Sejarah dan Perkembangan Tradisi Ogoh-ogoh di Hari Raya Nyepi

Ogoh-ogoh bisa diartikan sebagai cerminan sifat negatif dalam diri manusia.
Salah satu even wisata di Yogyakarta, Festival Ogoh-ogoh mampu menjadi daya tarik wisatawan. Tahun ini ada 47 even untuk mewujudkan target kunjungan wisatawan domestik sebanyak 5,9 juta orang. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori).

Jakarta, (Tagar 6/3/2019) - Meski tidak terkait secara langsung dengan Upacara Hari Raya Nyepi, prosesi pengusungan patung Ogoh-ogoh begitu identik dengan perayaan keagamaan umat Hindu tersebut.

Ogoh-ogoh merupakan seni patung dalam kebudayaan Bali, menggambarkan kepribadian Bhuta Khala. Oleh sebab itu pula bentuk dari Ogoh-ogoh dibuat menyeramkan sedemikian rupa. Ogoh-ogoh juga bisa diartikan sebagai cerminan sifat-sifat negatif dalam diri manusia.

Umat Hindu di Bali mengusung Ogoh-ogoh lalu membawanya berkeliling desa atau kampung. Tujuannya, agar Bhuta Kala yang merupakan manifestasi unsur negatif pada sebuah desa, nantinya ikut bersama Ogoh-ogoh yang kemudian kan dihancurkan dan dibakar.

Tradisi mengarak ogoh-ogoh di Bali biasa disebut dengan "Pengerupukan", yang biasanya dilakukan tepat sehari sebelum Hari Raya Nyepi.

Pawai Ogoh-ogohPawai Ogoh-ogoh di Jalan Malioboro, Yogyakarta, Sabtu (2/3) sore. (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Jika ditilik dari sejarah, tradisi ini telah berlangsung sejak tahun 70an. Beberapa sumber lain juga menyebut Ogoh-ogoh mulai marak pada awal 80an. Menyusul tradisi serupa yang sudah ada sebelumnya, yakni Tradisi Ndong Nding, Ngaben Ngwangun dan tradisi Barong Landung.

Dari penamaan, Ogoh-ogoh diambil dari sebutan dalam bahasa Bali, yakni Ogah-ogah, yang berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan.

Mulanya, Ogoh-ogoh dibuat dari anyaman bambu bertulang kayu. Meski begitu, di era modern para pengrajin menyiasati material bambu dan kayu yang terbilang berat, dengan material gabus atau sterofoam.

Selain ringan dan murah, bahan gabus dipilih karena bisa lebih mudah dibentuk menjadi karakter-karakter raksasa yang bentuknya terbilang sulit. Menggunakan gabus juga mempercepat proses pembuatan sehingga tak perlu lagi membutuhkan waktu yang lama.

Pergeseran juga terjadi pada bentuk dan karakter Ogoh-ogoh. Selain Butha Kala, Ogoh-ogoh juga kerap dibuat dengan bentuk menyerupai naga, gajah dan makhluk hidup pada umumnya. Belakangan, ada juga yang membuat ogoh-ogoh dengan bentuk menyerupai tokoh-tokoh terkenal seperti pemimpin dunia, artis dan bahkan penjahat.

Tradisi asal tanah Dewata Bali juga kemudian merambah ke kota lain di Indonesia. Sebut saja Yogyakarta dan Jakarta. Dua kota ini rutin menggelar tradisi pengusungan Ogoh-ogoh setiap jelang Hari Raya Nyepi.

Baca juga: Rayakan Nyepi, Internet Bakal Dipadamkan Seharian Penuh

Berita terkait
0
Sejarah Ulang Tahun Jakarta yang Diperingati Setiap 22 Juni
Dalam sejarah Hari Ulang Tahun Jakarta 2022 jatuh pada Rabu, 22 Juni 2022. Tahun ini, Jakarta berusia 495 tahun. Simak sejarah singkatnya.