Medan - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara dituding melakukan pembiaran terhadap aktivitas perkebunan kelapa sawit yang merusak ekosistem di Desa Tapak Kuda, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat.
Selain itu, pembangunan tembok atau tanggul yang dibangun koperasi perkebunan kelapa sawit di sana juga terkesan mendapat keistimewaan. Berbeda dengan kelompok tani yang ingin mendirikan tembok, tidak memperoleh izin dari BBKSDA.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga meminta BBKSDA tegas terhadap aktivitas yang menyalahi.
"Mereka harus fair. Tembok atau tanggul yang dibangun kelompok yang memiliki dana besar dan uang yang banyak kok dibiarkan. Aktivitas perkebunan kelapa sawit di daerah itu juga seperti mendapat keistimewaan. Jelas-jelas perkebunan kelapa sawit dapat merusak ekosistem, tapi kok tidak ditindak. Mereka harus tegas dengan semuanya," ungkap Zeira kepada Tagar, Rabu, 21 Oktober 2020.
Mereka membiarkan tembok yang dibangun perkebunan kelapa sawit, menguasai hutan konservasi seluas ribuan hektare
Menurut politisi PKB, itu BBKSDA Sumut tidak boleh melarang kelompok tani yang ingin mendirikan tanggul untuk mencegah banjir. Di sisi lain, keberadaan tembok milik perkebunan justru menjadi penyebab banjir.
"Kenapa kelompok tani ingin mendirikan tanggul tidak diberikan izin. Jangan karena alasan merusak ekosistem, mereka dilarang. Kenapa perkebunan kelapa sawit tidak dilarang? Tembok yang di dalamnya ada kelapa sawit penyebab banjir dan dipastikan dapat merusak ekosistem, harusnya itu dirobohkan saja, BBKSDA harus fair dan tegas," ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi B DPRD Sumut ini menyebut akan membawa masalah ini ke Kementerian Kehutanan dam Lingkungan Hidup di Jakarta. Karena ada kesan keistimewaan diberikan BBKSDA terhadap salah satu kelompok.
"Mereka membiarkan tembok yang dibangun perkebunan kelapa sawit, menguasai hutan konservasi seluas ribuan hektare yang diduga tidak memiliki izin dari Kementerian Lingkungan Hidup. Tanggul yang dibangun masyarakat kelompok tani yang jelas-jelas mendapat izin mengusahai areal hutan konservasi seluas 250 hektare tidak diizinkan dan dipersoalkan, sehingga menimbulkan perselisihan," terangnya.
Terkait pernyataan anggota dewan tersebut, pihak BBKSDA Sumut belum memberikan keterangan resmi.[]