Pro Kontra Pati Polri jadi Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat

Menurutnya, ada pasal lain yang menguatkannya pelantikan M Iriawan, yakni pasal 9 PP No. 21/2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI/Polri bahwa terhadap penugasan TNI/Polri tak perlu alih status menjadi PNS.
Komisaris Jenderal M. Iriawan bersama Mendagri Tjahjo Kumolo usai dilantik sebagai Pj Gubernur Jawa Barat. (Dok. Kemendagri)

Jakarta, (Tagar 21/6/2018) – Pelantikan Komisaris Jenderal Mochamad Iriawan menjadi Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat menimbulkan perdebatan. Pasalnya, pemerintah dinilai melanggar pasal 28 ayat 3 UU Polri yang menyatakan anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mundur atau pensiun.

Namun, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran (UNPAD) Bandung, Muradi menilai tidak ada yang dilanggar dari pelantikan M Iriawan sebagai Pj di Jawa Barat.

“Menurut saya tidak ada yang dilanggar. Orang mengatakan bahwa ada undang-undang tersebut, baca lagi lebih detail,” ujarnya saat dihubungi Tagar, Kamis (21/6).

Perwira TNI Penjabat GubernurPerwira TNI Penjabat Gubernur: Mayor Jenderal TNI (Purn.) Drs. Achmad Tanribali Lamo, pernah menjabat sebagai Penjabat Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) pada 2008 saat itu masih menjadi Asisten Personalia Kepala Staf TNI AD. (foto: kemendagri.go.id) dan Mayjen TNI (Purn.) Setia Purwaka yang pernah menjabat sebagai  (Pj.) Gubernur Jawa Timur periode (2008-2009).(foto: Wikipedia)




Pasal Saling Menguatkan
Menurutnya, ada pasal lain yang menguatkannya pelantikan M Iriawan, yakni pasal 9 PP No. 21/2002 tentang Pengalihan Status Anggota TNI/Polri bahwa terhadap penugasan TNI/Polri pada instansi tertentu tidak perlu alih status menjadi PNS.

“Ada pasal yang saling menguatkan satu sama lain. Di pasal 28 itu disebutkan dilarang, kecuali kondisi mendesak dan izin dari Kapolri saja. Izin dari Kapolri saja bisa melakukan itu karena dianggap membutuhkan pendekatan yang lebih sophisticated itu memungkinkan. Apalagi sekarang Iwan Bule jabatannya bukan lagi dijadikan Polisi, makin kuat karena terkahir ia diposisi Sestama Lemhanas,” sambung Muradi.

Segala bentuk kecurigaan akan netralitas M Iriawan yang akrab disapa Irwan Bule, menurutnya tak perlu dikhawatirkan. Iwan Bule yang ditunjuk menjadi Pj dinilai Muradi sebagai bentuk pemerintah untuk menjaga situasi Pilgub Jabar yang memanas jelang Pilgub.

“Jadi, dia memungkinkan Pj untuk mengantarkan situasi yang lebih smooth, lebih normatif, tidak ada gejolak dan sebagainya,” jelas Muradi.

Asumsi lain soal netralitas Iwan Bule yang mungkin memenangan pasangan calon gubernur (Cagub) dan calon wakil gubernur (Cawagub) Jawa Barat (Jabar) nomor dua TB Hasanuddin-Anton Charliyan, sangat tidak mungkin.

Mengingat, kini pasangan nomor dua itu mengantongi elektabilitas 4,7 persen, sementara pasangan lain misalnya pasangan nomor satu Ridwan Kamil-UU mengantongi 43 persen.

“Butuh hampir 36 persen lebih untuk mengejar. Di zaman orde baru saja belum tentu bisa apalagi zaman sekarang yang melek politik jadi menurut saya terlalu berani dan asumsi itu berlebihan,” ucap Muradi.

“Kalau menurut saya diuji saja asumsi itu dasarnya apa karena bacanya setengah-setengah. Kalau kemudian akan terjadi tidak netral segala macem, sembilan hari ngapain emang bisa ngapain? Tidak bisa ngapa-ngapain,” tambahnya.

Menurutnya, pelantikan M Iriawan tidak usah lagi dijadikan polemik apalagi sampai menggunakan hak angket. Justru keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahtjo Kumolo seharusnya diapresiasi karena telah melibatkan semua untuk menciptakan kontestasi politik berjalan aman dan lancar.

“Padahal ini adalah gebrakan dalam konteks pemerintahan itu gebrakan yang saya perlu diapresiasi Pak Mendagri ini untuk melibatkan unsur yang lain katakanlah Kejaksaan, Kepolisian, Menkumkan, dan menko Polhukam yang domainnya tidak hanya milik Mendagri untuk menjaga netralitas,” tandas Dosen Sarjana dan Pascasarjana Politik dan Pemerintahan UNPAD Bandung.

Aktif jadi Masalah
Berbeda dengan Muradi, Pengamat militer Salim Said menilai pelantikan Pj M Iriawan akan terus menimbulkan perdebatan, selama statusnya masih aktif dan belum mundur dari Kepolisian.

Yang artinya tidak bisa disamakan dengan salah satu perwira tinggi militer yakni Mayjen TNI (Purn) Achmad Tanribali Lamo yang diklaim telah telah menaggalkan jabatan militernya sebelum menjadi Pj Gubernur Sulawesi Selatan Januari-April 2008, di era Presiden ke enam Susilo Bambang Yudhoyono.

“Kalau dia pensiunan polisi tidak masalah, sama dengan Tanribali, tapi kalau dia masih aktif polisi dan saya yakin dia masih aktif polisi maka itu timbul persoalan,” imbuhnya kepada Tagar, Kamis (21/6).

“Harus dibuat jelas, kalau membandingkan dengan tentara harus diselidiki dulu apakah tentara sudah pensiun pada waktu itu atau tidak. Sebab sudah pernah dia menjabat di Kemendagri artinya bukan tentara lagi namanya ahli tugas. Jadi kalau benar dia ahli tugas dia statusnya sudah jadi pejabat sipil maka dia bukan militer lagi,” papar Salim.

Sedangkan M Iriawan meskipun kini menjabat sebagai Sekretaris Utama (Sestama) Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), statusnya tetap merupakan polisi aktif. Menurut Salim Said jabatan itupun semestinya dijelaskan dengan detail kepada publik.

“Iwan Bule itu baru saja dipindahkan dari Polri ke Lemhanas dan mendapat kenaikan pangkat Komjen. Dan dia masih disitu, artinya dia masih polisi aktif. Memang dia masih diluar lembaga polisi tapi dia masih polisi aktif gitu harus dijelaskan kepada publik. Biar jelas juntrungannya,” jelasnya.

Guru Besar Universitas Pertahanan tersebut pun mengungkapkan jika memang benar ada pelanggaran pasal dalam pelantikan M Iriawan, yang seharusnya bertanggung jawab adalah Presiden Joko Widodo sebagai pemegang keputusan.

“Jadi kalau dia memang betul pejabat yang diangkat oleh Presiden, maka Mendagri kan melaksanakan saja keputusan presiden. Maka, yang harus ditanya oleh DPR itu presiden kalau dia merasa DPR merasa ada pelanggaaran undang-undang dalam pengangkatan itu, maka yang harus ditanya itu presiden jangan Mendagri yang dikejar-kejar,” tuntasnya.

Penugasan
Menanggapi pro kontra pelantikan M Iriawan, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto menegaskan M Iriawan tidak perlu mundur dari Kepolisian. Sebab, jabatan yang diembannya hanya bersifat sementara saja.
 
"Kalau permanen (harus mundur). Kalau misalnya saya mau jadi bupati, saya mundur dulu. Kalau ini kan penugasan," tegasnya di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis, (21/6).

Menurut Setyo, selain M Iriawan, ada juga anggota Polri lain yang ditugaskan mengemban jabatan dalam pemerintahan. Jadi, M Iriawan yang kini masih merupakan anggota Polri, tak akan menjadikan dwifungsi didalamnya seperti yang lainnya.

"Polri yang ditugaskan di luar struktur juga banyak ada yang di Kementerian Ketenagakerjaan, Kementrian ATR, ada yang di istana. Jadi Polri ditugaskan di mana-mana. Di luar struktur Polri. Kita menjaga integritas masing-masing. Saya percaya Iriawan menjaga integritas pribadi beliau, menjaga netralitas, melaksanakan tugas dengan baik," jelasnya.

Sesuai Keputusan Presiden Nomor 106/6/2018 tentang pemberhentian dengan hormat Gubernur dan Wakil Gubernur Jabar priode 2013-2018 dan pengangkatan Pj Gubernur, M Iriawan dilantik sebagai Pj Gubernur Jawa Barat. Pelantikan berlangsung di Gedung Merdeka, Senin (18/6) oleh Mendagri Tjahjo Kumolo. (nhn)


Berita terkait
0
Video Jokowi 'Menghadap' Megawati Sangat Tidak Elok Dipertontonkan
Tontonan video Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang sedang bertemu dengan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarno Putri, sangat tidak elok.