TAGAR.id - Polisi di Jerman minta bantuan publik untuk mengidentifikasi 22 perempuan yang dulu dibunuh di Jerman, Belgia, dan Belanda. Bekerja sama dengan Interpol, polisi berharap kasus-kasus lama ini bisa terungkap. Oliver Pieper melaporkannya untuk DW.
Siapakah perempuan tewas yang ditemukan di hutan dekat Kota Hagen di Jerman pada Juni 1997 oleh seorang pengendara sepeda motor? Dia telah diperkosa, dicekik, disiram bensin, dan dibakar.
Siapakah perempuan yang ditemukan dekat Köln pada bulan Oktober 2001? Jasadnya terbaring di sana begitu lama sehingga hanya kerangkanya yang tersisa.
Dan siapa perempuan yang jasadnya terdampar di kapal pesiar di Kota Bremen tahun 2002?
Ketiga korban perempuan ini semuanya meninggal karena kekerasan dan identitas mereka masih belum jelas sampai hari ini. Bagi Polisi Kriminal Federal Jerman BKA, kasus-kasus lama yang belum terungkap ini, yang sering disebut "cold cases", perlu terus ditelusuri. Untuk itu mereka meluncurkan kampanye baru yang disebut operasi "Identify Me" (Identifikasilah Saya), bersama kepolisian Belanda, Belgia, dan Interpol.
Pencarian global sekarang sedang dilakukan, pertama-tama untuk mencari petunjuk yang dapat membantu identifikasi 22 perempuan korban kejahatan kekerasan, yang semuanya ditemukan dalam beberapa dekade terakhir di Jerman, Belgia, dan Belanda.
"Ini adalah pertama kalinya Interpol menerbitkan informasi dari 'Black Notices', yang biasanya disediakan untuk otoritas kepolisian nasional, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, membantu mengidentifikasi perempuan-perempuan ini, dan mengadili para penjahat yang bertanggung jawab atas pembunuhan mereka," kata Interpol kepada DW.
"Sejak awal kampanye, ada lebih dari 500 pesan telah masuk, beberapa di antaranya berisi informasi berharga. Semua kasus yang belum terselesaikan ini mungkin berlatar belakang internasional, di mana perempuan tersebut tidak berasal dari negara tempat jasad mereka ditemukan, atau menjadi korban perdagangan manusia," kata Interpol.
Identifikasi kunci untuk menemukan pelaku
Berbagai tim investigasi di lapangan juga menerima informasi mengenai cold cases, kata Anja Allendorf, juru bicara BKA. Oleh karena itu, penyelidik berhasil melacak petunjuk baru setelah waktu lama. Mengetahui identitas korban adalah kunci untuk mengetahui siapa pelakunya.
"Identifikasi korban tentu saja menjadi dasar penyelidikan lebih lanjut. Hanya setelah identifikasi, penyelidikan baru dapat membawa kita ke arah kejahatan atau pelakunya,” jelas Anja Allendorf. "Hanya setelah identifikasi kita dapat mengetahui, dari mana sebenarnya perempuan tersebut berasal, di mana dia berada pada saat kejahatan terjadi, di lingkungan apa dia tinggal atau bekerja.”
Faktanya, sebagian besar kejahatan kekerasan yang dilakukan terhadap perempuan dilakukan oleh salah satu anggota keluarga mereka. Di Jerman saja, polisi mencatat rata-rata ada satu percobaan pembunuhan terhadap perempuan setiap hari, kata BKA. Hampir setiap tiga hari, seorang perempuan meninggal di tangan pasangannya atau mantan pasangannya.
Di negara-negara Eropa lainnya, angkanya jauh lebih tinggi, meski tidak ada statistik untuk seluruh Eropa.
Dari 22 kasus dingin yang sekarang dikampanyekan, BKA yakin perempuan yang dibunuh berasal dari Eropa Timur, Afrika, atau Asia, dan tidak menghabiskan sebagian besar hidup mereka di negara tempat mereka dibunuh. Bagi Anja Allendorf, tidak adanya laporan orang hilang yang mengarah pada para korban adalah indikator kuat, bahwa mereka tidak memiliki jaringan sosial besar di Belgia, Belanda, dan Jerman.
Dia juga menekankan, identifikasi korban penting agar anggota keluarga atau kerabatnya bisa dihubungi dan diberitahu. "Sangat penting bagi kami bahwa keluarga memiliki kesempatan untuk berduka atas istri, ibu atau anak perempuannya." Sehingga para korban tidak berakhir di kuburan tanpa nama.
Teknologi baru, petunjuk baru
Dalam beberapa tahun terakhir, teknologi baru telah mempermudah penyelesaian kasus-kasus lama yang sudah berlangsung puluhan tahun. Misalnya, sebagai bagian dari kampanye "Identifikasilah Saya", para ahli telah melakukan apa yang disebut rekonstruksi jaringan lunak dengan menganalisis tengkorak. Idenya adalah agar masyarakat dapat mengenali gambar wajah tersebut.
Analisis DNA adalah alat lain yang tersedia bagi penyelidik. "Kami memiliki kemampuan untuk mengekstraksi DNA dari jaringan, gigi dan tulang, serta membuat profil tubuh sejak akhir tahun 1980an. Basis data kami, yang dibuat tahun 1992, mencakup profil DNA orang hilang dan mayat tak dikenal,” kata Anja Allendorf.
Profil DNA juga akan diteruskan ke database DNA internasional Interpol di Lyon, Prancis. "Hal ini memungkinkan kami untuk melihat apakah ada kecocokan, artinya profil DNA tersebut cocok dengan orang yang dilaporkan hilang,” katanya.
Di Amerika Serikat, polisi berhasil mengungkap kasus perempuan yang terbunuh lebih dari 50 tahun lalu. Tahun 1969, seorang perempuan dibungkus dalam kantong plastik, dicekik dan dibiarkan mati telah ditemukan di dalam koper hitam besar.
Baru belakangan. penyidik menemukan sampel rambut yang belum pernah diperiksa. Berkat profil DNA dari rambut, korban berhasil diidentifikasi sebagai Sylvia June Atherton. Polisi bahkan berhasil melacak kerabat yang masih hidup. Berita seperti itu memberikan harapan kepada Anja Allendorf, BKA bisa menemukan identitas beberapa dari 22 perempuan tersebut.
"Kami telah menggalang publisitas sebesar mungkin dalam kampanye ini. Mungkin, bahkan setelah sekian lama, seseorang yang mengetahui sesuatu akan melapor, dan kami akan mendapatkan informasi yang menentukan, mungkin juga secara anonim,” katanya. (hp/yf)/dw.com/id. []