Saksi Bisu Perjuangan Pangeran Diponegoro

Gemericik suara air terjun terdengar di tempat persembunyian Pangeran Diponegoro di sebuah dusun di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Area Gua Selarong, tempat persembunyian Pangeran Diponegoro saat bergerilya melawan Belanda. Foto diambil Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Bantul - Gemericik suara air terjun terdengar di tempat itu, hanya beberapa meter dari gua putri di Gua Selarong, tempat bersembunyi sekaligus lokasi Pangeran Diponegoro mengatur strategi gerilya melawan penjajah Belanda.

Di lokasi itu di Dusun Kembangputihan, Kecamatan Pajangan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, terdapat dua gua, yang disebut gua kakung (pria) dan gua putri. Masing-masing gua terletak pada ujung kiri dan kanan tebing batu yang menjulang. Gua kakung terletak di sebelah kiri atau barat, sementara gua putri di sebelah kanan.

Kedua gua berukuran kecil, hanya berupa cekungan pada tebing batu. Gua putri bentuknya memanjang dengan lebar sekitar tiga meter. Sementara gua kakung lebih kecil, panjangnya hanya sekitar empat meter dan lebar tidak sampai tiga meter.

Selembar tikar yang tampak masih baru, tergelar di lantai masing-masing gua. Tikar itu menjadi alas bagi peziarah yang ingin bertafakur atau sekadar menyepi di tempat itu.

Waktu itu daerah sini dikepung, dibakar, tidak ada tempat lagi untuk sembunyi, Pangeran Diponegoro menjebol tembok belakang, melarikan diri ke Gua Selarong, sekitar tahun 1825.

Saksi Bisu Pangeran DiponegoroGapura gua putri yang ada di area Gua Selarong, tempat persembunyian Pangeran Diponegoro saat bergerilya melawan Belanda. Foto diambil Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Untuk mencapai kedua gua yang bagian depannya telah dibangun semacam gapura itu, pengunjung harus menapaki undakan cukup tinggi. Puluhan pohon berukuran cukup besar berdiri kokoh di sekitar tempat itu, menebarkan kesejukan dan rasa udara segar.

Siang itu, Rabu, 11 Maret 2020, suasana di Gua Selarong cukup sunyi. Mendung kelabu menyelimuti langit. Hanya ada beberapa pedagang yang menjual di sekitar undakan. Tak satu pun pengunjung di tempat bersejarah itu.

Saksi Bisu Pangeran DiponegoroTukiyem, 70 tahun, pedagang di area Gua Selarong, tempat persembunyian Pangeran Diponegoro saat bergerilya melawan Belanda. Foto diambil Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Hanya Ramai Saat Akhir Pekan

Seorang pedagang di tempat itu, Tukiyem, 70 tahun, duduk di tepi undakan. Buah-buahan dagangannya tergeletak di tikar, tepat di hadapannya. Beberapa jambu biji hasil kebun, beberapa kantong gula merah, enam kotak susu kemasan dan beberapa botol minuman ringan.

Tubuh tuanya yang berbalut kebaya kuning kehijauan dipadu jilbab biru, sabar menunggu pembeli. Tukiyem tahu peluangnya mendapatkan pembeli cukup kecil pada hari itu. Tapi dia sabar menunggu.

"Kawit enjang sepen (sejak pagi sepi). Biasane sing kathah pengunjung nek Setu nopo Minggu (biasanya banyak pengunjung kalau hari Sabtu atau Minggu)," tuturnya.

Sambil memperbaiki letak dagangannya, Tukiyem mengatakan selain pengunjung yang berniat wisata, ada juga beberapa orang yang datang khusus untuk berziarah atau melakukan ritual di tempat itu.

Museum Pangeran DiponegoroSeorang anak memperhatikan kereta kencana koleksi Museum Monumen Pangeran Diponegoro, di Tegalrejo, Yogyakarta, Kamis, 12 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Biasanya para peziarah tersebut melakukannya di dalam gua atau di sendang. Sendang itu terletak di sebelah barat daya Gua Selarong. Tapi, Tukiyem tidak menjelaskan secara rinci ritual yang dilakukan peziarah.

Hanya saja, dia memperingatkan agar mengucapkan salam sebelum memasuki area gua. Itu sebagai bentuk permohonan izin kepada 'pemilik' rumah.

"Kan nek mlebet teng daleme tiyang kedah apike yo pamit disik (kan kalau masuk ke rumahnya orang sebaiknya minta izin dulu)," ucapnya.

Tukiyem mengatakan gua itulah tempat Pangeran Diponegoro tinggal dan memimpin laskarnya berjuang melawan Belanda. Kisah itu diketahuinya turun-temurun dari orang tuanya.

Museum Pangeran DiponegoroSeorang anak memperhatikan foto koleksi Museum Monumen Pangeran Diponegoro, di Tegalrejo, Yogyakarta, Kamis, 12 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Tembok Jebol di Monumen Pangeran Diponegoro

Sebelum Pangeran Diponegoro tinggal di Gua Selarong sejak tahun 1825, dia tinggal di daerah Tegalrejo, Kota Yogyakarta. Saat ini di lokasi tersebut sudah dibangun Museum Monumen Pangeran Diponegoro.

Pengunjung tidak dikenakan biaya masuk untuk melihat koleksi museum. Lokasinya pun tidak jauh dari pusat kota, hanya sekitar empat kilometer dari titik nol Kota Yogyakarta.

Museum Monumen Pangeran Diponegoro yang dibangun pada 1985 itu mengoleksi beragam benda bersejarah, yang sebagian besar merupakan milik laskar atau anak buahnya saat bertempur melawan Belanda.

Koleksi tersebut antara lain tombak, keris, beberapa senjata tradisional lain, serta senapan atau bedil hasil rampasan dari Belanda. Sebagian koleksi merupakan hibah dari warga sekitar yang menjadi laskarnya.

Saksi Bisu Pangeran DiponegoroGua Kakung yang ada di area Gua Selarong, tempat persembunyian Pangeran Diponegoro saat bergerilya melawan Belanda. Foto diambil Rabu, 11 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Selain senjata hibah dari warga sekitar, ada juga kereta kencana dan seperangkat gamelan yang merupakan hibah dari Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.

"Kalau kereta kencana itu hibah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII," kata Safidiawati, Edukator Museum Monumen Pangeran Diponegoro.

Kereta kencana itu tersimpan di bagian belakang ruangan, tepat di tengah. Tidak jauh dari kereta itu, satu set gamelan tertata di samping etalase berisi senjata tradisional.

Di dalam ruangan museum juga terdapat foto-foto dan lukisan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro, serta lukisan wajah salah satu pengikut setianya, yakni Sentot Alibasya.

Monumen Pangeran DiponegoroTembok di halaman belakang Museum Monumen Pangeran Diponegoro, yang dijebol oleh Pangeran Diponegoro saat Belanda menyerang. Foto diambil Kamis, 12 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Selain koleksi yang ada di dalam ruangan museum, ada juga peninggalan Pangeran Diponegoro yang terletak di halaman museum, yakni padasan atau semacam gentong yang biasa digunakan untuk berwudu, serta batu tempat makanan kuda milik Pangeran Diponegoro.

Di halaman belakang kompleks museum, terdapat tembok yang berlubang. Menurut Safidiawati, Edukator Museum Monumen Pangeran Diponegoro, lubang pada tembok tersebut dibuat Pangeran Diponegoro saat menyelamatkan diri dari kepungan Belanda.

"Jadi waktu itu daerah sini dikepung dan kemudian dibakar. Saat sudah terkepung di daerah sini dan tidak ada tempat lagi untuk sembunyi, Pangeran Diponegoro menjebol tembok di belakang untuk melarikan diri ke Gua Selarong, sekitar tahun 1825," tuturnya.

Lukisan yang menggambarkan penyerangan dan pembakaran oleh pasukan Belanda tersebut, tergantung rapi di dalam area museum.

Museum Pangeran DiponegoroBatu tempat makanan kuda Pangeran Diponegoro, di halaman Museum Monumen Pangeran Diponegoro, di Tegalrejo, Yogyakarta, Kamis, 12 Maret 2020. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Setelah tidak bisa menemukan Pangeran Diponegoro, pasukan Belanda yang marah, membumihanguskan daerah di sekitar situ. Pendopo yang ada di area museum saat ini, dibangun kembali pada tahun 1973.

"Kalau untuk museum ini, diresmikan pada tahun 1985. Museum ini berada di bawah naungan korem (072/Pamungkas), dan untuk koleksi ada beberapa peralatan perang. Ada senjata yang merupakan hibah dari warga sekitar sini karena dulu daerah ini memang tempat tinggal Pangeran Diponegoro," ujarnya.

Safidiawati menuturkan, meskipun seorang pangeran, Diponegoro memilih tinggal di luar keraton. Waktu itu Pangeran Diponegoro tinggal di tempat itu bersama neneknya, Ratu Ageng (istri Hamengkubuwono I).

Museum Pangeran DiponegoroSafidiawati, Edukator Museum Monumen Pangeran Diponegoro. (Foto: Tagar/Kurniawan Eka Mulyana)

Pangeran Diponegoro merupakan sosok bangsawan yang sangat dekat dengan rakyat. Sehingga dia sangat mengetahui penderitaan rakyat atas kebijakan-kebijakan kolonial.

"Jadi beliau aktif menentang kebijakan-kebijakan tersebut. Jadi waktu itu Belanda mengetahui Pangeran Diponegoro menentang kebijakan mereka. Kemudian Belanda ingin menangkap Pangeran Diponegoro," tuturnya.

Sejak pindah ke Gua Selarong pada 1825, Pangeran Diponegoro dan pengikutnya terus melakukan perlawanan.

Mereka berjuang hingga ke Perbukitan Menoreh dan wilayah Magelang. Namun pada tanggal 2 Syawal 1245 Hijriyah, atau 28 Maret 1830 Masehi, Belanda menangkap Pangeran Diponegoro di Magelang.

Belanda menangkapnya dengan cara yang licik, yakni mengundang Pangeran Diponegoro untuk melakukan perundingan.

Mereka kemudian memisahkan Pangeran Diponegoro dengan laskar serta pengikutnya, dan menahan Pangeran Diponegoro di Manado, Sulawesi Utara, pada 1830 hingga 1833.

Selanjutnya pada 1833, Pangeran Diponegoro dibawa ke Makassar, Sulawesi Selatan. Di Makassar, Pangeran Diponegoro ditahan di penjara Benteng Rotterdam, dan meninggal di kota Anging Mamiri tersebut. []

Baca juga:

Berita terkait
Kampung Keris Terbesar se-Asia Tenggara di Sumenep
Bunyi letupan gerenda dan ketukan besi, menggema nyaris di semua sudut rumah di Desa Tongtong, kampung keris terbesar se-Asia Tenggara di Sumenep.
Empu Sungkowo di Sleman Trah Pembuat Keris Majapahit
Empu Sungkowo di Sleman, keturunan Empu Supa, pembuat keris Kerajaan Majapahit. Tagar menemuinya untuk mengetahui ritual membuat sebilah keris.
Keris Yogyakarta Senjata dengan Filosofi Luhur
Keris Yogyakarta bukan hanya merupakan senjata, tapi juga memiliki makna filosofi yang luhur, serta harapan empu pembuat sesuai pesanan pemiliknya.
0
Indonesia Akan Isi Kekurangan Pasokan Ayam di Singapura
Indonesia akan mengisi kekurangan pasokan ayam potong di Singapura setelah Malaysia batasi ekspor daging ayam ke Singapura