerak di bidang jasa pos. Berdiri sejak masa kolonial Belanda di Nusantara, PT Pos masih eksis hingga kini, bersaing dengan perusahaan-perusahaan pos swasta di Tanah Air.

Berikut ini Tagar rangkum sejarah perjalanan PT Pos Indonesia.

Masa Kolonial Belanda

Aktivitas pos di nusantara sudah ada sejak masa kolonial Belanda, tepatnya pada tahun 1602. Awalnya, bisnis pos dilakukan di kota-kota besar di Pulau Jawa dan beberapa kota utama di luar Jawa. Pada saat itu, surat-surat yang berdatangan dikumpulkan dalam gedung stadsherberg atau balai kota. Sehingga masyarakat harus memeriksa sendiri surat yang datang di balai kota.

Pos di Nusantara saat itu mulai dilakukan melalui institusi pada tahun 1746. Adalah Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu, Gustaaf Willem baron van Imhoff yang mendirikan kantor perusahaan pos pertama di Hindia Belanda, tepatnya di Batavia (sekarang Jakarta) pada 26 Agustus 1746.

Layanan pos berkembang saat era kepemimpinan Gubernur Jenderal Daendels. Melalui pembangunan Groote Postweg atau Jalan Raya Pos (sekarang Jalur Pantai Utara Jawa/Pantura) yang ia gagas pada tahun 1808. Pembangunan jalan sepanjang 1000 km tersebut menghubungkan Anyer, Banten hingga Panarukan, Jawa Timur dengan sistem paksa. Jalan yang dibangun selama setahun itu juga membangun kantor-kantor pos setiap 4.5 kilometer sekali.

Memasuki awal abad ke-20, perusahaan pos bikinan pemerintah kolonial Belanda tersebut diperluas dengan melayani jasa telepon dan telegram. Hal ini menyusul perkembangan teknologi komunikasi telegram dan telepon pada saat itu. Nama pos kemudian diganti menjadi Posts Telegraafend Telefoon Dienst atau Perusahaan Jawatan Pos, Telegram, dan Telepon (PTT).

Kantor pusat PTT yang awalnya berada di Welrevender (Gambir) dipindah ke Burgerlijke Openbare Werker atau Dinas Pekerjaan Umum yang berada di Bandung pada 1923 yang masih hingga saat ini masih difungsikan sebagai kantor pusat PT. Pos Indonesia.

Masa Pendudukan Jepang

Masa pendudukan Jepang yang mulai dari tahun 1942 hingga 1945 juga mempengaruhi perjalanan perusahaan pos di tanah air. PTT yang awalnya dijalankan pemerintah sipil Hindia Belanda diambil alih oleh angkatan militer Jepang.

Pasca Kemerdekaan

Memasukki awal masa kemerdekaan Republik Indonesia tahun  17 Agustus 1945, perusahaan pos yang awalnya dikuasai militer Jepang kemudian direbut oleh angkatan muda dan mengubah nama perusahaan jawatan PTT menjadi Angkatan Muda Pos, Telegram, dan Telepon. 

Tidak lama setelah itu, pada 27 September 1945 secara resmi berubah nama menjadi Jawatan PTT Republik Indonesia. Tanggal 27 September kemudian ditetapkan sebagai hari bakti PTT atau hari POSTEL.

Memasuki Era Modern

Perjalanan layanan PTT Republik Indonesia terus mengalami perubahan sesuai dengan kemajuan zaman. Pada tahun 1961, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 240 Tahun 1961 PTT Republik Indonesia ditetapkan sebagai Perushaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN Postel).

Pada tahun 1965, atas dasar prediksi perkembangan usaha ke depan, Pemerintah Republik Indonesia kemudian memecah PN Postel menjadi dua Perusahaan Negara Pos dan Giro (PN Pos dan Giro) dan Perusahaan Negara Telekomunikasi (PN Telkom). Pemisahan tersebut kemudian ditetapkan melalui PP Nomor 29 Tahun 1965 dan PP Nomor 30 Tahun 1965. 

Status perusahaan PN Pos dan Giro kembali mendapat perubahan pada masa era orde baru. Pada tahun 1978, Pemerintah mengeluarkan PP Nomor 9 Tahun 1979 mengubah status PN Pos dan Giro menjadi Perusahaan Umum (Perum), dengan nama Perum Pos dan Giro. Regulasi pelayanan pos kemudian diperbarui kembali melalui PP Nomor 28 Tahun 1984 agar layanan pos dapat mengikuti iklim usaha pada saat itu.

Bentuk pos terakhir diubah pada tahun 1995, melalui PP Nomor 5 Tahun 1995 yang mengubah Perum Pos dan Giro menjadi PT Pos Indonesia (Persero).

Memasuki tahun 2000-an, PT. Pos Indonesia mengalami kemunduran akibat kehadiran telepon genggam (handphone) dan internet. Persaingan jasa pos di Indonesia juga semakin marak dengan kehadiran perusahaan jasa serupa milik swasta.

Pada tahun 2009, melalui Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 layanan PT. Pos Indonesia (Persero) dikembangkan ke dalam beberapa sektor melalui pendirian beberapa anak usaha, yakni: PT Pos Logistik Indonesia untuk layanan logistik, PT Pos Properti untuk layanan bisnis di bidang properti, dan PT Bhakti Wasantara Net yang melayani bisnis jaringan virtual.

Hingga saat ini, PT. Pos Indonesia memiliki 4.564 kantor di seluruh Indonesia dan memiliki lebih dari 23.000 karyawan.

Pada tahun 2017, PT. Pos Indonesia mengukuhkan laba bersih sebesar Rp 445.4 miliar.


Berita terkait
Foto: Pegawai Pos Indonesia Demo, Tuntut Pergantian Direksi
Aksi ini mempertanyakan kinerja direksi Pos Indonesia.
Setelah PTN, Radikalisme Juga Ancam BUMN
Komisaris Utama Adhi Karya Fadjroel Rachman mengaku saat ini hampir seluruh lapisan masyarakat termasuk BUMN telah terpapar radikalisme.
Listrik Mati, DPR Kecewa dengan Sikap Kementerian BUMN
Wakil Ketua Komisi VI DPR, mengaku kecewa dengan sikap dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait listrik mati.
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.