Satu Juta Mangrove Ditanam untuk Selamatkan Warga Pesisir Demak

Penanaman mangrove di wilayah pesisir utara Jawa Tengah dilakukan untuk merestorasi lingkungan pantai yang menghadapi krisis iklim cukup parah.
Penanaman 1.000 mangrove di Dukuh Timbulsloko, Kabupaten Demak. (Foto: Tagar/Dok. BMH)

Jakarta - Masyrakat pesisir di Kabupaten Demak, sedang menghadapi ancaman serius akibat krisis iklim, mulai dari abrasi hingga genangan rob yang menyebabkan desa- desa di kawasan garis pantai tersebut tenggelam.

Akibatnya tidak sedikit lahan pertanian, perkebunan, maupun pertambakan milik warga yang sebelumnya menjadi lahan mata pencaharian utama masyarakatnyahilang tenggelam akibat laju abrasi dan intrusi air laut di wilayah desa mereka.

Dusun Timbulsloko, Desa Timbulsloko dengan populasi penduduk mencapai 557 jiwa dan terdiri atas 213 kepala keluarga (KK), merupakan salah satu dusun yang tenggelam akibat krisis iklim yang telah berlangsung dalam lima tahun terakhir.

Untuk merestorasi lingkungan pantai yang menghadapi krisis iklim cukup parah, masyarakat Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak melakukan gerakan penanaman mangrove di wilayah pesisir utara Jawa Tengah.

“Kami berupaya merestorasi kawasan pesisir ini, agar memapu mengurangi ancaman yang ditimbulkan bagi warga Timbulsloko,” ungkap Koordinator Forum Masyarakat Dukuh Timbulsloko (FMDT), Ma’ruf dalam siaran persnya, Rabu, 20 Oktober 2021.

Ma’ruf menuturkan, permasalahan lingkungan pesisir ini memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat pesisir di utara kabupaten Demak tersebut. Tidak sedikit masyarakat petani dan nelayan yang harus beralih profesi menjadi buruh bangunan, karyawan pabrik dan sebagainya.

Perubahan ini tentu menimbulkan problem sosial bagi masyarakatnya, karena jelas mebutuhkan waktu yang tidak singkat. Belum lagi tingkat pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap derajat pekerjaan yang didapatkan.

Sikap masyarakat yang tetap bersikeras untuk menetap atau mendiami di wilayah tersebut menjadi salah satu bentuk kritik terhadap pola kebijakan pembangunan sekaligus untuk mengingatkan kepada para pemangku kebijakan, bahwa ada sejarah tanah dan air yang lekat bagi masyarakat desa Timbulsloko yang seharusnya menjadi prioritas dalam menentukan arah pembangunan.

“Sudah seharusnya pemerintah dapat melakukan pembangunan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di wilayah tersebut, termasuk harapan dan kepentingan masyarakat Timbulsloko ini,” ujarnya.

Ma’ruf juga menegaskan, krisis iklim bukan hanya persoalan terhadap meningkatnya air laut setiap tahunnya, namun juga pertanggungjawaban dari para pemangku kebijakan dalam menyikapi tata kelola pesisir dan pulau- pulau kecil yang harus mempertimbangkan relasi manusia dan alam yang holistik.

Berangkat dari permasalahan tersebut –dalam dua tahun terakhir-- masyarakat Desa Timbulsloko terus membangun solidaritas secara swadaya dan gotong royong untuk bisa beradaptasi dan mempertahankan tempat tinggal mereka dengan membangun rumah panggung.

Termasuk jalan, jembatan dari kayu, hagar mampu mendukung dan memudahkan akses aktivitas warga sehari- hari. “Tidak hanya itu, masyarakat juga melakukan peninggian area makam desa dengan bantuan alat berat yang diberikan oleh Dinas PU setempat.

Selain dari upaya pembangunan fasilitas publik desa, upaya lainnya yang juga dilakukan oleh masyarakat bersama dengan FMDT adalah dengan melakukan upaya restorasi pantai melalui gerakan penanaman sejuta mangrove.



Hal ini bertujuan agar dapat menahan masuknya air laut dan gelombang air sehingga dapat mencegah abrasi yang akan memperparah keadaan wilayah pesisir.



Hal ini juga dibenarkan oleh Koordinator FMDT lainnya, Masnuah. Menurutnya, masyarakat Dukuh Timbulsloko mengharapkan wilayah dukuhnya masih bisa terselamatkan dan dapat dipertahankan apabila dilakukan perbaikan atau restorasi lingkungan.

Sebelumnya, warga juga sudah melakukan pemetaan untuk mengukur kedalaman air rob yang akan ditanami magrove dan mencari titik- titik tertentu yang memungkinkan jalur air laut masuk ke pemukiman. Kemudian, di tempat- tempat tersebut akan ditanami pohon mangrove.

“Hal ini bertujuan agar dapat menahan masuknya air laut dan gelombang air sehingga dapat mencegah abrasi yang akan memperparah keadaan wilayah pesisir,” jelasnya.

Gerakan pembangunan fasilitas publik maupun gerakan penanaman sejuta mangrove ini merupakan gerakan swadaya dari rakyat untuk rakyat.

Sehingga dapat dilihat kemudian solidaritas yang terbangun kuat antar warga dalam membenahi lingkungan dan membangun harapan akan terselamatkannya desa mereka dari krisis iklim yang ada.

Gerakan FMDT ini mendapat dukungan dari berbagai lintas organisasi dan jaringan, Ketua DPRD Demak dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak.

Dalam acara penanaman sejuta mangrove, FMDT tidak hanya melakukan gerakan penanaman mangrove, namun juga melakukan tebar bibit kerang, penyerahan bantuan modal usaha budidaya kerang dari Baznas Demak dan pemberian sembako kepada masyarakat Dukuh Timbulsloko.

Meskipun mendapat bantuan, masyarakat Dukuh Timbulsloko mengharapkan pemerintah dapat memberikan solusi terbaik terhadap penyelamatan desa- desa tenggelam yang ada di wilayah mereka.

“Yang tidak kalah penting, memikirkan konsep pembangunan yang lebih berkelanjutan dan holistik yang mengedepankan kepentingan lingkungan dan sosial masyarakat setempat,” kata Masnuah. []


Baca Juga







Berita terkait
Jokowi Tanam Mangrove Bersama Dubes dan Masyarakat di Kalimantan Utara
Presiden Jokowi tanam mangrove bersama sejumlah dubes dan masyarakat di Desa Bebatu, Sesayap Hilir, Tana Tidung, Kaltara
Pemerintah Akan Rehabilitasi 630 Ribu Hektare Mangrove
Proses rehabilitasi mangrove akan dilakukan hingga 2024 mendatang.
Presiden Jokowi Ibu Negara Iriana Tinjau Hutan Mangrove di Bali
Presiden Jokowi dan Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama rombongan tinjau hutan mangrove di Tahura Ngurah Rai, Kabupaten Badung, Bali
0
Aung San Suu Kyi Dipindahkan ke Penjara di Naypyitaw
Kasus pengadilan Suu Kyi yang sedang berlangsung akan dilakukan di sebuah fasilitas baru yang dibangun di kompleks penjara