Profil Haris Azhar, yang Ogah Jadi Saksi Prabowo

Haris Azhar, salah saksi yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Ia membatalkan diri untuk hadir.
Haris Azhar (Foto: hakasasi.id)

Jakarta - Haris Azhar, salah satu saksi yang diajukan tim hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, membatalkan diri untuk hadir dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 19 Juni 2019.

Dalam surat yang dikirimkan ke MK, Haris menyatakan tidak bersedia menjadi saksi mewakili Kepala Kepolisian Sektor Pasirwangi, Garut, Jawa Barat, AKP Sulman Aziz. Alasannya, bantuan yang diberikan pada Sulman sebelumnya murni sebagai advokat.

Haris juga menilai calon presiden dari kedua kubu yang bertarung dalam pilpres 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto sama-sama  memiliki catatan terkait hak asasi manusia.

Memimpin Indonesia hampir lima tahun, Jokowi dinilai tidak menjalankan kewajibannya menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM, sedangkan Prabowo adalah salah seorang yang patut dimintai pertanggungjawaban atas kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa sepanjang tahun 1997-1998, berdasarkan laporan Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

Siapakah sebenarnya Haris?

Haris Azhar fakultas hukum dari Universitas Trisakti pada 1999. Kemudian mendapatkan gelar MA dalam bidang HAM di University of Essex, Inggris pada 2010.

Tapi, ia sempat juga kuliah pascasarjana jurusan Filsafat di Universitas Indonesia pada 2000-2003 dan kuliah jurusan Sosiologi di Universitas Terbuka.

Pengalaman
Sebagai sarjana hukum, Haris pun terus menambah ilmu dan pengalamannya baik dari pelatihan maupun bergabung dengan konferensi yang berhubungan dengan HAM dan masalah reformasi hukum regional Asia. 

Misalnya, pada 2006, Haris mengambil program beasiswa Transitional Justice di Afrika Selatan. Kemudian pada 2014, bergabung dengan program “Standing with Civil Society” yang diiniasi oleh Mantan Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang berada di bawah program IVLP Program. Ia juga sempat berpartisipasi dalam International Future Leader Program yang diselenggarakan Pemerintahan Prancis, pada 2015.

Haris AzharAktifis HAM Haris Azhar. (Foto: REQnews)

KontraS
Pria kelahiran Jakarta, 10 Juli 1975 ini mengawali karirnya di Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), pada 1999. Sejak saat itu berbagai posisi pun pernah dijajalnya.

Mulai dari sukarelawan divisi advokasi, anggota staf monitoring dan biro riset, kepala dokumentasi penelitian biro kepala riset, investigasi dan biro database, Wakil Koordinator Kontras, dan puncaknya saat ia menjadi Koordinator KontraS pada 2015.
 
Sepanjang perjalanan di KontraS, berbagai isu yang berhubungan dengan HAM di Indonesia dan Asia Tenggara kerap ia tangani. Karena Haris bukan orang yang pasif, ia juga berperan dalam banyak litigasi HAM dan kepentingan publik, mengkampanyekan, mempublikasikan tulisan, mempromosikan, dan membela isu-isu HAM dalam berbagai kesempatan.

Pada 2012-2015, Haris menjadi anggota Executive Committee of Forum-ASIA (Asian Wide human rights organisation); and become of Deputy Chair of INFID-Indonesia (2014-2017).

Pada 2012-2015, karir Haris berkembang, ia menjadi anggota Komite Eksekutif Forum-ASIA (organisasi HAM Seluruh Asia) dan menjadi Wakil Ketua INFID-Indonesia periode 2014-2017.

Di bawah masa jabatan Haris, KontraS sempat dianugrahi berbagai pernghargaan dunia. Pada 2012 KontraS mendapat “Emilio Mignone Human Rights Award” oleh pemerintah Argentina and LSM yang disebut CLES, Sebuah sertifikat pengakuan dari AMAN ketika AMAN merayakan hari jadi yang ke 20 pada 2011, atas kontribusi KontraS di bidang perdamaian dan HAM.

Ia sendiri dianugrahkan sebagai Generasi Baru yang Beraksi oleh I-Radio Jakarta pada 2014 dan aktivis terbaik yang diberikan oleh iNews TV pada 2015.

Sebagai Koordinator KontraS, Haris sempat membuat para petinggi Polri dan TNI marah pada 2016. Kala itu, Haris berani menyebutkan ada keterlibatan aparat kepolisian dan TNI pada peredaran narkoba yang dilakukan oleh terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman.

Jelang detik-detik eksekusi mati Freddy Budiman pada 29 Juli 2016,  Haris malah memposting tulisan di akun resmi Facebook dan Twitter KontraS. Tulisan Haris yang diberi judul "Cerita Busuk dari Seorang Bandit" itu pun membuat aparat kepolisian dan TNI terkejut yang berujung pada laporan terhadap dirinya, atas pencemaran nama baik pada Selasa, 2 Agustus 2016.

Tak lama dari kasus tersebut, akhirnya pada akhir 2016, Haris mengakhiri masa kerjanya di KontraS.

Lokataru
Meski awalnya sempat bimbang, karena lepas dari KontraS ia ditawari kuliah S3 bidang HAM, bahkan seleksi komisioner Komnas HAM, ia memutuskan mendirikan Lokataru bersama rekan-rekannya dan menjadi Direktur Eksekutif . 

SoehartoPresiden kedua Indonesia Soeharto. (Foto: hakasasi.id)
Lokataru berasal dari kata Sansekerta, yang berarti pohon ide yang universal. Sebuah analogi dari cita-cita pendirian organisasi ini, untuk memperkuat advokasi Hukum dan HAM di Indonesia.

Sejak berdiri hingga kini, Lokataru aktif merespon berbagai peristiwa berkaitan dengan hukum dan HAM. Misalnya, peristiwa yang terjadi pada Pemilu 2019, Lokataru mengeluarkan pernyataan mengenai sikap golput, membuka posko bagi petugas KPPS, dan turut aktif memantau kerusuhan 21-22 Mei usai Pemilu 2019.

Hakasasi.id
Pria yang biasa bangun pada 5-6 pagi ini pun merupakan CEO dari hakasasi.id. Ini adalah platform riset berbasis cloud yang dipenuhi data dan informasi terkait hak asasi manusia, termasuk di Indonesia. Platform riset ini menjadikan kekayaan data cloud sebagai sumber riset atas situasi, fakta, informasi hak asasi manusia di Indonesia.

Hakasasi.id adalah sebuah kreasi baru untuk menyadarkan bahwa hak asasi manusia bukan sekadar yang politis dan rumit, melainkan masalah harian yang mudah dipahami.

Selain bergelut dalam organisasi HAM, pria yang hobi jogging dan minum cappuccino ini juga seorang pengajar. Haris mengajar di Universitas Trisaksi tempatnya menyelesaikan pendidikan sarjana dan di Jentera Law School. []



Berita terkait
0
Surya Paloh Sebut Nasdem Tidak Membajak Ganjar Pranowo
Bagi Nasdem, calon pemimpin tak harus dari internal partai. Ganjar Pranowo kader PDIP itu baik, harus didukung. Tidak ada membajak. Surya Paloh.