Putusan MA Bolehkan Mantan Napi Nyaleg, Bagas Kecewa Surati Presiden

“Apakah korupsi berjamaah yang dilakukan DPRD Provinsi Sumut dan Kota Malang baru-baru ini bukan suatu bukti nyata akan perilaku sampahnya?” gugat Bagas.
(Dari kiri) Peneliti Senior NETGRIT Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini, Dosen Universitas Andalas Padang Charles Simabura, pangajar STIH Jentera Bivitri Susanti dan Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz menjadi narasumber dalam diskusi di kantor ICW, Jakarta, Minggu (9/9/2018). Diskusi tersebut mengambil tema Polemik Pencalonan Napi Korupsi: Antara Komitmen Partai dan Penuntasan di Mahkamah Agung. (Foto: Ant/Sigid Kurniawan)

Yogyakarta, (Tagar 17/9/2018) - Kecewa atas putusan Mahkamah Agung (MA) soal mantan napi nyaleg di Pileg 2019, Ir KPH Bagas Pujilaksono Widyakanigara, MSc, Lic Eng, PhD menyatakan keprihatinan dan kesedihannya.

Akademisi dari Fakultas Teknik/Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menyatakan kesedihannya dengan melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam salinan surat terbuka kepada Presiden Jokowi bertajuk  “Hal: Putusan MA Soal Mantan Napi Nyaleg di Pileg 2019” yang diterima Tagar pada Minggu (16/9/2018) tersebut, Bagas Widyakanigara menuturkan, “Saya pribadi amat sedih mendengar keputusan MA yang mengizinkan mantan narapidana: korupsi, kejahatan sexual terhadap anak dan perempuan, dan narkoba, boleh nyaleg di Pileg 2019. Bukankah kejahatan korupsi, kejahatan sexual terhadap anak dan perempuan, dan narkoba masuk kategori extra-ordinary crimes?  Mau dibawa ke mana Indonesia?”

Bagas WidyakanigaraKPH Bagas Widyakanigara. (Foto: Facebook.com/krt.widyakanigara)

Bagas menyebutkan, “Ketika KPU gigih mempertahankan aturan larangan mantan napi jenis kejahatan khusus tersebut nyaleg, saya bahagia luar biasa.  Karena kita telah maju selanglah dalam mewujudkan Indonesia bersih dari kejahatan khusus tersebut. Rakyat menjadi miskin karena korupsi. Generasi muda hancur masa depannya karena narkoba. Dan, psikologis anak dan perempuan rusak karena trauma kejahatan sexual yang dialaminya. Bagi saya mantan narapidana jenis tersebut moralnya sampah, dan layak dibuang di keranjang sampah.”

“Harapan saya pupus dengan MA hari ini memberi izin bagi mereka untuk maju Pileg 2019. Apa yang bisa diharapkan dari mereka? Apakah korupsi berjamaah yang dilakukan DPRD Provinsi Sumut dan Kota Malang baru-baru ini bukan suatu bukti nyata akan perilaku sampahnya? Tidak ada moral dan etika yang bisa dibanggakan!” protesnya.

Bagas menggambarkan, “Saya bukan ahli hukum. Saya hanya mencoba meraba-raba, apa latar belakang MA mengambil keputusan tersebut? Saya menduga dasarnya HAM tepatnya HAM politik bagi si mantan narapidana.  Lebih-lebih tidak ada keputusan pengadilan yang merampas hak politiknya. Lalu bagaimana HAM rakyat agar hak hidupnya tidak dirampas oleh koruptor?”

Bagas dalam suratnya juga mempertanyakan, “Bagaimana HAM anak dan perempuan, agar bisa hidup bebas merdeka dari kejahatan sexual? Bagaimana jaminan keberlangsungan generasi muda Indonesia dari ancaman narkoba? Pertanyaan mendasar ini pekerjaan rumah yang rumit bagi kita semua.  Ini masalah serius dan harus diatasi secara menyeluruh. Tidak cukup dengan debat bertele-tele soal HAM politik si penjahat. Justru HAM rakyat, anak dan perempuan, dan generasi muda Indonesia harus diprioritaskan dan dijamin keberlangsungannya.”

Bagas pada alinea berikutnya menyebutkan, “Negara dalam kondisi darurat dari kejahatan luar biasa, tentunya penanganannya juga harus luar biasa. Belum ada komitmen politik yang sifatnya sinergis dari lembaga-lembaga tinggi negara terhadap extra-ordinary crimes tersebut! Masih sekadar wacana dan pencitraan politik.”

“Harapan saya tinggal di parpol. Mohon jangan diajukan berkas bacaleg mantan narapidana kejahatan khusus tersebut ke KPU. Ini demi kelangsungan hidup bangsa Indonesia,” tulis Bagas.

Dia mengakhiri suratnya dengan mengucapkan terima kasih seraya berharap surat terbukanya diviralkan.

Masyarakat Tahu

Sementara itu di tempat berbeda dan waktu berbeda, Presiden Jokowi menyatakan bahwa masyarakat Indonesia sudah semakin matang dan dewasa dalam menentukan pilihan, sehingga tahu siapa yang harus dipilih termasuk dalam Pileg 2019.

"Semuanya pasti mengacu melihat rekam jejak, 'track record' pasti dilihat, karakter pasti dilihat karena masyarakat semakin dewasa, semakin pintar melihat siapa yang harus dipilih," kata Presiden seusai meninjau pelatnas Asian Para Games di Hartono Trade Center, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu (15/9).

Hal serupa juga termasuk dalam memilih anggota legislatif baik di DPRD tingkat Kota/Kabupaten, DPRD tingkat Provinsi, maupun di DPR dan DPD.

Presiden sebagaimana disampaikan Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin juga menghormati putusan MA yang membatalkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) terkait larangan mantan koruptor mencalonkan diri menjadi anggota legislatif.

Sebelumnya seperti diketahui, uji materi terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi untuk menjadi bakal calon anggota legislatif dalam Pemilu 2019 diputus oleh MA pada Kamis, 13 September 2018.

Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ketentuan yang digugat oleh para pemohon bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Itu keputusan yang memang harus kita hormati dan itu wilayahnya 'judicial' di yudikatif. Kita tidak bisa intervensi," ujarnya.

Presiden pun seperti dirilis Antaranews meminta agar semua pihak menghormati keputusan tersebut, tidak menjadikannya sebagai polemik yang tidak membangun mengingat masyarakat sudah semakin matang dan dewasa dalam berdemokrasi. []

Berita terkait
0
Apa yang Terjadi pada Hari Penonaktifan Irjen Ferdy Sambo
Apa yang terjadi pada hari penonaktifan Irjen Ferdy Sambo, petinggi Polri yang rumahnya diduga jadi TKP baku tembak dua polisi ajudannya.