Pilkada 2018, Kadali Massa Tampar Mendagri Berulangkali

Kita tentu tidak ingin ada calon yang kalah lalu mengadali massa pendukungnya dan membuat Tjahjo merasa ditampar berulang kali..
Pilkada Serentak 2018. Meskipun PAN sudah menyatakan dukungannya kepada Deddy Mizwar, PKS tetap pada keputusan awal, koalisi pun masih Gerindra dengan PKS begitupun dengan pasangan calon yang diusungnya masih tetap pada keputusan awal yaitu, Deddy Mizwar - Ahmad Syaikhu. (Foto: Ilustrasi/Ist)

Jakarta, (Tagar 13/10/2017) - "Kasus perusakan kantor Kemendagri dan luka-lukanya staf Kemendagri, bagi saya seperti wajah saya tertampar." Demikian kalimat yang keluar dari seorang menteri, sehari setelah kantornya diserang dan dihancurkan oleh massa, bangsanya sendiri. Yang berucap adalah Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia, pada Kamis (12/10) lalu.

Harga diri dan kehormatannya, khususnya, terganggu dengan ulah orang-orang yang mengatasnamakan warga Tolikara pendukung calon pilkada yang kalah, jelasnya lebih lanjut. Dia mengaku tak bisa tidur akibat kejadian tersebut. Ia menyebut, sudah ada indikasi siapa aktor di belakang penyerangan itu.

Seperti diucap Tjahjo, rusuh di kantornya merupakan ulah dari kelompok orang yang tak bisa menerima kekalahannya dalam kontestasi kepala daerah. Pelakunya adalah pendukung calon yang kalah perebutan kursi bupati di Tolikara, satu daerah di Papua, yang berjarak ribuan kilometer dari kantor Tjahjo.

Pemilihan umum untuk memilih kepala daerah baik itu bupati mau pun wali kota, dilakukan serentak di Indonesia pada 2018 nanti. Sejumlah 171 daerah akan melakukan pemilihan bupati dan wali kota. Jika di satu daerah kontestasi pemilihan hanya diikuti 2 calon pasangan, artinya ada dua pihak yang salin berhadapan dan jelas bersaing untuk membela jagoan yang didukungnya.

Berhadapan dan bersaing bisa jadi aman, jika masing-masing calon mampu menerima bahwa di setiap persaingan, ada kalah dan ada yang menang. Bagi yang kalah, seharusnya diterima dengan lapang dada, kesempatannya memimpin masih tertunda dan bisa diulangi pada periode berikutnya.

Bagi pemenang, wajib menghormati pihak yang kalah bersaing dengannya, merangkul dan mengajaknya membangun daerah yang akan dipimpinnya nanti. Pemenang pun harus berjiwa besar dengan menyudahi persaingan selama proses kontestasi berlangsung. Yang agak kritis, para pengikut atau pendukungnya yang tak bisa menerima kekalahan dan berbuat anarkis.

Lebih celaka lagi, apabila sang calon ikut dalam penolakan hasil pemungutan suara, seperti yang dilakukan oleh calon yang kalah di pemungutan suara ulang Kabupaten Tolikara itu. Massa yang sebenarnya tak paham politik pun dikadali untuk berangkat ke Jakarta dan ujungnya melakukan perusakan di kantornya Tjahjo.

Mereka berasal dari Papua dalam rangka menyampaikan aspirasi di Kementrian Dalam Negeri, dengan kordinator Wati Kagoya sebagai tim pendukung dari calon Bupati John Tabo, yang kalah bersaing dengan calon Bupati Usman di Kabupaten Tolikara.

Kritisnya masa dan massa pada Pilkada Serentak 2018 mestinya tak perlu terjadi karena ada Badan yang mengawasi pemungutan suara. Badan itu bernama Badan Pengawas Pemilu atau Bawaslu. Ada banyak aturan yang bisa menjadi pijakan Bawaslu melakukan pengawasannya. Termasuk menggugurkan satu calon atau diskualifikasi jika terjadi pelanggaran.

Polri pun telah jauh hari menyiapkan pengamanan dalam rangka Pilkada di daerah, baik yang serentak pada 2018 nanti, mau pun yang berlangsung di luar Pilkada 2018 itu.

Dalam Rapat Pimpinan Polri di awal 2017 (25-27 Januari lalu), Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengakui banyaknya tantangan dan dinamika dalam menghadapi pelaksanaan Pilkada. Secara khusus, Kapolri menyorot dinamika yang menonjol di tiga wilayah. Yaitu Aceh, Papua Barat, dan DKI Jakarta yang baru lalu.”Jika tak ditangani dengan baik, akan berdampak panjang,” katanya saat itu.

Tito juga mengingatkan, pengamanan yang dilakukan Polri tak hanya jelang dan saat pemungutan suara berlangsung, namun juga seusai pemungutan suara karena dipastikan ada pro dan kontra atas hasilnya. “Setelah itu bagaimana kita kondisikan situasi stabil keamanan pasca Pilkada," kata Tito.

Jenderal Tito pantas khawatir, pasalnya Komisi Pemilihan Umum sudah menetapkan 171 daerah yang akan melaksanakan Pilkada serentak pada 27 Juni 2018. Dari 171 daerah tersebut, ada 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten yang akan menyelenggarakan Pilkada di 2018.

Sebagaimana harapan Kapolri, keseluruhan Pilkada hendaknya bisa berlangsung aman. Jika ada perselisihan, hendaknya diselesaikan sesuai jalur dan tahapannya.

Lebih dari itu semua, para calon pemimpin di daerah harus mempunyai jiwa besar menghargai keputusan menang kalah dan tak lagi mengirimkan massa untuk melakukan protes, unjuk rasa, boikot dan apapun untuk menghalangi pemenang Pilkada.

Kita tentu tidak ingin ada calon yang kalah lalu mengadali massa pendukungnya dan membuat Tjahjo merasa ditampar berulang kali.. (rif)

Berita terkait
0
Kementerian Agama Siapkan Pengaturan Hewan Kurban di Tengah Wabah PMK
Menjelang dan pada Iduladha dan tiga hari tasyrik di Iduladha pasti kebutuhan hewan ternak terutama sapi dan kambing itu akan tinggi