PM Thailand Tolak Seruan Peserta Demonstrasi untuk Mundur

PM Thailand, Prayuth Chan-ocha, menolak seruan untuk mundur dari jabatannya seperti dituntut oleh demontran pada hari Jumat, 16 Oktober 2020
PM Thailand Prayuth Chan-ocha di Gedung Parlemen Thailand, di Bangkok, 27 Mei 2020. (Foto: dok/voaindonesia.com-AP).

Bangkok - Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha, menolak seruan untuk mundur, Jumat, 16 Oktober 2020, sementara pemerintahnya meningkatkan usaha untuk menghentikan upaya para pemrotes menggelar demonstrasi di Ibu Kota Thailand.

Polisi menutup jalan-jalan dan menempatkan barikade di sekeliling persimpangan utama Bangkok di mana para demonstran bertekad untuk berkumpul kembali dan menyampaikan tuntutan mereka, yang mencakup pengunduran diri PM Prayuth Chan-ocha, perubahan konstitusi dan reformasi kerajaan.

Polisi antihuru-hara dikerahkan di kawasan itu, sementara mal-mal di distrik-distrik perbelanjaan tutup lebih awal. Stasiun-stasiun kereta dan kendaraan umum juga ditutup untuk mencegah kedatangan para demonstran.

Banyak pihak memperkirakan aksi protes Jumat malam kemungkinan diikuti lebih sedikit peserta mengingat berbagai langkah pengamanan yang dilakukan pihak berwenang dan hujan lebat.

“Anda mungkin tahu betul apa yang terjadi di negara kita, pemerintah menganggap perlu menetapkan situasi darurat. Demi kepentingan kita, pemerintah harus menghadapi situasi yang kritis ini. Begitu banyak hal yang belum pernah terjadi sebelumnya yang berlangsung sekarang ini,” kata Prayuth kepada media.

Pemerintah Prayuth menetapkan keadaan darurat di ibu kota menyusul aksi protes Kamis malam yang diikuti ribuan orang. Meski demikian, banyak demonstran mengabaikan pengumuman pemerintah itu, dan kemungkinan tetap menggelar aksi mereka. Beberapa mahasiswa mengatakan, mereka kemungkinan akan memindahkan lokasi protes ke persimpangan besar lainnya.

Sehari sebelumnya, para demonstran berkumpul di berbagai lokasi di ibu kota untuk mengganggu iring-iringan kendaraan bermotor kerajaan. Aksi tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka yang ingin menyaksikan iring-iringan kendaraan kerajaan biasanya duduk di tanah atau bersujud untuk memberi penghormatan.

Undang-undang keadaan darurat melarang kegiatan berkumpul lebih dari lima orang dan menyebarkan berita yang dianggap mengancam keamanan nasional.

Undang-undang itu juga memberi polisi kewenangan lebih besar, termasuk menahan demonstran dalam waktu lama tanpa dakwaan. Meski demikian, sekitar 10.000 demonstran mengabaikan pengumuman pemerintah itu dengan menggelar demo besar-besaran, Kamis malam. (ab/uh)/voaindonesia.com. []

Berita terkait
Jerman Meminta Raja Thailand Tidak Memerintah dari Jerman
Raja Thailand, Maha Vajiralongkorn, lebih sering tinggal di Jerman sehingga pemerintah Jerman minta agar raja tidak berpolitik dari Jerman