Presiden Cegah OTT Kepala Daerah, KPK: Bupati Nganjuk Nekat

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyebut kepala daerah yang masih terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dinilai nekat.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan. (Foto: Rizkia Sasi)

Jakarta, (Tagar 27/10/2017) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan menyebut kepala daerah yang masih terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dinilai nekat. Padahal, Presiden Joko Widodo telah memberikan wejangan kepada sejumlah kepala daerah agar tidak sampai terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK.

Kenyataannya, belum seminggu memberi wejangan tersebut, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman justru terjaring operasi senyap KPK, ia diduga menerima uang panas terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Nganjuk.

“Kalau ditanya siapa yang salah, yang salah ya pasti tersangka dong, tidak mungkin presiden yang salah. Sudah diingatkan masih nekat juga,” ucap Basaria di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (26/10).

Diketahui, pada 6 Desember 2016 lalu Bupati Nganjuk dua periode tersebut juga pernah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penerimaan gratifikasi.

Selain terjerat kasus gratifikasi, Taufiqurrahman juga menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lima proyek pembangunan dan perbaikan jalan di Kabupaten Nganjuk tahun 2009.

Namun kemudian, dia lepas dari status tersangka setelah menang dalam praperadilan. Pada akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa penanganan perkara terhadap Taufiqurrahman harus dikembalikan ke Kejaksaan Negeri Nganjuk.

“Ya nekat banget, posisi dia selesai praperadilan, kita serahkan ke kejaksaan, lalu di sana dilidik, tapi masih nekat juga ya, itu kita bingung, kalau mau tau alasannya tanya saja ke yang bersangkutan,” pungkas Basaria.

Sebelumnya, KPK mengaku menyambut baik langkah Presiden Joko Widodo terkait rencana pembuatan Peraturan Presiden (Perpres) pencegahan OTT terutama terhadap kepala daerah.

KPK mengapresiasi terobosan Presiden Joko Widodo tersebut. Terlebih, mengingat masih maraknya kasus tindak pidana korupsi termasuk juga penerimaan hadiah atau janji yang saat ini semakin menjamur di Indonesia.

“Perpres dibuat ini karena segala usaha harus dilakukan untuk berantas korupsi. Ini perlu bukan hanya pencegahan OTT saja, tapi ini secara menyeluruh upaya berantas korupsi,” tegas Basaria. (sas)

Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.