Santri Kulonprogo Dilarang Buka Laman Google, Ini Alasannya

Santri di Kulonprogo dilarang membuka laman pencarian Google. Apa alasannya?
Santri Pondok Pesantren Nurul Haromain, Dusun Taruban Kulon, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, DIY deklerasikan anti hoaks dan Pemilu damai, Kamis malam (5/4). (Foto: Tagar/Ridwan Anshori)

Kulonprogo, (Tagar 5/4/2019) - Santri di Pondok Pesantren Nurul Haromain, Dusun Taruban Kulon, Desa Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, DIY dilarang membuka laman pencarian Google. Apa alasannya?

Pengasuh Nurul Haromain, KH. M. Sirodjan Muniro AR mengatakan, ada alasan melarang santrinya membuka laman Google. Salah satunya, laman Google tidak bisa menyaring informasi yang benar dan salah. Google bukan media pembelajaran yang bagus.

Para santri kalau belajar harus langsung dari gurunya, bertatap muka secara fisik. 

"Sebenarnya santri di sini saya larang belajar ke Google, harus belajar dari guru, dari gurunya sampai ke Rosulullah. Jadi kecil kemungkinan percaya hoaks," katanya kepada Tagar News dalam tausiyah di depan ratusan santrinya, Kamis (4/4) malam.

Kecuali, kata dia, santri mogol yang belajarnya tidak selesai, atau setengah-setengah. Bahkan santri tersebut malah bisa menyebarkan hoaks di masyarakat. 

"Makanya saya selalu menekankan kepada santri agar belajar sampai selesai," tegasnya.

Malam itu, ratusan santri menggelar acara silaturahmi dan sosialisasi anti berita hoaks dan hate speech menuju Pemilu 2019 yang aman dan kondusif. Usai deklarasi, para santri diharapkan menjadi duta anti berita hoaks.

Ajakan Sirodjan kepada santrinya ada benarnya. Pasalnya dalam beberapa hari menjelang pencoblosan 2019, berita hoaks meningkat pesat.

Data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) RI menyebutkan, berita hoaks menjelang Pemilu terus meningkat. Akumulasi sejak Agustus 2018 sampai Maret 2019 Kemenkominfo total berita hoaks teridentifikasi sebanyak 1.224.311.

Rinciannya pada Desember 2018 teridentifikasi 75 berita hoaks. Januari 2019 meningkat menjadi 175 konten hoaks. Februari (353 konten hoaks) dan Maret (453 konten hoaks).

Konten berita hoaks tersebut tersebar di media online, yang mudah ditemukan di mesin pencarian Google. "Itulah alasan melarang santri," imbuh Sirodjan.

Dia mengatakan, usai sosialisasi dan deklarasi, para santri dapat memberikan contoh sesuai budaya pesantren yakni  budaya yang selalu konfirmasi dan tabayun kepada sumbernya yang benar.  Guru yang benar adalah guru dan ulama yang benar-benar ahlu sunnah atau pewaris ilmu nabi.

Sirodjan selalu berpesan kepada santrinya kalau pulang lalu kembali tidak membawa teman nyantri, maka ia belum berhasil nyantri. 

"Insya Allah kalau sudah menjadi santri dan berhasil nyantri, dia tidak akan percaya hoaks apalagi menyebar hoaks," tegasnya.

Lebih lanjut, Sirodjan mengimbau agar masyarakat menyadari perbedaan. Dalam Islam, perbedaan adalah rahmat yang tidak seharusnya menjadikan perpecahan, termasuk perbedaan dalam pilihan politik dalam pemilu. 

"Jadi mari kita sama-sama menyadari, tidak ada yang sempurna di antara kita," ungkapnya.

Agus Kurniawan, seorang santri setempat mengaku mendapat pencerahan baru setelah mengikuti sosialisasi dan deklarasi anti hoaks. 

"Kami akan lebih hati-hati menerima informasi apa pun dari sosial media. Kami akan memfilter dahulu, tidak menyebarkan, standarnya itu," kata dia.

Agus Kurniawan siap menjadi duta anti hoaks dan menyebarkan pesan Pemilu damai kepada masyarakat. 

"Kami akan melakukan pendekatan dengan ajaran agama dan budaya santri kepada masyarakat," pungkasnya. []

Berita terkait
0
Hasil Pertemuan AHY dan Surya Paloh di Nasdem Tower
AHY atau Agus Harimurti Yudhoyono mengaku sudah tiga kali ke Nasdem Tower kantor Surya Paloh. Kesepakatan apa dicapai di pertemuan ketiga mereka.