RT, RW dan Kepala Desa di Jabar Kesal Karena Bansos

RT, RW dan kepala desa yang marah, kesal dan tolak bansos provinsi, dinilai anggota DPRD Provinsi Jabar dari Partai Gerindra Daddy Rohanady lumrah
Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Daddy Rohanady. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati).

Bandung - Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Partai Gerindra, Daddy Rohanady, menilai lumrah jika sebagian RT, RW atau kepala desa di beberapa daerah di Jawa Barat kesal atau marah hingga viral di media sosial terhadap kebijakan bantuan sosial provinsi yang saat ini masih bermasalah.

“Tidak aneh jika kemudian ada RT atau RW atau kepala desa yang mengungkapkan kekesalannya dan viral di media (karena data yang menjadi dasar pendistribusian bansos),” tuturnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tagar di Bandung, Selasa 12 Mei 2020.

Menurut Daddy, bagaimana RT, RW atau kepala desa tidak kesal atau marah terhadap data penerima bantuan sosial yang hingga saat ini berpolemik. Mereka (RT,RW atau kepala desa) sudah mencoba menyusun data penerima bantuan sosial sebagaimana diminta oleh kelurahan. Data yang dibuat RT RW atau kepala desa mencoba sedekat mungkin dengan fakta empiris di lapangan. Tetapi akhirnya data calon penerima bantuan yang dibuat pihak RT, RW atau kepala desa pada kenyataannya tidak digunakan atau hanya sebagian.

“Menurut saya masalah utama (polemik bantuan sosial provinsi) adalah data,” kata dia. Data kelompok rumah tangga sasaran (KRTS) dan non-DTKS atau data tentang keluarga sasaran yang menjadi acuan data penerima bantuan sosial provinsi beberapa kali di verifikasi, dan slot pengajuan non-DTKS yang diminta Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat dinilai Daddy pasti bermasalah karena tidak ada data tunggal yang menjadi acuan (oleh pemerintah pusat atau daerah).

“Saya kira ini terjadi disemua wilayah di Jawa Barat, bahkan bisa jadi ini pula yang terjadi di seluruh Indonesia (sengkarut data),” jelas dia. Ambil contoh, di Kota Cirebon tambah Daddy. Di awal bantuan sosial alokasinya 3.840 KRTS. Di akhir, maksudnya untuk realisasi bansos tahap I, hanya tersisa 874. Jumlah ini katanya sudah hasil verval. Nyatanya, masih ada 150 KRTS yang tidak valid.

“Belakangan sesuai permintaan, Kota Cirebon mengajukan lagi kuota non-DTKS sebanyak 35.000-an. Nyatanya yang diakomodir hanya sekitar 14.000-an. Hal-hal seperti inilah yang menimbulkan konflik di masyarakat,” tegas dia (adv). []

Berita terkait
Kenapa Pemprov Jabar Tidak Buka Data Penerima Bansos
PSI Jabar nilai tidak buka data penerima bansos sebagai bentuk transparansi kepada publik memicu ketidakpercayaan masyarakat terhadap Pemprov Jabar
Pemprov Jabar Tak Bisa Publikasi Data Penerima Bansos
Pemprov Jawa Barat mengaku tidak bisa memublikasikan data penerima Bansos kepada masyarakat karena ada aturan di Kementerian Sosia
0
Tinjau Lapak Hewan Kurban, Pj Gubernur Banten: Hewan Kurban yang Dijual Dipastikan Sehat
Penjabat (Pj) Gubernur Banten Al Muktabar meninjau secara langsung lapak penjualan hewan kurban milik warga di Kawasan Puspiptek.