Pidato Politik SBY: Turun Gunung dan Not For Sale

SBY berpidato di tengah isu kudeta Partai Demokrat, SBY mengatakan partainya not for sale, apa Demokrat era AHY menggiurkan untuk dijual?
Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY menyampaikan pidato politik terkait situasi terkini Partai Demokrat. (Foto: Tagar/YouTube Partai Demokrat)

Saya tertarik mengomentari isi pidato Pak SBY soal isu kudeta pengambilan paksa kepengurusan Ketua Umum AHY oleh oknum, kader, dan mantan kader bermasalah. Pidato politik di kanal YouTube Partai Demokrat, Rabu, 24 Februari 2021.

Tulisan ini sama sekali tidak menilai, mengomentari atau bahkan menghakimi gonjang-ganjing politik di internal Partai Demokrat, karena saya orang luar. Saya hanya ingin mendudukkan terminologi-terminologi yang Pak SBY pergunakan dan mencari similaritanya dengan kejadian-kejadian bersejarah di masa lalu, demi kesesuaiannya.

Turun Gunung

Yang saya tangkap dari istilah turun gunung adalah seorang raja yang sudah mandito, lalu kerajaannya gonjang-ganjing, karena anaknya yang jadi raja, tidak becus mengelola kerajaan, alias sontoloyo. Sang pandito turun gunung mengatasi masalah dan memulihkan keamanan demi rakyat banyak. Ini yang saya pahami istilah turun gunung.

Pasca Raden Wijaya alias Abhiseka menikah kembali dengan puteri Cempa yang kemudian bergelar kebangsawanan Dara Petak, ibu Gayatri, permaisuri Raden Wijaya memilih menyingkir dari istana Majapahit, dan tinggal di istana Kahuripan, bekas kerajaannya Prabu Airlangga. Raden Wijaya menikah kembali karena tidak punya anak laki-laki dari ibu Gayatri.

Ibu Gayatri adalah puteri Prabu Kertonegoro, raja terbesar dan terakhir di Singosari. Pada saat Kertonegoro bertahta di Singosari, Raden Wijaya menjadi wakil raja. Kelima puteri Kertonegoro, termasuk ibu Gayatri dinikahi Raden Wijaya. Namun, hanya ibu Gayatri yang bersedia melayani Raden Wijaya di ranjang, karena yang empat, pasca Prabu Kertonegoro wafat dibunuh Jayakatwang, memilih menjadi bhiksunni. Dari ibu Gayatri lahirlah dua puteri yaitu Sri Gitarja dan Dyah Wiyat.

Jadi makna not for sale, itu artinya objek yang dibahas memang hal yang bisa dijual-belikan. Pertanyaan saya adalah apakah kondisi Partai Demokrat di era AHY saat ini begitu menggiurkan untuk dijual?


Pemerintahan Kertonegoro-Raden Wijaya adalah wujud komiten politik menyatunya darah keturunan Ken Dedes-Ken Arok (Raden Wijaya garis Mahesa Wongateleng) dan Ken Dedes-Tunggul Ametung (Kertonegoro garis Anusapati) untuk menghentikan kutukan Mpu Gandring.

Dengan puteri dari Cempa, Raden Wijaya mempunyai putera laki-laki yang bernama Kalagamet alias Jayanegara. Kalagamet perilakunya berbeda jauh dengan ayahandanya, ibaratnya Bumi dan Langit.

Jayanegara naik tahta sebagai raja Majapahit, pasca Raden Wijaya wafat, walau dia hanya dari garwo selir.

Perangai jahatnya tampak semua. Orang-orang kepercayaan Raden Wijaya, yaitu para pendiri Kerajaan Majapahit: Rakuti-Semi, Arya Wiaraja, Nambi, Kebo Anabrang, Ronggolawe, dll, disingkirkan dari pemerintahan. Jayanegara adalah raja sontoloyo.

Berontaklah Rakuti-Semi, dan Jayanegara terbunuh setelah satu tahun berkuasa.

Ibu Gayatri Turun Gunung, menjadi Ratu Majapahit, walau hanya sebentar: konsolidasi politik, dan pemulihan keamanan Kerajaan Majapahit pasca pemberontakan Rakuti-Semi. Setelah beres, tahta diserahkan ke kedua puterinya yaiti Sri Gitarja dan Dyah Wiyat, menjadi Ratu Kembar di Majapahit. Dalam perjalanannya, Sri Gitarja yang begelar Tribuwana Tunggadewi, lebih dominan. Ibu Gayatri kemudian menjadi Bhiksunni menyusul keempat saudaranya.

Istilah Turun Gunung tepat untuk Ibu Gayatri, yaitu konteks kenegaraan dan demi rakyat Majapahit.

Kepercayaan orang Jawa mengatakan, jika Nusantara kacau balau, walau kekacauan itu dalam rangka goro-goro, Satrio Piningit akan muncul menyelesaikan masalah, setelah tahap goro-goro tuntas.

Menurut saya, Bung Karno adalah satrio piningit yang muncul dari sebelum dan sesudah Nusantara menjadi Nation State yang dikenal sebagai NKRI.

Istilah Turun Gunung, menurut saya tidak tepat untuk kasus Partai Demokrat.

Partai Demokrat Not For Sale

Menginterpretasi, dan memahami isi pidato politik, bukan hanya pidato Pak SBY, saya biasa melihatnya dengan kacamata invers. Jika yang diucapkan ke barat, saya artikan ke timur. Jadi makna not for sale, itu artinya objek yang dibahas memang hal yang bisa dijual-belikan. Pertanyaan saya adalah apakah kondisi Partai Demokrat di era AHY saat ini begitu menggiurkan untuk dijual? Di seberang lain dari kader Partai Demokrat mengatakan dalam rangka menyelamatkan Partai Demokrat. Jadi istilah not for sale tidak tepat menurut saya.

Semoga gonjang-ganjing politik internal Partai Demokrat segera selesai. Sehingga bisa menata kembali kehidupan politiknya menatap kontestasi politik 2024, berkontribusi positif demi kepentingan nasional.

Saya berdoa semoga capaian suara Partai Demokrat di Pilleg 2024 melampaui ambang batas parlemen.

*Akademisi Universitas Gadjah Mada

Berita terkait
Profil Partai Demokrat, Prahara SBY Vs Moeldoko
Partai Demokrat merupakan salah satu partai politik di Indonesia yang dibentuk pada 9 September 2001 dan disahkan pada 27 Agustus 2003.
Ramai Gunjingan Netizen Soal Bayar 9 Miliar untuk Museum SBY
Galeri Seni dan Museum SBY-ANI di Kabupaten Pacitan kini menjadi gunjingan warganet dengan hastag Bayar 9 Miliar.
SBY: Kritik Laksana Obat, Sanjungan Laksana Gula
Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ikut mengomentari soal kritik yang belakangan ramai dibahas publik.
0
Massa SPK Minta Anies dan Bank DKI Diperiksa Soal Formula E
Mereka menggelar aksi teaterikal dengan menyeret pelaku korupsi bertopeng tikus dan difasilitasi karpet merah didepan KPK.