Jakarta - Deklarator Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Rocky Gerung mengatakan media asing menyebut Indonesia terjebak di dalam kedunungan demokrasi lantaran polemik Omnibus Law Undang-Undang (UU) Cipta Kerja (Ciptaker).
"Seluruh dunia menolak UU ini. Seluruh koran dunia itu mengatakan bahwa Indonesia terjebak di dalam kedunguan demokrasi, yang ngomong itu siapa? Pers Yerusalem sampai Washington bicara itu," ujar Rocky dalam webinar PKSTV seperti dikutip Tagar, Sabtu, 17 Oktober 2020.
"Pers Moskow di utara sampai pers Melbourne di selatan bicara yang sama. Jadi seluruh dunia menganggap Indonesia ini tolol," ucapnya.
Berarti buruh enggak akan protes. Loh, buruh justru protes. Ini sama seperti presiden bilang 'ini makan ya, saya bawa beras.
Baca juga: Rocky Gerung Ungkap Kekonyolan Johnny Plate - Azis Syamsuddin
Tetapi, kata Rocky, pemerintah Indonesia justru mengesampingkan hal itu dengan berkeyakinan UU Omnibus Law sudah baik dan bagus. Selain itu, pemerintah Indonesia juga bersikeras beranggapan Omnibus Law tersebut demi kepentingan buruh.
"Berarti buruh enggak akan protes. Loh, buruh justru protes. Ini sama seperti presiden bilang 'ini makan ya, saya bawa beras. Presiden dengan bansos, dia bawa beras. Kalian musti makan ya. Karena kesulitan ekonomi saya kasih bantuan'. Terus orang miskin ini bilang 'iya, tapi itu beras buat ayam, bukan buat orang," kata Rocky.
"Presidennya ngotot, 'ini bikin kenyang loh'. Memang bikin kenyang, tetapi itu beras buat ayam," tutur dia menganalogikan.
Diketahui, gelombang demonstrasi menolak Omnibus Law UU Ciptaker di Indonesia diwarnai kericuhan. Sejumlah media asing menyoroti aksi yang berujung ricuh ini.
Satu di antara sorotan itu datang dari media Amerika Serikat (AS), The New York Times dalam tulisan berjudul 'Protests Spread Across Indonesia Over Jobs Law'.
Baca juga: Rocky Gerung: Mestinya Menaker Tolak UU Cipta Kerja Demi Buruh
New York Times menggambarkan demonstrasi itu dipicu oleh UU yang memangkas perlindungan pada pekerja dan lingkungan.
"Petugas polisi anti huru hara menembakkan gas air mata dan meriam air di ibu kota Indonesia pada hari Kamis ketika mereka mencoba membubarkan kerumunan besar orang yang memprotes undang-undang baru yang memangkas perlindungan bagi pekerja dan lingkungan," tulis The New York Times, Kamis, 8 Oktober 2020. []