SBY Tidak Suka Label Pro Khilafah dan PKI untuk Dua Calon Presiden Indonesia

SBY tidak suka label pro Khilafah disematkan pada Prabowo, juga tidak suka label PKI disematkan pada Jokowi.
Capres nomor urut 01 Joko Widodo (kiri) dan capres nomor urut 02 Prabowo Subianto berjabat tangan saat mengikuti debat capres putaran keempat di Hotel Shangri La, Jakarta, Sabtu (30/3/2019). Debat itu mengangkat tema Ideologi, Pemerintahan, Pertahanan dan Keamanan, serta Hubungan Internasional. (Foto: Antara/Hafidz Mubarak)

Jakarta, (Tagar 7/4/2019) - Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan tidak suka Prabowo dilabeli pro khilafah, juga tidak suka Jokowi dilabeli PKI.

"Saya berpendapat bahwa juga tidak tepat kalau Pak Prabowo diidentikkan dengan khilafah. Sama tidak tepatnya jika kalangan Islam tertentu juga dicap sebagai khilafah ataupun radikal. Demikian sebaliknya, mencap Pak Jokowi sebagai komunis juga narasi yang gegabah," tutur SBY dalam surat yang ia tulis untuk Prabowo Subianto, Minggu (7/4).

Presiden keenam RI ini menyebut politik seperti itu bisa menyesatkan. "Sejak awal harusnya narasi seperti ini tidak dipilih. Tetapi sudah terlambat. Kalau mau, masih ada waktu untuk menghentikannya," ujarnya.

Dalam Pilpres 2019 SBY sempat membutuhkan waktu lama untuk menimbang akan mengarahkan dukungan pada siapa, hingga menit terakhir ia memutuskan memberikan dukungan pada pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Terus terang saya tidak suka rakyat Indonesia harus dibelah sebagai 'pro Pancasila' dan 'pro Khilafah'.

Sebelumnya, SBY sempat menyatakan keinginan koalisi dengan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Namun, kata SBY, hal itu ia tidak bisa tempuh karena ganjalan masa lalu. Ia sempat menyebut komunikasinya yang buruk dengan Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan.

Dalam suratnya untuk Prabowo, SBY juga menyatakan ketidaksukaan rakyat Indonesia dibelah hingga terpolarisasi pada dua kubu secara tajam.

"Saya pribadi, yang mantan Capres dan mantan Presiden, terus terang tidak suka jika rakyat Indonesia harus dibelah sebagai "pro Pancasila" dan "pro Khilafah"," kata SBY.

"Kalau dalam kampanye ini dibangun polarisasi seperti itu, saya justru khawatir jika bangsa kita nantinya benar-benar terbelah dalam dua kubu yang akan berhadapan dan bermusuhan selamanya," lanjutnya. 

Ia mengingatkan pada semua harus belajar dari pengalaman sejarah di seluruh dunia, betapa banyak bangsa dan negara yang mengalami nasib tragis (retak, pecah dan bubar) selamanya. The tragedy of devided nation

"Saya pikir masih banyak narasi kampanye yang cerdas dan mendidik. Seperti yang kita lakukan dulu pada pilpres tahun 2004, 2009 dan 2014. Bangsa kita sangat majemuk. Kemajemukan itu di satu sisi berkah, tetapi di sisi lain musibah. Jangan bermain api, terbakar nanti," tuturnya.

Pemilihan Presiden 2019 diikuti oleh dua pasang calon. Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo atau Jokowi dan Ma'ruf Amin, serta pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno. Hari pencoblosan adalah Rabu 17 April 2019. []

Baca juga:

Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.