Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani dalam orasi kebangsaannya saat Konferensi Besar ke-23 GP Ansor, menceritakan kedekatan Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno dengan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU), di Minahasa.
Puan mengaku bangga dengan komitmen kebangsaan GP Ansor yang tetap konsisten di barisan depan dalam membentuk kepedulian pada sesama masyarakat di Tanah Air.
Negeri ini sungguh beruntung mempunyai ormas seperti Nahdlatul Ulama yang menjadi bagian terpenting dalam membangun nasionalisme
"Dari hati yang paling dalam, saya menyampaikan rasa bangga kepada GP Ansor yang menjadi bagian penting dalam membangun visi kebangsaan sejak sebelum kemerdekaan hingga sekarang ini," kata Puan melalui siaran pers yang diterima Tagar, Sabtu 19 September 2020.
Menurut Puan, konsistensi GP Ansor tidak bisa dilepaskan dari sosok KH Abdul Wahab Hasbullah, yang meletakkan fondasi pemikiran kebangsaan pada generasi muda NU.
"Kiai Abdul Wahab Hasbullah merupakan teladan bangsa ini karena senantiasa menggelorakan spirit cinta tanah air adalah bagian dari iman (hubbul wathon minal iman)," kata dia.
Dalam konteks tersebut, lanjut politisi PDI Perjuangan ini, cinta Tanah Air adalah bagian dari iman, yang menjadi gerakan besar menggelorakan nasionalisme kaum muda.
"Negeri ini sungguh beruntung mempunyai ormas seperti Nahdlatul Ulama yang menjadi bagian terpenting dalam membangun nasionalisme," ujarnya.
Dia mengatakan, Rais Akbar NU KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa Hubbul Wathon Minal Iman (Cinta Tanah Air adalah Sebagian dari Iman).
Selanjutnya, kata dia, pada 22 Oktober 1945, KH Hasyim mengeluarkan fatwa Resolusi Jihad yang mewajibkan setiap santri berperang melawan serbuan NICA untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan status hukum fardlu ‘ain, yakni wajib bagi setiap Muslim yang berada di wilayah peperangan.
Puan mengibaratkan, hubungan Islam dan Nasionalisme bagi bangsa Indonesia seperti eratnya hubungan Bung Karno dengan NU. Salah satunya adalah hubungan Bung Karno dengan KH Abdul Wahab Hasbullah, dua tokoh yang bersahabat dan saling menghormati.
"Bung Karno selalu bermusyawarah dan meminta pandangan dari ulama-ulama Nahdlatul Ulama dalam hal genting dan penting termasuk dengan Kiai Wahab Hasbullah," ujarnya.
Dalam Muktamar NU di Solo tahun 1962, kata Puan, Bung Karno menegaskan kepada para muktamirin "Saya Cinta Sekali Kepada NU".
"Bung Karno sampaikan hal itu dari lubuk hati paling dalam, karena menyadari peran NU dalam menjaga Pancasila, NKRI, Bhinneka Tunggal Ika, dan UUD 1945. NU selalu hadir membela negara pada saat-saat genting dan penting," ucap dia.
Dia menjelaskan, kecintaan kepada NU, dibalas dengan menganugerahi Bung Karno gelar waliyul amri ad-daruri bis syaukah dalam Muktamar ke-20 NU di Surabaya pada 1954, yakni pemimpin nasional dalam keadaan darurat namun memiliki wewenang yang mutlak.
"Gelar itu menegaskan bahwa Bung Karno adalah pemimpin negeri Muslim yang sah secara syariat. Sebagai cucu dari Bung Karno, saya pribadi mengucapkan terima kasih atas pemberian gelar tersebut," katanya.
Puan berharap Konbes GP Ansor dapat melahirkan ide-ide besar dalam rangka membumikan Pancasila. Selain itu, dirinya juga berharap GP Ansor dan seluruh warga NU terus bergotong royong meringankan beban masyarakat yang kesulitan akibat pandemi Covid-19.
Dia berpandangan, DPR juga terus bekerja menjalankan fungsi pengawasan, legislasi, dan anggaran untuk memastikan penanganan pandemi Covid-19 yang dijalankan pemerintah berjalan tepat.
- Baca juga: UAS Komentari Polemik Puan Maharani dan Orang Sumbar
- Baca juga: Tuan, Kembalikan Tulisan Bung Karno dari Danau Toba
"Kita harus optimis mampu melalui pandemi ini. Pandemi ini semakin menuntut kita bahwa gotong royong menjadi kekuatan utama agar kita bahu-membahu sebagai bangsa. Kita tidak boleh tenggelam dalam perbedaan yang dapat menciptakan perpecahan," ujar Puan.[]