Proyek untuk Bantu Korban Kekerasan Seksual di Jerman

Satu dari tiga wanita "mengalami kekerasan berbasis gender selama hidup mereka" hanya 40% dari korban mencari bantuan
Ilustrasi - Bantuan psikologis bagi korban kekerasan seksual. (Foto: dw.com/id - Westend61/IMAGO)

TAGAR.id - Korban pemerkosaan seringkali tidak melaporkan kejahatan tersebut ke polisi karena berbagai alasan. Sebuah proyek di Jerman ingin membantu korban menyimpan bukti-bukti, jika mereka memilih mengambil langkah hukum. Carla Bleiker melaporkannya untuk DW.

"Kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan tetap menjadi pelanggaran hak asasi manusia yang paling meluas di seluruh dunia," kata laporan PBB yang baru-baru ini yang diterbitkan menjelang Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 25 November.

Laporan PBB menyebutkan, satu dari tiga wanita "mengalami kekerasan berbasis gender selama hidup mereka." Namun, hanya 40% dari korban mencari bantuan, ketika mereka mengalami kekerasan seksual.

"Sebagian besar kasus terjadi di lingkungan terdekat korban," kata Knut Albrecht yang mengepalai Institut Forensik di negara bagian Brandenburg. "Pelaku bisa saja suami, pasangan, atau paman. Korban biasanya ingin menjaga ketentraman di rumah, dan mungkin merasa malu. Ada seribu satu alasan mengapa kekerasan seksual tidak dilaporkan", tambah Albrecht.

Di beberapa bagian dunia, termasuk Jerman, perempuan yang tidak mau, atau tidak bisa, melaporkan kasus kekerasan seksual seperti pemerkosaan ke polisi punya jalan lain. Mereka dapat mengamankan bukti-bukti penyerangan seksual dalam pengaturan rahasia. Knut Albrecht menjalankan proyek percontohan di negara bagian Brandenburg, yang memberikan bantuan medis segera kepada para penyintas pemerkosaan dan melakukan pengumpulan bukti secara rahasia.

Jika seorang wanita yang telah diserang memilih untuk menempuh jalur hukum di kemudian hari, bukti yang tersimpan akan dapat diterima di pengadilan.

korban kekerasan seksualBanyak korban kekerasan seksual yang memilih tidak melaporkan kasusnya ke polisi. (Foto: dw.com/id - Alberto Menendez/imago images)

Bagaimana bukti-bukti dikumpulkan?

Prosesnya memerlukan pemeriksaan di fasilitas medis tertentu dan pencatatan tentang cedera apa pun yang dialami korban. Seorang wanita yang telah dianiaya umumnya akan diminta untuk mengisi formulir dengan bantuan seorang dokter perempuan. Foto luka apa pun, serta pakaian dalam dan pakaian lain yang dikenakan oleh korban kemudian akan dikirim ke ahli forensik dan disimpan sebagai barang bukti.

Sampel juga akan diambil untuk menganalisis DNA pelaku. "Jika ejakulasi terjadi di vagina, anus, atau mulut wanita, pasti akan ditemukan jejak sperma," kata Kurt Albrecht. "Ini kemudian dapat digunakan untuk melakukan analisis DNA."

Sampel semacam itu hanya akan diambil setelah seorang korban memberikan penjelasan rinci tentang aksi penyerangan tersebut, dan hanya jika itu benar-benar diperlukan. "Dalam kasus seks oral, tidak ada sampel yang diambil dari alat kelamin korban, dan jika terjadi ejakulasi pada perut korban, sampel hanya diambil dari sana," jelasnya.

Jika tidak terjadi ejakulasi, namun penis pelaku menembus vagina korban, para ahli tetap akan mengambil sampel dengan harapan menemukan jejak DNA dari kulit penis. Tapi Kurt Albrecht mengatakan, ini kurang dapat diandalkan dibandingkan dengan menggunakan jejak sperma untuk melakukan analisis DNA. Dia juga mengatakan, jika pelaku dicakar oleh orang yang diserang, jejak DNA-nya biasanya juga dapat ditemukan di bawah kuku korban.

pendampingan korban kekerasan seksual
Korban kekerasan seksual juga perlu pendampingan psikologis. (Foto: dw.com/id - Ute Grabowsky/photothek/picture alliance)

Pemeriksaan segera sangat penting

Para ahli mengatakan, bukti-bukti harus dikumpulkan secepat mungkin karena DNA asing cepat hancur. "Jika kekerasan seksual yang melibatkan penetrasi menyebabkan robekan pada vagina, ini dapat dideteksi dalam pemeriksaan," kata Laia, seorang ginekolog di Berlin, yang meminta agar nama keluarganya dirahasiakan untuk melindungi pasiennya. Tetapi dia mengatakan bahwa pemeriksaan harus dilakukan dengan cepat: "Setelah beberapa hari atau minggu, sudah terlambat karena selaput lendir sembuh dengan cepat."

Negara bagian Brandenburg di Jerman saat ini menyimpan bukti-bukti forensik yang dikumpulkan secara rahasia hingga selama 10 tahun. Pakaian dalam, misalnya, diawetkan sedemikian rupa sehingga tetap dalam keadaan aslinya. DNA yang diekstraksi dari sampel dikeringkan sedemikian rupa sehingga dapat diterima di pengadilan di kemudian hari.

Pemeriksaan ginekologi adalah urusan yang rumit, terlebih lagi ketika seorang perempuan telah mengalami kekerasan seksual, kata Laia, yang bekerja di sebuah klinik ginekologi. Dia mengatakan, selalu berhati-hati untuk merawat pasiennya dengan penuh empati dan rasa hormat.

Pemulihan fisik dan dukungan psikologis

Knut Albrecht juga mengatakan, proses pemeriksaan terhadap seorang perempuan yang telah diperkosa memang rumit. "Itu dilakukan oleh petugas terlatih yang sangat berempati. Tapi jika seorang perempuan merasa tegang saat sampel tertentu diambil, prosedurnya akan dihentikan."

Laia merekomendasikan agar korban perkosaan juga pergi ke ginekolog empat hingga enam minggu setelahnya, untuk menguji kehamilan dan/atau Premenstrual Syndrome (PMS).

Dia juga mengatakan, pemeriksaan segera terhadap korban, setelah peristiwa kekerasan seksual terjadi, hanyalah langkah pertama. Langkah selanjutnya adalah memberikan dukungan psikologis, agar korban dapat mulai memroses peristiwa kekerasan seksual yang dialaminya. (hp/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Kasus Pemaksaan Sterilisasi Sebagai Kekerasan Berbasis Gender Ditemukan di Tangerang Banten
Selain beberapa jenis kekerasan seksual ditemukan juga kekerasan berbasis gender, seperti pemaksaan sterilisasi, di wilayah Tangerang, Banten