Banyuwangi - Seorang bidan berinisial RS, 28 tahun, ditangkap Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Banyuwangi, Jawa Timur. RS ditangkap karena usahanya membuka praktik suntik kecantikan tanpa dilengkapi dengan izin.
Wanita yang mempunyai keahlian dalam bidang kesehatan ini mengaku sebelum membuka usaha sendiri, pernah bekerja di klinik kecantikan sebagai tenaga medis. Lalu dari pengalaman tersebut, RS membuka jasa pelayanan suntik pemutih sendiri di rumahnya.
Cara penyaluran obat kecantiakn itu dengan menyuntikan ke dalam cairan infus sebanyak 100 miligram.
“Dia berdalih karena kebutuhan ekonomi. Sejak Februari tahun 2019 lalu dia membuka praktik sendiri di rumahnya. Namun praktiknya itu tidak memiliki izin dari Dinas Kesehatan Banyuwangi atau ilegal,” kata Kapolresta Banyuwangi Komisaris Besar Polisi Arman Asmara Syarifudin saat konferensi pers di Mapolresta Banyuwangi, Sabtu, 7 Maret 2020.
Arman mengatakan kebanyakan pasien yang ditangani RS adalah temanya sendiri serta remaja di daerahnya yang ingin tampil cantik secara instan.
“Cara penyaluran obat kecantiakn itu dengan menyuntikan ke dalam cairan infus sebanyak 100 miligram. Lalu disalurkan melalui pembulu darah pada pergelangan tangan hingga obat kecantian tersebut habis,” tambah Arman.
Untuk suntik pemutih berupa obat vitamin C+ kolagen, RS menarik tarif sebesar Rp 100 ribu sekali suntik. Sedangkan obat pemutih berupa Aqua Skin Venicy dihargai Rp 300 sekali suntik. Sehingga setiap bulanya RS mampu meraup keuntungan perbulanya rata-rata Rp. 900.000.
“Sedangkan untuk obat-obatan yang digunakan praktik RS ini didapat dengan cara belanja online. Sehingga tanpa disertai izin edar dari BPOM,” kata Arman.
Sementara itu, RS mengaku melakukan praktik ilegal ini karena terpaksa untuk kebutuhan ekonomi. Sehingga dia memberanikan diri untuk membuka praktik suntik kecantikan meski tidak dilengkapi izin.
“Saya melakukan ini terpaksa karena kebutuhan. Sedangkan gaji yang saya dapat bekerja di klinik tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan saya dan keluarga,” ujarnya.
Akibat perbuatanya tersebut, RS terancam Pasal 197 UU No.36 tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Pasal 78 UU RI No 29 tahun 2004 Tentang Kedokteran, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara. []