Ratusan Miliar Kerugian Negara Akibat Korupsi di Papua

Hingga Juli 2020, Kejaksaan Tinggi Papua tengah menangani lima kasus dugaan korupsi dengan total kerugian negara hingga Rp 190,3 miliar.
Kepala Kejati Papua, Nikolaus Kondomo memberikan keterangan pers di kantornya, Rabu 22 Juli 2020. (Foto: Dok Tagar/Paul Manahara Tambunan)

Jayapura - Hingga Juli 2020, Kejaksaan Tinggi Papua tengah menangani lima kasus dugaan korupsi dengan total kerugian negara hingga Rp 190,3 miliar. Terpidana yang kini berstatus buron pun masih dalam pengejaran, termasuk dua mantan bupati.

Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Nikolaus Kondomo mengatakan, lima kasus itu sudah pada tahapan penyidikan dan ditangani tim Pidana Khusus (Pidsus).

Saya instruksikan seluruh kepala kejaksaan negeri di Papua untuk mengumpulkan data tersangka hingga terpidana yang berstatus DPO.

Lima kasus itu antaralain dugaan penyalahgunaan dana hibah dengan kerugian negara Rp 57 miliar dan dana bantuan sosial Rp 23 miliar di Kabupaten Keerom tahun 2017, serta kasus kredit fiktif Bank Papua Cabang Enarotali di Kabupaten Paniai tahun 2016, yang membuat negara merugi Rp 188 miliar.

Sedangkan dua kasus lainnya adalah gratifikasi dengan nilai RP 19 miliar yang melibatkan Bupati Waropen Yermias Bisai selama 10 tahun terakhir, dan penyalahgunaan dana hibah Pilkada pada lingkup KPU Kabupaten Sarmi tahun 2016, dengan kerugian Rp 23 miliar.

"Penanganan kasus korupsi tetap berjalan walaupun di tengah pandemi Covid-19. Kami belum dapat mempublikasikan 20 kasus lainnya karena masih tahap penyelidikan di sejumlah kejaksaan negeri," kata Nikolaus kepada wartawan, Rabu 22 Juli 2020 lalu.

Menyoal kredit fiktif di Bank Papua Cabang Enarotali, penyidik telah memanggil lima pegawai dari kantor pusat Bank Papua. Sementara terkait kasus Bupati Waropen masih ditunda pemanggilannya.

Hal ini, kata Nikolaus, menyusul adanya instruksi dari Kejaksaan Agung untuk menunda penanganan perkara tersebut hingga pelaksanaan Pilkada tahun ini selesai.

Tindak pidana ini merupakan kejahatan luar biasa yang sangat merugikan masyarakat untuk mendapatkan layanan publik.

"Namun kami tetap tangani kasus ini dengan profesional, agar tidak ada indikasi kepentingan pihak tertentu untuk menjatuhkan seorang kandidat kepala daerah dengan masalah hukum," tegasnya.

Kejati Papua saat ini juga fokus memburu tersangka dan terpidana kasus korupsi yang masih daftar pencarian orang (DPO).

"Saya instruksikan seluruh kepala kejaksaan negeri di Papua untuk mengumpulkan data tersangka hingga terpidana yang berstatus DPO. Dengan kerjasama yang baik, mudah-mudahan kami segera tangkap mereka," ujar Nikolas.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Papua, Alexander Sinuraya mengatakan, terdapat 16 DPO atas kasus korupsi yang ditangani Kejati Papua. Rinciannya, 15 orang berstatus terpidana dan seorang tersangka.

Dua di antara 16 DPO ini adalah Philips Wona, Bupati Kepulauan Yapen tahun 2000-2005 dan Onesimus Jacob Ramandey, Bupati Waropen tahun 2005-2010.

"Pemetaan kami, mereka tersebar di sejumlah daerah di Papua maupun sejumlah wilayah di luar Papua," kata Alexander.

Direktur Papua Anti Corruption Investigation, Anthon Raharusun berpendapat, Korps Adhyaksa harus meningkatkan kompetensinya di tengah pandemi Covid-19.

Misalnya, mengoptimalkan pemeriksaan orang yang terindikasi terlibat maupun saksi dalam sebuah kasus dugaan korupsi secara daring.

"Tidak boleh menjadikan pandemi untuk mengendurkan upaya penegakan hukum dalam kasus korupsi. Sebab, tindak pidana ini merupakan kejahatan luar biasa yang sangat merugikan masyarakat untuk mendapatkan layanan publik, " ujar Anthon lewat gawainya, Sabtu 27 Juli 2020. []

Berita terkait
Lima Saksi Diperiksa Kredit Fiktif Rp 188 M Bank Papua
Kejaksaan Tinggi Papua kembali memeriksa lima saksi terkait kredit fiktif di Bank Papua yang merugikan negara sebesar Rp 188 miliar.
Kejaksaan Tinggi Papua Buru 16 Terpidana Korupsi
Kejaksaan Tinggi Papua tengah memburu 15 terpidana korupsi. Satu lainnya masih dalam status tersangka.
AII Kecam Aparat Tewaskan Ayah-Anak di Nduga, Papua
Amnesty International kecam penembakan yang dilakukan aparat terhadap seorang ayah dan anak di Nduga, Papua.