Potensi Kerusuhan Massa FPI dan PA 212 dalam Sidang MK

Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta memandang pengerahan massa PA 212 dan FPI dalam sidang PHPU di MK rawan kerusuhan.
Massa melakukan penyerangan terhadap polisi saat terjadi kerusuhan di Jalan Brigjen Katamso, Slipi, Jakarta, Rabu (22/5/2019). (Foto: Antara/M Risyal Hidayat)

Jakarta - Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanta memandang pengerahan massa oleh Persaudaraan Alumni atau PA 212 dan Front Pembela Islam (FPI) dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) rawan ditunggangi penumpang gelap demokrasi.

Sekalipun alasan pertemuan bertajuk halalbihalal 212 dengan seruan aksi damai, Stanislaus menilai, membawa embel-embel agama yang dilebur dengan muatan politik dapat memperkeruh suasana.

“Kalau kita lihat memang sudah sangat mungkin terjadi [kerusuhan] karena MK akan memutuskan [hasil sidang] berkaitan dengan masalah politik dan hukum. Ini ada semacam pengerahan massa,” kata Stanislaus saat dikonfirmasi Tagar melalui sambungan telepon, Selasa, 25 Juni 2019.

Menurutnya, terdapat kelompok keagamaan yang sengaja menciptakan kondisi kalau massa perlu menyambangi MK dengan dalih panggilan agama.

Agama itu menjadi suatu daya tarik yang sangat kuat bagi banyak orang, terutama di Indonesia. Mereka menggunakan isu agama supaya banyak orang yang terlibat.

“Jadi penumpang gelapnya adalah orang yang mencampuradukkan dan membungkus agama dengan motif politik,” jelas dia.

Stanislaus menuturkan, sebenarnya entitas agama bisa mempererat tali persaudaraan antar sesama golongan, apalagi bagi penduduk Indonesia yang mayoritas muslim.

“Agama itu menjadi suatu daya tarik yang sangat kuat bagi banyak orang, terutama di Indonesia. Mereka menggunakan isu agama supaya banyak orang yang terlibat. Selain pengerahan massa, apabila sudah terkait dengan agama, maka orang inisiatif sendiri akan datang,” jelas alumnus Pascasarjana Kajian Strategi Intelijen Universitas Indonesia (UI) ini.

Ancaman Politisasi Agama

Menurut Stanislaus, mengemban misi keagamaan dilebur dengan motif politik, dapat mengancaman proses demokrasi di Indonesia, karena rekam jejak ormas yang sedang disoroti ini kerap mengesampingkan tindakan persuasif. 

Jadi, kata dia, potensi kerusuhan dalam pengumuman sengketa Pilpres 2019 di MK, tetap tidak bisa dikesampingkan. Meskipun jumlah massa, menurutnya, tak akan sebesar gelombang 21-22 Mei di Jakarta

“Kalau potensi rusuh harus melihat adanya kesempatan dengan membandingkan pada kekuatan keamanan kita. Saya melihat massa yang akan datang tidak akan sebanyak seperti 21-22 Mei lalu," ujarnya.

Ia menuturkan, tidak ada alasan lagi bagi relawan 02 memaksakan Prabowo memenangkan Pilpres 2019. Imbauan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan beberapa anggota tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga harus didengar, agar masyarakat tidak lagi terkonsentrasi dalam sidang putusan di MK.

Dihubungi secara terpisah, Kepala Divisi Hukum PA 212, Damai Hari Lubis, menegaskan pihaknya tetap akan melangsungkan acara halalbihalal di depan Gedung MK meski belum mengantongi izin dari pihak kepolisian.

Menurut dia, panitia acara halalbihalal tidak memerlukan izin dari pihak aparat keamanan, melainkan hanya diwajibkan melayangkan surat pemberitahuan acara. Damai menyatakan, surat pemberitahuan halalbihalal telah dikirimkan panitia kepada pihak kepolisian.

"Berdasarkan peraturan dan perundang-undangan bahwa [kegiatan itu] cukup adanya pemberitahuan. Bukan izin dari kepolisian," kata Hari melalui keterangan tertulis kepada Tagar, Selasa, 25 Juni 2019. []

Baca juga:


Berita terkait
0
Serangan ke Suharso Monoarfa Upaya Politik Lemahkan PPP
Ahmad Rijal Ilyas menyebut munculnya serangan yang ditujukan kepada Suharso Manoarfa merupakan upaya politik untuk melemahkan PPP.