Prospek Ekonomi Negara Berkembang di Asia di Tahun 2023

Perekonomian Asia Selatan dan Tenggara mengalami tantangan pada 2022, tahun di mana ekonomi global diprediksi pulih
Ilustrasi - Perekonomian China terdampak parah akibat pembatasan Covid-19 yang ketat dan krisis sektor property. (Foto: dw.com/id - AFP/Getty Images)

TAGAR.id - Sektor ekonomi di kawasan Asia diprediksi akan mengalami masa sulit pada tahun 2023. Tapi beberapa negara juga kemungkinan akan diuntungkan karena perusahaan melakukan diversifikasi investasi dari pasar China. Srinivas Mazumdaru melaporkannya untuk DW.

Perekonomian Asia Selatan dan Tenggara mengalami tantangan pada 2022, tahun di mana ekonomi global diprediksi pulih dari dampak buruk pandemi Covid-19.

Akan tetapi invasi Rusia ke Ukraina dibarengi dengan hambatan rantai pasokan yang terus berlanjut, penguncian Covid-19 yang berulang di China dan melonjaknya inflasi, telah mengurangi prospek pertumbuhan dan menyebabkan hambatan ekonomi bagi bisnis dan rumah tangga.

Kenaikan suku bunga yang agresif oleh bank sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk mengendalikan lonjakan inflasi di negaranya, juga menyebabkan depresiasi sejumlah mata uang Asia. Kondisi ini makin memperburuk masalah utang beberapa negara, mengikis daya beli, dan mendorong bank sentral di sejumlah negara menaikkan suku bunga secara signifikan untuk menopang mata uang mereka.

irt sri lanka antre gasIbu-ibu rumah tangga antre untuk mendapatkan gas LPG di Kolombo bulan Juni lalu, sementara Sri Lanka dilanda krisis ekonomi parah. (Foto: Dok/voaindonesia.com/AFP)

Perekonomian ASEAN juga hadapi hambatan

Meningkatnya biaya impor pangan dan bahan bakar, telah menguras cadangan devisa beberapa negara dan memicu krisis ekonomi.

Di Asia Selatan, Sri Lanka dan Pakistan telah menerima bantuan dari Dana Moneter Internasional (IMF) setelah terjerat utang dan menghadapi kesulitan neraca pembayaran.

Para ahli memperkirakan, situasi ekonomi yang berat pada tahun 2023, di tengah prospek pertumbuhan yang melemah di AS, zona euro dan China, serta pengetatan kondisi keuangan.

Bank Dunia, IMF, dan Bank Pembangunan Asia (ADB) telah menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk sejumlah negara berkembang di Asia. Perekonomian berorientasi perdagangan seperti Singapura, Thailand, Vietnam, dan Malaysia diprediksi akan sangat terpengaruh oleh ekspansi global yang lebih lambat.

"Ketika permintaan eksternal melemah, ekspor mulai merosot, dan kami perkirakan ada pelemahan lebih lanjut di tahun mendatang," kata Alicia Garcia-Herrero, Kepala Ekonom untuk Kawasan Asia Pasifik di bank investasi Natixis. Dia juga menunjukkan, ekonomi yang digerakkan oleh sektor perdagangan seperti Malaysia dan Vietnam telah mengalami kontraksi sejak November 2022 lalu.

warga beijing selfie di toko rotiWarga berfoto selfie di luar toko roti populer di Beijing, China, pada hari Rabu, 28 Desember 2022. (Foto: voaindonesia.com/AP/Ng Han Guan)

Pencabutan pembatasan Covid-19 untungkan China?

China, ekonomi terbesar di kawasan ini, juga diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang lebih lambat pada tahun 2023. ADB belum lama ini memangkas proyeksi pertubuhan negara tersebut menjadi 4,3% dari prakiraan sebelumnya 4,5%.

Beijing telah berusaha untuk mendorong pertumbuhan, dengan memangkas suku bunga utama dan memompa uang tunai ke dalam sistem perbankan. Selain itu, China juga tidak lagi memberlakukan kebijakan nol COVID. Sementara beberapa pembatasan tetap diberlakukan, ada harapan ketika China mencabut aturan yang ketat, permintaan domestik akan bangkit kembali di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

Langkah itu juga akan membantu ekonomi beberapa negara Asia Tenggara yang terutama bergantung pada sektor pariwisata, seperti Thailand. "Kedatangan turis ke negara-negara ASEAN jumlahnya masih jauh dari masa pra-COVID karena kurangnya turis China," kata Garcia-Herrero. "Meskipun kami tidak mengharapkan turis China untuk kembali ke ASEAN sebanyak sebelum Covid-19, orang akan berharap bahwa akan ada peningkatan jika China kembali dibuka."

pekerja dengan upah harian di IndiaBanyak pekerja dengan upah harian di India yang akhirnya berutang. (Foto: dw.com/id - PUNIT PARANJPE/AFP)

Mungkinkah ekonomi India melawan tren?

India, ekonomi terbesar kedua di kawasan itu, juga menghadapi kesulitan di tengah kenaikan tingkat suku bunga dan perlambatan perdagangan global. Kenaikan harga minyak mentah dan gas juga berkontribusi terhadap memburuknya neraca perdagangan.

"Ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dengan laju 5,3% tahun-ke-tahun diperkirakan untuk tahun fiskal 2023-24, dengan pengaturan kebijakan moneter yang lebih ketat dan permintaan eksternal yang lebih lemah bertindak sebagai penghambat pertumbuhan ekonomi," kata Kepala Ekonom Asia Pasifik di S&P Global Market Intelligence Rajiv Biswas.

Garcia-Herrero mengatakan, India menghadapi beberapa tantangan di tahun mendatang, merujuk pada kondisi likuiditas yang lebih ketat, ekspor yang melemah, dan momentum pertumbuhan yang melambat.

"Kami memperkirakan pertumbuhan PDB India melambat menjadi 6,3% tahun-ke-tahun pada 2023 dari kisaran 6,9% pada 2022," katanya.

Perusahaan lakukan diversifikasi dari China

Para ahli mengatakan, perusahaan akan terus mendiversifikasi investasi mereka menjauh dari China pada tahun 2023, untuk menghindari gangguan rantai pasokan yang terjadi tahun 2022 dan di tengah meningkatnya ketegangan geopolitik antara Beijing dan Barat. Beberapa negara ASEAN kemungkinan akan mendapat manfaat dari tren ini.

"Total data arus masuk FDI, yang tidak hanya mencakup aliran M&A lintas batas, tetapi juga investasi greenfield, menunjukkan lonjakan investasi asing langsung ke India, Singapura, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam pada tahun 2022,” kata Garcia-Herrero.

"Kami memperkirakan tren ini akan berlanjut bahkan ketika China secara bertahap mencabut pembatasan nol-COVID, memberikan dorongan tidak hanya aliran masuk modal, tetapi juga naiknya permintaan karyawan baru ke kawasan ASEAN dan India." (ha/as)/dw.com/id. []

Berita terkait
Negara Maju Alokasikan US$600 Miliar bagi Pembangunan Infrastruktur Negara Berkembang
Negara maju yang tergabung dalam Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) mengalokasikan dana untuk pembangunan infrastruktur.