Proyek Lima Triliun Mangkrak di Masa Aher

Proyek bernilai Rp 5 triliun mangkrak di masa Aher. 'Proyek pembangunan fisik di Jabar ini delay-nya banyak banget,' keluh Daddy.
Wakil Ketua DPRD Jabar sekaligus Wakil Ketua Badan Anggaran, Abdul Haris Bobihue mengakui ada beberapa proyek pembangunan fisik yang tertunda di masa Pemerintahan Aher. Proyek tersebut ada yang nilai investasinya Rp 3 sampai Rp 5 triliun lebih. (Foto: Tagar/Fitri Rachmawati)

Bandung, (Tagar 8/8/2018) - Komisi IV DPRD Jawa Barat mengungkapkan beberapa proyek infrastruktur dengan nilai investasi kurang lebih Rp 5 triliun pada masa Pemerintahan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ahmad Heryawan mangkrak atau tertunda karena terkendala pembebasan lahan hingga defisit anggaran.

Proyek infrastruktur atau pembangunan fisik tersebut di antaranya, pertama proyek yang paling besar adalah jalan tol baik itu Cigatas (Cileunyi, Garut, Tasikmalaya dan Pangandaran), Cisumdawu, Bocini nilai investasinya di atas Rp 5 triliun. Sedangkan BIJB nilai proyeknya (untuk sisa pembangunan 500 Run Way) dibawah Rp 5 triliun.

Kemudian, proyek pengelolaan sampah dari TPPAS Nambo atau Legok Nangka dengan nilai investasi Rp 3 triliun dan pembangunan masjid monumental dan masjid raya Provinsi Jabar pun mangkrak sampai saat ini.

Menurut Wakil Ketua Komisi IV dari Fraksi Partai Gerindra DPRD Jabar Daddy Rohanadi, program prioritas sektor pembangunan fisik atau infrastruktur baik itu tahun anggaran 2017 sampai 2018 diakui memang ada yang mangkrak atau ada kata yang lebih halus yaitu tertunda dari target awal penyelesaiannya dan lagi-lagi kendalanya adalah pembebasan lahan dan kemampuan keuangan APBD Jabar yang minim.

"Ada beberapa yang tertunda atau mangkrak atau tidak selesai sesuai target awal seperti disetting bisa beroperasi di 2019 akhirnya di 2020 atau masih lima tahun lagi. Sebenarnya masih on progres pembangunannya tetapi karena lahan masih juga belum selesai dan uangnya tidak ada jadi hitung-hitungan perencanaan penyelesaian program pembangunan fisik jadi kurang pas (tidak selesai)," tuturnya saat ditemui di DPRD Jabar, Bandung, Selasa (7/8).

Namun demikian jelas Daddy, hal tersebut dianggap wajar di Provinsi Jawa Barat karena lagi-lagi soal kondisi keuangan APBD Jawa Barat itu kecil dibandingkan jumlah program pembangunan fisiknya yang banyak dan nilai investasinya cukup tinggi.

"Jadi Jabar ini beda tidak seperti DKI Jakarta, apabila Pemprov Jabar itu bingung tidak ada uang sedangkan proyek pembangunan fisiknya banyak. DKI Jakarta itu uangnya banyak tetapi bingung cara menghabiskannya atau membuangnya ke mana," jelasnya.

Proyeknya yang paling lama penyelesaianya itu terang Daddy, Tol Bocimi sudah lima kali ground breaking tetapi sudah 12 tahun baru jalan.

Kemudian Cisumdawu yang diharapkan dari awal didesain akan selesai setelah BIJB tahap I rampung saat ini masih belum selesai. Pembangunan tahap I saja lahannya baru bebas 30 persen, apalagi tahap II masih 0 persen khususnya untuk jalur Sumedang ke sekitarnya.

"Parahnya, Tahap III juga masih 0 persen, ini memang dampak dari pergeseran dan lagi-lagi masalah klasik pembebasan lahan yang menjadikan proyek ini tertunda dan prosesnya sangat panjang," terangnya.

Contoh lain, protek Tol Cigatas atau Cileunyi, Garut, Tasikmalaya dan Pangandaran dengan nilai investasi kurang lebih Rp 5 triliun masih 0 persen untuk aspek pembebasan lahan. Kendala yang serupa juga terjadi pada proyek pengelolaan sampah baik Nambo maupun Legok Nangka.

Selain karena pembebasan lahan juga alotnya deal dengan pihak ketiga yang mempersulit penyelesaian proyek ini.

"Kesimpulannya, hampir kebanyakan proyek pembangunan fisik di Jabar ini delay-nya banyak banget, Kita sudah targetkan akan selesai tetapi nyatanya sampai saat ini masih saja belum selesai," keluhnya.

Di tempat yang berbeda, Wakil Ketua DPRD Jabar sekaligus Wakil Ketua Badan Anggaran, Abdul Haris Bobihue menambahkan, memang kebanyakan proyek infrastruktur di masa Pemerintahan Ahmad Heryawan ada beberapa yang tertunda atau tidak sesuai target, dan ini kendalanya kebanyakan karena pembebasan lahan.

"Dari semua proyek, pembebasan lahan selalu menjadi permasalahan. Sebab, lahan yang harus dibebaskan oleh Pemerintah Provinsi Jabar mendadak nilainya melonjak tinggi diluar perkiraan kita, dan kita tidak tahu apa penyebabnya," tambahnya.

Bisa jadi karena mafia tanah dalam proyek pembangunan fisik tersebut, ungkap dia, tetapi ya belum tahu pasti karena ini masih asumsi dan perlu dibuktikan.

Namun yang jelas, harga tanah pada banyak proyek pembangunan provinsi Jawa Barat rerata nilainya melonjak tinggi. Sehingga, Pemerintah Provinsi Jabar harus merogoh kocek lebih banyak lagi untuk pembebasan lahan dalam beberapa proyek pembangunan fisik.

"Ditambah dengan kemampuan keuangan APBD Jabar yang defisit, sehingga ada beberapa tarik menarik pembiayaan untuk beberapa program yang harus segera diselesaikan," ungkap dia.

Sebagaimana diketahui kegiatan prioritas 2018, APBD Jabar dibebani oleh program antara lain Pemilukada, pendidikan menengah universal atau PMU, infrastruktur dan kinerja desa, tunjangan guru dan tenaga kependidikan dan non PNS, pengadaan lahan USB SMA atau SMK, pembangunan Gedung RSUD dan Pengadaan alat kesehatan, program dukungan Asian Games 2018, Posyandu, Jamkesda.

"Pendidikan di luar domisili atau PDD, pembangunan rutilahu, lanjutan pembebasan lahan BIJB Kertajati, sanitasi, SPAM, pengembangan PPI, dukungan POS penyuluh pedesaan, pengembangan kopi, dukungan pembangunan masjid raya provinsi dan dukungan pembangunan masjid monumental sampai pengelolaan sampah regional (Nambo dan Legok Nangka)," tutupnya. []

Berita terkait