Banda Aceh – Aceh tak ada habisnya jika membahas kuliner. Apalagi di masa bulan suci Ramadan, banyak kuliner khas ditemukan di tanah berjuluk Serambi Mekkah ini.
Salah satunya adalah Sambai Oen Peugaga (daun pegagan) atau bahasa latinnya Centella Asiatica. Uniknya lalapan ini dibuat dengan 44 macam dedauan yang dicampur menjadi satu.
Tagar mencoba menemui Marlinda Wati (40), salah seorang penjual kudapan Sambai Oen Peugaga, di Jalan Teungku Pulo Dibaroh, Kampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, tak jauh dari Masjid Raya Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Dia mengatakan, Sambai Oen Peugaga ini sangat dicari jika sudah memasuki bulan puasa. Selain rasanya nikmat, kudapan tradisional ini pun memiliki berbagai macam khasiat.
“Ya, Sambai Oen Peugaga ini sudah menjadi turun-temurun. Banyak masyarakat mencarinya, kalau lagi puasa untuk menu berbuka,” kata Marlinda, di sela-sela berjualan, Kamis 9 Mei 2019 sore.
Menurut Marlinda, jika mengkonsumsi kudapan Sambai Oen Peugaga, sangat dirasakan manfaat terutama untuk meningkatkan stamina di bulan puasa. Agar tak lemas dan ngantuk.
Selain itu, Sambai Oen Peugaga juga dapat menghindari bau mulut berlebihan. Sebab daun itu dinilai memiliki berbagai zat untuk membunuh bakteri jahat di dalam mulut dan usus.
Sambai Oen Peugaga juga dapat melancarkan pencernaan, karena mengandung banyak serat. Bisa menyembuhkan masuk angin bagi penderita lambung, saat menjalankan ibadah puasa di saat siang harinya. Kudapan ini juga berkhasiat meningkatkan konsentrasi dan mempertajam daya ingat serta mengatasi kolesterol secara ampuh.
Marlinda menutur, dalam membuat bumbu Sambai Oen Peugaga, selain daun pegagan, juga membutuhkan berbagai macam dedaunan lain hingga mencapai 44 jenis.
"Tapi sekarang ada beberapa macam dedaunan tidak saya campur, karena carinya sudah susah dan langka," ungkapnya.
Misalnya, selain daun pegagan bahan utama, juga ditambah daun jeruk purut, daun jeruk limau (oen mentui), oen jambe kleng (daun jemblang), oen jambe (daun jambu), oen gelima (daun guava), oen bak rendong (daun kuda-kuda), tapak leman (daun mangkokan), daun pepaya, daun mengkudu, oen beum, daun mangga, dan daun sigentoet (daun kentut), daun sirih liar (oen culuet), daun kopi, daun jeruk bali, daun telapak kuda, dan beberapa daun lainnya.
"Sebagian dipilih yang masih muda lalu dicuci hingga bersih dan kemudian dicincang hingga halus," katanya.
Kemudian, siapkan bumbu berupa kelapa gongseng yang telah dihaluskan, kemiri, bawang merah, cabe dan sedikit asam sunti. Lalu dihaluskan terus digongseng seperti bumbu urap.
"Lalu diberikan garam dan dicampur dengan bumbu yang telah dihaluskan dan siap disajikan," ucapnya.
Sambai Oen Peugaga itu biasa dijadikan sebagai teman santap nasi untuk memperkaya rasa gurih dan pedas layaknya urap kering.
Meskipun Sambai Oen Peugaga hadir hanya di saat bulan Ramadan, kudapan tradisional satu ini sangat dicari oleh pelanggan setianya.
“Ya, pelanggan orang yang sudah tua. Anak muda jarang beli, tapi tetap ada," tuturnya.
Wanita yang berasal dari Peuniti Banda Aceh ini mengaku, sudah berjualan sebelum bencana Tsunami melanda Aceh pada 2004 silam. Marlinda meneruskan berjualan kudapan, karena memang sudah terun-temurun.
"Waktu saya sekolah SD juga sudah ikut membantu ibu saya berjualan," kata ibu yang memiliki tiga anak ini.
Kata dia semakin hari, Sambai Oen Peugaga yang sudah ada sejak masa kerajaan Aceh ini, akan semakin sedikit ditemui. Sebab masyarakat sekarang lebih menyukai makanan modern daripada makanan tradisional.
"Takutnya lama-kelamaan Sambai Oen Peugaga akan tinggal nama jika tidak dilestarikan. Sekarang saja bisa kita lihat sudah sangat jarang orang menjualnya," ungkapnya.
Di gerobak milik Marlina, yang mulai buka setelah salat ashar atau pukul 16.20 WIB, itu setiap sorenya ramai pembeli dan pelanggan setia. Soal harga lalapan itu cukup mengeluarkan isi kantong hanya Rp 5.000 per porsinya.
"Saya akan selesai berjualan hingga habis puasa nantinya," pungkasnya. []
Baca juga: