SBY Memanjakan Rakyat, Jokowi Menyejahterakan Rakyat

Susilo Bambang Yudhoyono maupun Joko Widodo punya program jitu ketika menjabat Kepala Negara untuk rakyat.
Elektabilitas Sekitar 50 Persen, Jokowi Belum Aman. Presiden Joko Widodo (kiri) menerima Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka. (Foto: SBY Centre/Anung)

Jakarta, (Tagar 22/3/2019) - Presiden Indonesia ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono alias SBY diketahui pernah mengeluarkan Bantuan Langsung Tunai (BLT). Program itu pertama keluar pada tahun 2005 dan berlanjut pada musim kontestasi Pemilu 2009 dan mendekati tahun 2013.

BLT adalah program bantuan pemerintah berjenis pemberian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat maupun tak bersyarat untuk masyarakat miskin.

Berdasarkan instruksi presiden nomor 12, selanjutnya digalakanlah program BLT tidak bersyarat pada Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.

Dalam program BLT, pada periode tertentu masyarakat diberi uang tunai sebesar Rp 300 ribu hingga Rp 400 ribu untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidup.

Selain untuk membantu masyarakat miskin memenuhi kebutuhan kesehariannya, BLT juga diluncurkan dalam upaya merespons kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang membebankan rakyat. Kemudian, pada tahun 2013 pemerintah kembali menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru yakni Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya.

Namun, dalam teknisnya, BLT dikritik karena banyak kontroversi berkembang terkait perkembangan program dari tahun ke tahun. Kontroversi ini beragam ditanggapi oleh pengamat, seperti program BLT sebagai alat pendongkrak popularitas jelang pemilu, pembodohan bangsa, dan penambah beban dengan hutang.

Temuan paling kontroversial adalah ketika Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Anwar Nasution membocorkan hasil temuannya. Ia menyebut bahwa uang yang diperoleh untuk program BLT nyatanya berasal dari hutang.

Hal itu dibuktikan oleh International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) ketika melakukan penelusuran pada dokumen-dokumen perjanjian hutang.

"Langsung atau tidak langsung memang benar BLT adalah hutang. Hanya saja yang jadi pokoknya sekarang bukan asalnya melainkan pemanfaatannya," ucap Anwar kala masa menjabat sebagai Ketua BPK.

Beberapa akademisi maupun kritikus menganggap program BLT yang diselenggarakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah semata-mata demi meningkatkan popularitas partainya yang sedang menurun.

"Kemungkinan besar SBY akan mereplikasi program tersebut untuk dijalankan lagi menjelang pemilu 2014. Replikasi yang dilakukan bisa dalam bentuk BLT ataupun program sosial populis lainnya guna menaikkan popularitas dan memobilisasi pemilih dalam waktu singkat," tutur Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gajah Mada Mulyadi Sumarto.

BLT dianggap sukses pada tahun 2005 tepat setelah SBY dilantik menjadi presiden, lalu diwujudkan kembali pada tahun 2009 di saat musim pemilihan presiden. Hingga pada tahun 2013, kecurigaan kembali menguat ketika program BLT kembali justru kembali digelontorkan tepat menjelang musim pemilu.

Selain itu, beberapa pihak mengatakan jika program BLT dianggap sebagai program pembodohan masyarakat yang mengubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja. "Program BLT mendidik mental masyarakat menjadi pengemis," ucap Politisi PPP Muhammad Arwani Thomafi, lima tahun silam.

Seperti diketahui, Program Keluarga Harapan (PKH) di era Jokowi juga memberikan uang tunai sebesar Rp 1.890.000 yang dicairkan sebanyak empat kali pengambilan.

Juru Bicara Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily berpendapat bahwa program pengentasan kemiskinan di era Jokowi lebih terintegrasi ketimbang era SBY.

Ace mengatakan, di era Jokowi, masyarakat Indonesia tidak hanya diberi BLT, tetapi juga diberikan bantuan yang berorientasi pada peningkatan nutrisi dan kalori. Bantuan itu disebut Bantuan Pangan Non Tunai serta Bantuan Sosial Pangan.

"Program-program tersebut diperuntukan untuk pendidikan, diarahkan pada kenaikan nutrisi gizi, kemudian diarahkan untuk bagaimana memenuhi kebutuhan dasar misalnya beras, dan itu tidak bisa dibelanjakan di tempat yang sembarangan," kata Ace.

Hal itu, kata dia, tentu saja berbeda dengan kebijakan pada era SBY yang hanya memberikan BLT. Sebab, Ace mengemukakan, BLT tak bisa mengontrol langsung penggunannya sehingga rawan diberikan tidak tepat sasaran.

"Kalau kita lihat pada program lalu, yang cash transfer, lebih kepada orang dikasih uang, lalu setelah itu tidak bisa dikontrol sejauh mana uang itu akan digunakan. Dalam program sekarang ini, cash transfer itu berbeda, karena uang tersebut ada kontrol untuk digunakan sesuai dengan semestinya," tandasnya.

Baca juga: Agum Gumelar Bahas Pemecatan Prabowo, Ini Reaksi TKN dan BPN

Berita terkait