Untuk Indonesia

SBY: Prabowo, Jangan Main Api

Tulisan opini Denny Siregar menanggapi surat Susilo Bambang Yudhoyono akrab disapa SBY untuk Prabowo Subianto.
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono memberikan pidato politiknya pada acara penutupan Pembekalan Caleg DPR-RI Periode 2019-2024 Partai Demokrat di Jakarta, Minggu (11/11/2018). Dalam pidatonya SBY menyampaikan bahwa tuduhan kasus Bank Century terhadap dirinya dan Partai Demokrat telah selesai dan usai. (Foto: Antara/Muhammad Adimaja)

Oleh: Denny Siregar*

"Apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif."

Begitu bunyi surat Susilo Bambang Yudhoyono kepada para petinggi Partai Demokrat yang beredar ke publik. Ada nada getir pada isi surat SBY itu. Sesuatu yang tidak biasa sedang terjadi, dan surat SBY bernada ngeri.

Kampanye Prabowo di GBK hari Minggu itu, memang kental sekali "politik identitas"nya. Kampanye itu seperti gerakan keagamaan yang dihadiri oleh satu warna saja.

Sedangkan bagi SBY, sebuah kampanye itu seharusnya mengusung inklusifitas, kebhinnekaan, kemajemukan, dan persatuan, serta kesatuan "Indonesia untuk Semua".

"Cegah demonstrasi apalagi show of force identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrem," begitu kata SBY lagi.

SBY sangat khawatir jika model kampanye yang sangat eksklusif dan hanya menghadirkan satu warna saja, akan menguatkan gelombang SARA di negeri ini.

Pilpres 2019 ini memang mengerikan. Salah hitung sedikit saja, kita bisa jadi perang saudara.

Memang sejak awal, Prabowo membangun citranya dengan politik identitas berdasarkan agama. Mulai dari ijtima ulama sampai salat subuh berjamaah dibangun untuk menguatkan citranya, bahwa ia didukung oleh umat Islam di Indonesia.

"Pemimpin yang mengedepankan identitas atau gemar menghadapkan identitas yang satu dengan yang lain, yang menarik garis tebal 'kawan dan lawan' untuk rakyat, hampir pasti akan menjadi pemimpin yang rapuh," begitu kata SBY menanggapi kampanye akbar Prabowo di GBK itu.

Dan terakhir SBY berkata dengan nada ngeri, "Jangan bermain api, terbakar nanti."

SBY sangat paham dengan model-model seperti ini. 10 tahun memimpin negeri ini, ia bisa memetakan akar-akar konflik di Indonesia. Dan kekhawatirannya sangat beralasan, karena jika kristalisasi kedua kubu dengan konsep politik identitas semakin menguat, maka bisa dibenturkan oleh kepentingan.

Mungkin karena itu juga, anaknya AHY, tidak hadir dalam acara di GBK itu.

Pilpres 2019 ini memang mengerikan. Salah hitung sedikit saja, kita bisa jadi perang saudara.

Seruput kopinya....

*Denny Siregar penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait