Ribuan Warga Jateng Terkena DBD, Korban Meninggal Tertinggi di Brebes

Hanya bulan Januari 2019, korban DBD di Jateng mencapai 1.204 orang.
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Semarang (Tagar 1/2/2019) - Sedikitnya 1.204 warga Jawa Tengah (Jateng) terkena Demam Berdarah Dengue (DBD) di awal tahun 2019 ini. Dari ribuan penderita itu, wilayah Sragen menduduki peringkat pertama kasus DBD. 

Sementara Brebes dan Jepara menjadi wilayah tertinggi korban meninggal dunia akibat DBD. DBD di masing-masing kota di Jateng itu empat orang dilaporkan meninggal dunia karena DBD. 

Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jateng mengungkapkan ada 12 orang yang akhirnya meninggal dunia akibat penyakit yang menyebar lewat gigitan nyamuk itu.

"Selama Bulan Januari ada 1.204 warga Jawa Tengah yang kena DBD, 12 di antaranya meninggal dunia," ungkap Kepala Dinkes Jateng, Yulianto Prabowo, Jumat (1/2).

Korban meninggal akibat DBD tersebut ada di Brebes dan Jepara masing-masing sebanyak empat orang. Sementara di Kebumen, Grobogan, Blora, Kabupaten Semarang masing-masing satu orang.

Dari pendataan Dinkes Jateng, Yulianto menyebut Sragen merupakan wilayah terbanyak ditemukan kasus DBD, jumlah penderita mencapai 200 orang. Disusul Grobogan dengan 150 kasus, Pati 87 kasus, Jepara 78 kasus, Blora 75 kasus, Purbalingga 76 kasus, Cilacap 71 kasus, serta Boyolali dengan 51 kasus.

"Daerah lainnya di bawah 50 kasus," ujar dia.

Jakarta Waspada Demam BerdarahDemam berdarah identik dengan penyakit yang muncul pada musim penghujan saat ini. Semakin dini seseorang diketahui menderita demam berdarah, makin mudah ditangani dan tidak mudah jatuh ke berbagai komplikasi seperti syok dan perdarahan yang lebih sulit ditangani. (Foto: Antara/Sigid Kurniawan)

Data Dinkes Jateng juga mengungkap rata-rata penderita DBD menjangkiti anak usia lima hingga 15 tahun. Namun demikian, DBD juga terpantau menyerang balita hingga lansia.

"Disebabkan adanya mutasi virus. Karenanya kami mencanangkan waspada KLB di beberapa daerah karena kasus meningkat, seperti Sragen, Grobogan, Jepara, Pati, Kudus," tegas Yulianto.

Dijelaskan Yulianto, sudah menjadi kebiasaan jika di bulan Januari angka penderita DBD melonjak dibanding bulan lain. Pasanya, tren peningkatan tersebut berkaitan dengan puncak musim hujan yang juga terjadi dalam kurun waktu yang sama, Desember-Januari.

"Kalau diamati, selalu Januari meningkat. Nanti Februari menurun dan April paling sedikit. Oktober mulai lagi naik sedikit-sedikit," papar dia.

Faktor tingginya curah hujan di awal tahun tersebut membuat banyak genangan air muncul di kawasan perumahan. Nyamuk pembawa virus DBD, aedes aegypti suka dengan genangan air karena untuk berkembang biak. Sehingga tidak heran jika di musim hujan tiba maka angka penderita DBD juga melonjak.

Baca juga: Demam Berdarah Mewabah di Sini

"DBD itu dipengaruhi faktor lingkungan karena nyamuknya berkembang biak dalam kondisi tertentu, di genangan air," katanya.

Sementara bagi orang awam, gejala penyakit ini hampir sama dengan penyakit lain sehingga menyulitkan diagnosa. Perlu serangkaian pemeriksaan medis, seperti uji laboratorium guna memastikan virus DBD atau penyakit lain.

Karenanya, Dinkes Jateng mengimbau agar masyarakat selalu waspada termasuk peduli dengan lingkungan. Ia juga berharap tenaga medis menetapkan diagnosa DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) jika ada gejala DBD seperti demam dan panas.

"Saya imbau kalau ada anak panas langsung DHF, untuk kewaspadaan dini," tukasnya.

Berita terkait
0
David Beckham Refleksikan Perjalanannya Jadi Pahlawan untuk Inggris
David Beckham juga punya tips untuk pesepakbola muda, mengajak mereka untuk menikmati momen sebelum berlalu