Surabaya - Ratusan sopir logistik penyeberangan Pelabuhan Ketapang Banyuwangi-Gilimanuk Bali menggelar aksi menolak rapid test berbayar di Gedung Grahadi Surabaya, Jumat, 3 Juli 2020. Mereka menilai biaya rapid test membebani karena pendapatan sebagai sopir logistik sedikit.
Sopir logistik tergabung dalam Aliansi Driver Nusantara Jawa Timur ini mengaku keberatan biaya rapid test dianggapnya tinggi yakni Rp 350 ribu. Mereka menuntut Pemerintah Provinsi Jawa Timur memfasilitasi para sopir untuk menggratiskan biaya rapid test.
Pemprov harus menggratiskan biaya rapid test untuk driver.
"Upah dari perusahaan kami kecil, kalau rapid test harus membayar, lalu buat keluarga apa,” kata perwakilan Aliansi Driver Nusantara, Sunarto.
Para sopir enggan melakukan rapid test setelah adanya penarikan biaya. Untuk itu, agar para sopir mau rapid test, Pemprov Jawa Timur harus menggratiskannya.
“Pemprov harus menggratiskan biaya rapid test untuk driver (sopir),” kata dia.
Sopir lainnya, Ahmad Rofik mengungkapkan selama pandemi Covid-19, orderan pengiriman barang ke Bali menurun drastis sehingga berdampak pada gaji. Sementara perusahaan tak mau memberi tambahan gaji untuk biaya untuk rapid test sehingga harus ditanggung sendiri.
“Biasanya bisa manarik 5-6 kali dalam satu bulan. Pandemi Covid-19, kami hanya bisa narik tiga tarikan. Untung-untung bisa empat tarikan. Itupun kalau balik dari Bali kami dilarang cari tambah-tambahan untuk angkut barang selama perjalanan balik ke kantor,” tuturnya.
Rofik berharap adanya rapid test gratis dari Pemprov Jatim saja, melainkan dapat diterapkan di seluruh Indonesia. Untuk itu, dia berharap agar Pemprov Jatim dapat melobi Pemda Bali agar menggratiskan biaya rapid test bagi driver yang akan ke Gilimanuk.
“Kami mendengar kalau Pemprov Jatim menyiapkan anggaran Rp 2,3 triliun untuk penanganan Covid-19. Kami berharap nantinya biaya rapid test untuk driver diambilkan dana dari itu,” tuturnya. []