Protokol Kesehatan, dari Kebiasaan Jadi Kebudayaan

Pandemi Covid-19 menuntut masyarakat untuk menciptakan kebiasaan baru di tengah kehidupan.
Ilustrasi mencuci tangan. (Foto: Antara/Pixabay)

Jakarta – Pandemi Covid-19 menuntut masyarakat untuk menciptakan kebiasaan baru di tengah kehidupan. Kebiasaan baru ini tercipta agar terhindar dari virus dan tetap dapat beraktivitas sehari-hari dengan normal.

“Kebiasaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang, yang kemudian menjadi dibiasakan,” jelas Meutia Hatta selaku Tim Pakar Sosial Budaya Satuan Tugas Covid-19 pada dialog pagi via ruang digital, Selasa, 4 Agustus 2020.

Meutia juga menjelaskan bagaimana kebiasaan dapat berubah menjadi suatu kebudayaan. Dia menyebut, kebiasaan itu berawal dari kegiatan yang memiliki manfaat bagi orang-orang yang melakukannya. Kemudian kegiatan ini dilakukan secara berkala menjadi kebiasaan.

"Namun untuk menjadi kebudayaan, memerlukan waktu yang tidak singkat,” kata dia.

Contoh dari kebiasaan yang sudah menjadi budaya adalah cuci kaki sebelum masuk ke rumah. Awalnya kebiasaan ini dipraktikkan di rumah panggung, di Lampung, Sulawesi atau Palembang.

Baca juga: Dokter Paru di Medan Wafat, dr Efriadi: Takkan Kendur

Di atas rumah diberikan sebuah gentong berisi air untuk mencuci kaki sebelum masuk rumah. Manfaat dari kebiasaan ini adalah masuk ke rumah dengan keadaan kaki yang sudah bersih. Lama-kelamaan kebiasaan ini akhirnya menjadi budaya.

Meutia HattaMeutia Hatta selaku Tim Pakar Sosial Budaya Satuan Tugas Covid-19. (Foto: BNPB)

Meutia juga memberikan contoh orang Minang, dari kebiasaan yang lama-lama menjadi kebudayaan. “Makanan sayur tadinya bukan budaya dari orang Minang. Namun karena tau manfaatnya, akhirnya sayur bagian dari kebudayaan orang Minang,” terangnya.

Hukuman itu kadang-kadang tidak mempan ya, tapi selain hukuman, yang penting itu mereka memahami

Lebih lanjut ia juga menjelaskan, kertekaitan antara kebiasaan dengan budaya pada masa pandemi saat ini.

“Di pandemi ini ada kewajiban untuk menggunakan masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, harus cuci tangan. Ini suatu kebiasaan yang ada manfaatnya, karena tanpa itu ada bahaya corona. Ini yang diusahakan menjadi kebudayaan,” ucapnya.

Terkait protokol kesehatan yang ingin dijadikan sebagai kebudayaan baru, Meutia berpendapat bahwa ini memerlukan waktu. “Kita ingin secepatnya bisa diterima, begitu ya. Tapi memang butuh waktu. Harus mampu menyampaikan kepada masyarakat bahwa ini adalah hal yang penting, ditunjukkan dengan data,” jelasnya.

Baca juga: Lagi, Dokter Terpapar Covid-19 Meninggal di Medan

Ia menambahkan, orang Indonesia itu memiliki sifat yang tidak mudah takut akan pantanganan, terutama dalam hal risiko kesehatan. Jadi ini merupakan suatu pekerjaan rumah yang harus dilakukan untuk memberikan edukasi yang tepat bagi masyarakat.

Meutia menyampaikan bahwa dirinya sedang melaksanakan sebuah penelitian yang mempelajari tentang sikap masyarakat Indonesia mengenai kepatuhan.

Selanjutnya mengenai bagaimana agar kebiasaan ini dapat lebih cepat menjadi kebudayaan, Meutia berpendapat bahwa hukuman bukanlah jalan pintas agar suatu kebiasaan dapat menjadi kebudayaan.

“Hukuman itu kadang-kadang tidak mempan ya, tapi selain hukuman, yang penting itu mereka memahami,” jelasnya.

Ia berpendapat bahwa masyarakat harus mampu memahami bahwa mereka tidak saja mampu menularkan, tetapi juga berisiko untuk tertular.[]

Berita terkait
Langgar Protokol Covid, ASN Jateng Siap-siap Didenda
ASN di Jawa Tengah (Jateng) siap-siap kena denda jika melanggar protokol kesehatan cegah Covid-19. Tak punya uang maka potong gaji.
Pernikahan di Tepi Sawah dengan Protokol New Normal
Dua mempelai itu menjalani prosesi pernikahan di tepi sawah di Sleman, Yogyakarta. Acara digelar dengan menerapkan protokol new normal.
Jokowi Ingin Ibu PKK Sosialisasikan Protokol Kesehatan
Presiden Joko Widodo atau Jokowi akan melibatkan ibu-ibu Pemberdayaan Kesehatan Keluarga (PKK) untuk menyosialisasikan protokol kesehatan Covid-19.